Kamis, 01 Juni 2023

Tagayur : A Pohaci Goddess anxienty

Salah satu hal yang punya bagian diperjalanan hidupku adalah tari. Sebagai laki-laki yang tidak begitu interes dengan olahraga atau sekedar ngegym, aku memilih merawat kebugaran dengan melakukan gerakan-gerakan tari. Meski sekarang tidak sesering dulu. Tari buatku lebih sekedar gerakan-gerakan indah saja. Ini seperti meditasi. Untuk seorang yang menyukai gambar, ketika eksplorasi imajiner tidak 'berfungsi' dengan baik, kadang aku perlu bercermin sambil melakukan gerakan  untuk sekedar membuat gambaran. Perlahan dengan itu aku jadi terbiasa melihat seseorang dengan gestur dan mimik wajah saat berkomunikasi, kadang sampai menerka-nerka prosentase kejujuran ketika dia 'menyampaikan'. Rasa percaya sangatlah berharga.

Dalam beberapa cabang lomba yang diadakan kemarin salah satunya adalah tari. Aku dan pa Asep mengkonsep terlebih dahulu kiranya tari kreasi apa yang akan dibuat. Lalu membuat musiknya supaya lebih mudah mencari gerakan-gerakannya. Pa Asep dengan latar belakang seniman tradisi, mengusul untuk membawa Nyi Pohaci dalam tarian. Yah begitulah kira-kira raut wajah kami dua minggu ini 😂 haha

Aku dan pa Asep mesti berbagi tenaga dan pikiran. Akhirnya Nadia 'Anbaya' Nurazizah-lah yang mendampingi Wahyuni Dwi Irsyad dalam intens penciptaan karya tari ini. Nadia juga alumni dan eks-ketua sanggar yang biasa kutempati dulu. Jadi tidak begitu sulit ketika penggarapan dimulai. Pola komunikasi sudah terbentuk sejak waktu-waktu lalu itu.

Yang agak sulit untuk kami adalah pemilihan judulnya. Bahkan sehari sebelum lomba kami belum mendapat judul yang pas. Pada akhirnya, tengah malam hari itu kami mengambil judul 'Tagayur'.

Tagayur dalam bahasa Sunda memiliki arti Kegelisahan
Tari ini menggambarkan tentang kegelisahan Dewi Sri atau yang dikenal sebagai ( Nyi Pohaci ) dalam mitologi Sunda. Gerakan tarian yang dirancang ini adalah sebagai perlambangan gejolak diri Dewi padi atau Dewi kesuburan yang gelisah terhadap kondisi padi yang kini sebagian besar lahan tumbuhnya semakin berkurang. Pesawahan beralih fungsi menjadi bangunan bangunan, pohon-pohon ditebang, air- air tak bisa mengalir dengan riang. Perubahan demi perubahan lambat laun mulai mengancam keseimbangan alam, kemandirian ketahanan pangan dan kelestarian pertanian itu sendiri. Ironi bagi Negeri yang dulu dikenal sebagai permadani subur tani.

Alih-alih terkonsen ke gerakan, kami jadi abai tentang kostum dan properti tari. Beberapa kru mencari jarami-jarami. Aku dan ijal membuat siger. Sendalku yang biasa dipakai ke kamar mandi jadi korban sebelah, lalu aku ngasruk mencari biji hanjéré di pinggir-pinggiran sawah. Akhirnya terbentuklah siger ini.

Saat mencari referensi Tagayur juga ditemukan dekat secara pelafalan kata dalam bahasa arab. Pada kata Taghayyur yang artinya pergeseran. Membaca dari satu sumber Taghayyur ini maknanya pergeseran pada nilai yang lebih baik. Kami menggunakannya sebagai kebalikan. Menghubungkan dengan kondisi persebaran pembangunan wilayah di tempat kami secara general. Ini memang agak menyedihkan. Pun di tempat kami tinggal yang notabene masih perkampungan, lahan-lahan sudah drastis berkurang. Marak eksploitasi yang mau tidak mau diterima secara sadar. Aku tidak tahu 'mekanisme' penggunaan tanah secara 'kekuasaan pemerintah' dan sosial. Aku juga bukan seorang pure naturalis, tapi aku sangat menyukai kelestarian alam. Minimal, orang-orang bisa merasakan perbedaan sejuk berteduh di bawah gedung tinggi atau di bawah pohon yang luhur budi.

Manusia terlalu sibuk memperkaya diri. Sampai lupa pada ibu bumi, yang akan menerima mereka saat diakhir perjalanan sementara ini.

Membawa pulang juara harapan 2, semoga karya tarian ini tidak hanya sebatas diapresiasi sebagai pertunjukkan saja, tapi juga sebagai pengingat dan penyampai pesan dengan lebih arif tersembunyi.

0 comments:

Posting Komentar