Jumat, 09 Juni 2023

Erni Agustin Rahayu, A woman who bring inexperienced villager to the another role.

Aku agak bingung harus memulai darimana ketika memulai menulis tentang perempuan luar biasa ini. Sejujurnya, aku sudah lama melihat dan mengenal nama Erni Agustin Rahayu di ranah kesenian Tasikmalaya dan tidak pernah terfikir sedikitpun untuk memiliki kedekatan seperti sekarang. Magister teater lulusan STSI Bandung ini memang brilian. Alih-alih mengambil jurusan teater sebagai konsen studi, teh Er memiliki banyak interest pada bidang lain, diantaranya menulis puisi, naskah, menggambar, crochet dan fotografi.

Sampai seuisa SMP sebagai soliter diluar 'jam sekolah', dengan keadaanku saat itu yang rentan insecure untuk bergaul, kata 'teman' buatku yang sudah cukup hanya dengan imaji saja. Dalam seusia itu aku sudah pandai berutopia. Membuat dunia sendiri cukup dengan tangan, pensil dan kertas. Memasuki usia SMA, puberitas menyerang, selain tertarik dengan perempuan aku juga mulai tertarik dengan kesenian lain selain menggambar. Saat itu aku mulai punya hati pada gitar dan mencoba 'kecocokan' pada teater. Jika tidak salah, tahun 2009, kelas X SMA, Aku menonton pertunjukkan 'Menunggu Godot' yang dipentaskan oleh Teater Dongkrak - Tasikmalaya. Tapi aku ingat teh Erni ada disana. Melihat para aktor disana aku mulai pada tahap menyukai teater sebagai penonton. Selain 'Menunggu Godot' aku juga pernah nonton 'Sadrah' yang aku lupa tahun berapa. Kembali ke kehidupan di Sekolah aku mencoba kecocokan pada teater dengan mengikuti ekskul Sanggar Gama. Ternyata tidak seperti yang kukira. Aku tidak begitu betah dan percaya diri untuk urusan akting saat itu. Bahkan pernah beberapa kali ikut latihan gabungan dengan teater dongkrak di gedung kesenian Tasikmalaya sekitar tahun 2011. Menuju penghujung perjalanan masa SMA, pada akhirnya aku tidak begitu berkembang juga. Pada musik, pun teater.

Lulus SMA, aku mengejar seni rupa di STSI Bandung dengan sembunyi-sembunyi. Ini tahun-tahun kekecewaan. Jadi aku tidak akan menulis banyak tentang ini. Kembali ke Tasik, aku harus masuk jurusan Teknik Industri. Dijebak kakak perempuanku dengan iming-iming ada pelajaran menggambar. Aku yang terlalu naif dan putus asa sampai tidak sadar bahwa jurusan teknik adalah sarang besar pelajaran eksakta, aku benar-benar berusaha keras untuk keluar darisini. Masa itu aku adalah seorang mahasiswa kupu-kupu. Melarikan diri dari ketidak-betahanku, kepada Pa Asep dan teh Neng Rachmayati Nilakusumah, aku mulai belajar dan jatuh cinta pada tari dan musik tradisi.

-

2019. Barangkali itu tahun pertama aku 'direkrut' oleh teh Erni, A Edi Martoyo dan tim. Saat itu aku ditawari untuk menjadi figur dalam video profil dinas pariwisata kabupaten Tasikmalaya. Sempat ragu, karena aku tak piawai bersolek di depan kamera. Tapi aku yang sedang tidak bekerja dan mencari kesempatan untuk melarikan diri pada perjalanan, akhirnya aku menerima ajakan itu. Dalam sebulan penggarapan aku punya banyak perjalanan. Curug Batu Blek, Karangtawulan, Pamijahan, Kampung Naga, Kampung kreatif Sukaruas - Rajapolah diantaranya.

Aku mulai agak terbiasa dengan kamera meskipun itu hasil dari banyak take yang diambil. Teh Erni yang saat itu posisinya 'memantau' dari kantor hanya bertemu denganku saat aku berangkat dan pulang saat perjalanan saja. Jadi tidak begitu komunikasi dengan intens. Setelah semua video selesai, overall teh Erni terlihat 'menyukai' apa yang kubantu lakukan untuk project itu. Kita tidak berkomunikasi lagi.

2020. Tahun yang tiba-tiba mengangkatku ke permukaan setelah hiatus dari sosial kesenian. Aku menghabiskan masa kegelapan tahun ini dengan meluapkannya pada lukisan seri. Tahun itu A Edi dan teh Er kembali menghubungiku. Mereka mengajakku untuk terlibat dalam proes penggarapan untuk festival film pendek Jawa Barat. Chalenging dan membuat goyah. Film pendek yang digarap ini adalah cerita fiksi. Jadi aku mesti berakting dan berdialog, berbeda dengan project dengan teh Erni yang sebelumnya. Terlebih aku harus beradu akting dengan si Bapa. Aku juga tidak faham kenapa aku dipilih sebagai aktor dalam film pendek ini. Pasalnya 'psichally' aku tidak termasuk kategori aktor yang berparas kaukasoid-minimal berkulit putih seperti yang digandrungi publik belakangan ini, apalagi aku memiliki banyak fitur 'kecacatan' secara personal. Dalam penggarapan ini komunikasiku lebih intens dengan teh Erni karena teh Er terjun langsung sebagai 'dramatur' untukku. Itu pertama kalinya aku bermain untuk jenis akting yang seperti ini. Teh Er yang faham tentangku yang tidak memiliki background film dan keaktoran membimbingku pelan-pelan. Aku diajari banyak hal, bagaimana mendalami karakter dari peran yang dibawakan, gestur, penggunaan mimik ekspresi, bahkan olah sukma dalam penggarapan film pendek ini. Aku mulai menyukai sebagai 'peran' sebagai aktor pada film ini.

