Selasa, 11 Juni 2024

Boys days out !


Do you still have a friend who still sing sincerely ?

-

Aku pergi ke Bandung sebenarnya untuk ‘reuni kecil’ program Envision-2019 di Green gate tanggal 11-12 Juni, tapi sehari sebelumnya aku malah tiba-tiba berkeliaran dengan teman lamaku !

Fikri Binarsukma. 'Pure-blood artist descendant' asli kelahiran Ciamis ini memang aktivitasnya di Bandung. Sebagai full-time guru seni musik yang kerap membuat gaduh para siswinya dan juga musisi-gitaris tulen ini sulit sekali ditemui, beberapa kali aku hendak berkunjung selalu saja kebetulan dia berhalangan bertemu. Tapi yahh.. Dengan kegiatannya yang seabreg memang bisa kubayangkan sih.

Kami pertama kali bertemu (belum kenal) pada tahun 2015 saat acara konser musikalisasi puisi Fine Della Storia-nya Komunitas Azan. Fikri sebagai talent, aku mah biasa sasapu. Acara ini diinisiasi oleh Diwan Masnawi yang sudah mulai bergerak sebagai core initiator Komunitas Azan yang diampu oleh ayahnya Acep Zamzam Noor. Belakangan, Diwan memulai langkahnya sendiri dengan membuat Komunitas Kuluwung, yang sebenernya isinya tetep sama aja haha.

Ini memang sangat impulsif, dua hari sebelumnya aku ‘iseng’ mengirimnya pesan karena sedang ada di Bandung. Acaraku ada di tanggal 11, dan aku punya hari kosong di tanggal 10, jadi aku menanyakan kesediaan waktunya kira-kira sedang senggang atau tidak. Sebenarnya di waktu-waktu ujian sekolah seperti ini aku yakin dia sibuk, tapi yah ieu mah susuganan. Dan ternyata Fikri senggang, dan mengiyakan untuk mengajakku orang kampung ini berkeliling seputar art-site di Bandung !

Aku sebenarnya mengincar Selasar Sunaryo Artspace karena tempat ini menyuguhkan banyak hal, tapi ternyata tempat itu tutup di hari senin. Setelah bertukar referensi, menimbang beberapa tempat, akhirnya terpilihlah Grey Art Gallery di jalan Braga. Yah.. Selain galerinya, kukira Braga cukup menarik meski untuk hanya sekedar berjalan kaki (kecuali tentang keramaiannya, sebisa mungkin hindari berkunjung pada akhir pekan hehe).

Fikri menjemputku ke rumah Oma. Padahal sudah kutolak karena kukira jadi merepotkan, karena  lumayan cukup jauh juga dari tempat tinggalnya di Sarijadi untuk ke Ciumbuleuit. Sesampainya dia ke rumah, kita mengobrol ringan sebagai pembuka (yang sebenarnya tidak ringan haha) dan minum kopi dulu dan malah jadi berangkat saat pertengahan hari.


Ini memang sudah agak lama juga untuk kami. Kami terakhir bertemu dua tahun lalu saat aku dalam agenda Safari Sastra Yudhistira, saat di Universitas Katolik Parahyangan. Dan sekali lagi setelah enam tahun kita berbagi panggung yang sama di sana.

Grey art Gallery. Sebenarnya dengan arsitektur sisa bangunan lama kami mengharapkan lukisan-lukisan dengan gaya abstrak, surealis, warna monokrom dan tipikal ‘kesuraman’ lain. Tapi ternyata hari itu di Grey Art Gallery sedang berlangsung pameran The Redmiller Blood Experience bertema The Great Ocean Stories pada 2024 ini bertajuk “INSAN(G)”, sebuah presentasi tunggal karya-karya Peter Rhian Gunawan. Pameran The Redmiller Blood Experience bertema The Great Ocean Stories pada 2024 di Grey Art Gallery ini diselenggarakan dengan kolaborasi bersama penulis Sundea Salamatahari, seniman Erwin Windu Pranata, Gummy Art Studio, Mahasiswa-mahasiswi Institut Teknologi Nasional (ITENAS), dan BillMohdor studio yang hampir semua karyanya menggunakan warna-warna terang yang kiranya terlalu manis untuk pengunjung ‘Om-om’ seperti aku dan fikri haha.

The Great Ocean Stories merupakan eksperimen yang berfokus pada wahana perjalanan bawah laut yang mengangkat cerita tentang bagaimana seseorang boleh rehat sejenak dari hiruk pikuk hidup dunia nyata yang melelahkan dan meluapkan imajinasi sebebas-bebasnya, merenung, dan introspeksi diri sehingga siap dan kuat ketika kembali menghadapi kenyataan dunia nyata.

