Dua hari berkeliaran di kota lain. Meskipun tahu hanya sementara, melarikan diri dari semua, cukup memberiku waktu untuk berfikir. Ciumbuleuit barangkali daerah yang tepat untuk melakukan itu. Sisi kota Bandung ini sebagian besar adalah kompleks pemukiman mewah. Rumah-rumah besar, pagar-pagar tinggi. Prosentase bersosial hanya sekitar 30% jika kita tidak berkomunitas di sini, apalagi buatku yang orang 'luar', mungkin hanya sekitar 10%. Cukup menyenangkan tidak ada yang mengenali di sini. Hanya yang jadi masalah adalah biaya hidup, untuk jajan saja aku mesti blusukan jauh ke daerah penduduk lokal yang timpang secara 'life style' dengan tempat yang kutinggali. Jasa pengantar makanan lumayan mahsyur di sini, tapi buatku yang cuma punya bekal pas-pasan ini, hal itu sama sekali bukan solusi. Untungnya masalah perut bukan sesuatu yang besar menurutku, aku bisa memakan apa saja selama bukan ikan. Di rumah Nek Rose hanya tersedia makanan 'barat', tidak ada nasi. Gingerbread dan cookie mix yang selalu tersedia setiap hari di rumahnya adalah penolong setia. Kopi dan teh ? Aku hanya perlu memilihnya sendiri.
Buku-buku, piano besar, alat lukis, halaman luas dengan pepohonan, keheningan. Siapa yang tidak nyaman dengan itu. Aku dapat memikirkan banyak hal dengan itu. Usiaku, sudah bukan lagi usia pencari kerja. Aku yang memilih 'jalan' ini, jadi aku mesti bertanggung jawab penuh. Tadinya minimal untuk diriku sendiri. Tapi tidak, aku tidak diberkahi dengan keadaan 'minimal' itu. Banyak yang harus kupenuhi. Tidak, aku tidak sama sekali menolaknya. Aku juga melihat banyak orang bahu-membahu 'menolongku'. Mau mengeluhkannya juga tidak akan membantu, malah buang tenaga dan waktu. Keadaan finansial, etiket bersosial, pencarian diri, suasana kerja yang sehat. Aku sudah tidak mau protes lagi soal apapun. Tidak ada jalan lain selain acuh, lalu bersyukur. Tidak ada lagi. Aku sudah malas bertarung untuk yang tidak perlu. Masalahku cukup dengan esok hari, omelan dari orang cukup dari ibuku saja.
Sore hari, di hari kedua disana. Aku jalan-jalan sekitaran membawa tiga anjing peliharaan. Sepanjang jalan itu aku mendapati beberapa pertemuan. Pertemuan ringan diselingi tawa, dengan catatan tanpa nama. Tidak ada perkenalan diri, kami bertemu sekali lalu saling melupakan. Barangkali itu cara bergaul di perkotaan.
Hari pertama kembali ke kampung halaman, aku membawa suasana hati yang bagus untuk 'mengawali'. Aku sudah membayangkan menyiram tanaman-tanamanku, pe-er membuat cover novel Jojo, dan jadwal meeting dengan A Heri untuk kegiatan tanggal 27 nanti. Tapi belum apa-apa, aku mesti berkecamuk kembali.
Bulan Juni baru memasuki hari ke enam, tapi aku sudah banyak bergumam. Menyedihkan juga seuisa ini aku sudah tidak punya waktu buat bercinta haha. Yudhistira Massardi sudah menerorku pagi sekali hari ini. Soal perencanaan safari sastra selanjutnya. Jadi Aku punya kesempatan lagi untuk melarikan diri agustus-september nanti !
Kehidupan ini sudah begitu kejam, kita, manusia, masih bisa mengatasinya dengan saling mengandalkan. Jadi pliissslaaaa janganlah mempersulitku dengan nambah masalah yang mau tidak mau harus ikut campur menyelesaikannya. 😑
Jangan berani memilih membenci jika tidak siap dengan konsekuensi merusak diri. Kalau buatku sendiri sih tidak masalah. Aku sudah biasa memakannya sampai habis, matang atau bahkan mentah mentah.
Memaksakan diri kita melalui waktu, salah-salah jadi memaksakan waktu melalui kita. Catatan begini sebenarnya aku tidak mau sampai publish di blog. Keliatan banget rapuhnya. Tapi dalam rangka 'tetap' harus menulis satu setiap hari, mau tidak mau xixixi.
Sudah ah aku mau berkebun pokonamah hari ini.
0 comments:
Posting Komentar