Dengan judul film "Sang Penjaga Warisan", hanya berselang satu tahun dan satu kali pengalaman berperan di depan kamera, sama sekali tidak terfikir bahwa film ini membawaku sebagai aktor terbaik saat festival film itu. Pencapaian besar buatku yang aktor kacangan. Efeknya ? Banyak, tiba-tiba beberapa agensi film menghubungiku, aku jadi kenal dengan beberapa aktor senior, memberiku identitas baru di sosial masyarakat (yang mana berat juga ekspektasinya ampun) dan banyak lainnya. Yang pula negatif juga ada.. Tapi yah.. Aku menggunakan ini sebagai motivasi saja..

2022. Tidak berlebihan jika banyak orang-orang menyebut teh Erni sebagai jenius. Proposal film dokumenter Batik Sukapura yang teh Erni buat ternyata lolos seleksi untuk film yang digawangi Fasilitas Bidang Kebudayaan (FBK)- Kemendikbud 2022. Semua tahu FBK ini seleksinya sangat ketat dan sulit, dan Teh Erni adalah salah satu yang lolos tahun itu.

Ini penggarapan yang lebih besar. Melibatkan banyak kru dan dengan manajemen yang serius. Aku bertemu beberapa wajah lama dan orang-orang baru. Dua bulan proses pengambilan gambar, kami jadi memiliki ikatan emosional.

Hal menyenangkan adalah dalam film ini tidak ada dialog. Jadi aku hanya merepresentasikan tokoh tanpa nama saja. Teh Er membebaskanku berkeksplor dalam beberapa adegan seperti di segmen tarian, ini ringan dan menantang untukku. Sejauh mana persepsi gesturku dapat diterima oleh sutradara kebanggaanku itu. Sebagai ganti rintangan lainnya dalam film ini, aku harus mengisi voice over sebagai bagian dari narasi dalam film itu. Teh Er tahu juga aku tidak piawai soal ini.. Menemaniku di studio rekaman suara sampai aku selesai. Mengarahkan intonasi, menggunakan emosi pada 'suara' ini hal yang baru juga. Siapa yang menulis narasi untuk film ini ? Teh Erni juga ! Sutradara ini memang full-package, talenta lengkap dalam satu figur.

Gara-gara film ini aku juga jadi kenal dengan pa Rd. Atik Suwardi, musisi dan sound-engineer senior dari Tasik. Aku diperlukan untuk menyusun musik di beberapa scene establish dalam film ini. Bersama pa Atik yang 'eksperimental', aku mengangkat melodi Karatonan Tarawangsa sebagai pembuka. Lagu ini jadi lebih terasa perdu dengan ornamen-ornamen yang pa Atik 'terapkan'. Terimakasih, Pa !

Penggarapan film selesai di akhir tahun 2022. Teaser film tersebar di media sosial dengan apresiasi luar biasa. Premier penayangan film sampai diminta pada peresmian Gedung Creative Center (GCC) yang diresmikan langsung oleh gubernur Ridwan Kamil. Aku tidak ada saat itu karena sedang dalam perjalanan safari sastra.

Manfaat film dokumenter ini juga dirasakan oleh banyak kalangan. Para pengrajin Batik yang mulai dikenal publik, sampai para akademisi. Bu Santi Susanti barangkali salah satunya, dosen brilian Unpad sangat antusias dengan film ini karena relate dengan jurnal penelitiannya. Selain itu kami sampai berkesempatan diundang oleh Keluarga Wargi Sukapura, keluarga keturunan langung bupati R.A.A Wiratanuningrat untuk menayangkan film ini pada mereka sebagai 'pemilik aslinya' dari segi penggunaan kebudayaan.

Selama berporses, sebagai seorang soliter yang mulai terbuka aku banyak mendapatkan hal baru, aku sih seneng aja (Yaiayalah seneng yaa, jalan jalan 😂).  Pengalaman, tempat-tempat yang belum pernah kukunjungi, makanan, bahasa, kebiasaan,  orang-orang, dan banyak hal lainnya yang aku tidak tahu. Takaran keinginan memang tidak pernah tentu. Saat berada disini kita ingin kesana, saat memakai ini kita ingin memakai itu, saat memakan ini kita ingin memakan itu, saat kau bersamaku kau malah ingin bersamanya *eeeh 😂 (yang terakhir bercanda 🤣)

Kita sering beranggapan apa yang terlihat indah dari kejauhan seberang lebih baik dari apa yang kau miliki sekarang.. Benar atau tidak ? Keduanya bisa saja.. Hanya saja.. Pada saat proses itu beberapa kali terlintas ini di pikiranku.. Sering kutemukan juga beberapa orang yang mungkin selalu mengutamakan akhir dari tujuan.. Dan mereka terkadang melewatkan hal-hal berharga yang ia temukan dalam perjalanan..

Teh Erni, perempuan berambut ikal bergelombang dan punya sorot mata misterius itu sudah membawaku pada banyak perjalanan 'lain'. Pergerakannya tidak terdengar seperti akar yang tumbuh, tidak seperti suara pembangunan yang gaduh. Dia tak pernah melayani cela dengan cela. Buatku, karya-karyanya yang besar sudah lebih dari jawaban yang tidak bisa diremehkan hati, mata dan telinga.

Terimakasih sudah berkenan melibatkanku dalam perjalanan kekaryaanmu, sutradara kebanggaanku, Teh Er !

0 comments:

Posting Komentar