Di lantai utama karya instalasi karya Peter Rhian Gunawan membangun suasana pantai. Pelepah-pelepah pohon kelapa yang telah kering di pasang merata pada tiap pilar di ruangan. Replika sekoci ditempatkan di bagian tengah ruangan yang lantainya ditaburi genangan pasir pantai kecoklatan. Mawa pasir Pantai, ka Tengah kota. Sok aya-aya wae memang nu resep sesenian teh.

Salah satu hal menarik dari pameran ini adalah karya-karnyanya dibalut dengan teknologi Augmented Reality atau AR. Gambar bergerak atau animasi dengan bentuk GIF (Graphics Interchange Format) bisa disaksikan setelah kita memindai kode gambar lalu terhubung ke akun Instagram pribadi. Aku kebayang aja sih seberapa banyak mereka bikin gambar-gambar buat bahan augmented reality ini hehe..



Seperti ini kira-kira yang bisa kita lihat saat men-scan kode untuk salah satu karya pada pameran ini.


Pada bagian kedua tema pamerannya ini ruangan bawah Grey Art Gallery ditata dengan lampu yang temaram. Kemudian digantung pula empat bentuk ubur-ubur yang terkesan sedang melayang. Sosok Redmiller dimunculkan dengan ukuran besar berbentuk tiga dimensi.

Pada bagian dindingnya dipajang beberapa board dengan marker glow in the dark berisi pertanyaan yang dapat kita tulis jawabannya.

Pada pamerannya kali ini, Peter juga berkolaborasi dengan 14 mahasiswa Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung. Kami sempat juga mengobrol dengan Syahda Nabila, salah satu seniman-mahasiswa Itenas yang terlibat pada pameran kali ini. Syahda menuturkan pameran ini adalah salah satu tugas mata kuliah proyek DKV. Dan dengan sentuhan begini kukira pameran ini masuk ke wilayah seni rupa kontemporer, tapi tetap mengesankan !.

Terdapat juga 130-an karya lukisan murid-murid Peter yang berusia 4-8 tahun tentang suasana bawah laut. Anak-anak ini punya selera warna Pop !, tapi minimal anak-anak ini teu ngagamar gunung nu aya jalan ditengah tea ning haha.

Melewati sore hari, beteung sudah kekerebekan. Kami meninggalkan galeri lalu mencari sesuatu yang bisa dimakan (apapun asal jangan makan teman), dan aku dipilihkan bakso yang tidak jauh dari jalan Braga. Dan Abang-abang baksonya bernama Rian asli Palembang ini ternyata fans dream theater yang kocak kalau bicara haha. Makan sore kami jadi banyak tawa.

Disela-sela perjalanan hari ini aku dan Fikri sebenarnya banyak sekali mengobrol. Khususnya di ranah seni music, yah.. Mumpung ada sumber yang proper kan’ ya. Berbicara tentang gitar klasik, sejarahnya, virtuoso, luthier, gaya flamenco, akustika sampai ke masalah frekuensi.

Dalam musik, nada mayor dan minor tidak bisa dikatakan hanya menangkap kesan senang dan sedih saja. Begitupun dalam seni rupa tentang pilihan warna terang dan gelap seperti dalam pameran yang kita kunjungi hari ini. Semua karya memiliki jiwanya sendiri, entah itu rupa, musik, tari teater ataupun sastra. Pertama tergantung pencipta-penciptaannya. Kedua, tentu perspektif orang-orang yang menerimanya. Ini membuatku berpikir betapa orang-orang seperti Fikri ini atau mungkin orang-orang yang menyukai seni dengan lebih khusyuk kiranya memiliki realitas lain yang mungkin lebih besar yang belum terjelajahi dibanding realitas kehidupannya itu sendiri.


Petang, sebelum pulang aku dibawa dulu melewati jalan Asia-Afrika, katanya banyak hantu, robot dan superhero berkeliaran di sana. Tapi ternyata tidak ada, kami tidak bertemu mereka. Seperti Selasar Sunaryo, kukira hari senin mereka juga libur bekerja.

Aku diantarkan pulang kembali ke Ciumbuleuit, padahal sudah kubilang aku bisa naik transportasi lain. Kesian kan’ dia jadi bulak-balik. Tapi aku tetap diantar, jadi merepotkan huee. Selain itu sudah kusuruh makan dulu karena kata Oma biar dia makan malam dulu di rumah, tapi dia malah langsung pulang.

Menabung pertemuan selama dua tahun tidak jelek juga. Meski melelahkan, kita jadi punya banyak hal yang dibicarakan.

Hari baik. Terimakasih Aikiiii !

 

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍۢ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌۭ ٧١

 

“The believers, both men and women, are guardians of one another. They encourage good and forbid evil, establish prayer and pay alms-tax, and obey Allah and His Messenger. It is they who will be shown Allah’s mercy. Surely Allah is Almighty, All-Wise.”

-At-Tawbah : 71

 

"Therefore encourage one another and build one another up, just as you are doing."

-Thessalonians 5: 11







0 comments:

Posting Komentar