Senin, 03 Juni 2024

40 Hari Yudhistira : Datang-pulang untuk ‘Ayahku’ yang lain

 


Pintu di alam nanti

Di ruang-ruang rahasia

Yang disembunyikan kehidupan

Agar kematian menemukan jalan sendiri

Yang dirindukan semua puisi

 

2022

 

-Penggalan pada puisi yang berjudul ‘Puisi Mempersiapkan Diri bagi Kematianku’, Yudhistira ANM Massardi

 

‘Yang dirindukan semua puisi’. Kata 'puisi' pada penggalan puisi yang ditulis Bapak itu, barangkali adalah untuk kami semua yang Bapak tinggalkan..

 

-


April 22, 2024, Bu Siska mengirimkanku pesan. Menanyakan kabar, lalu bermaksud mengundangku untuk datang di acara 40 harian Bapak (begitulah kami memanggil Yudhistira). Dengan kalimat  ‘Kalau bisa, semoga Allah memudahkan’ pada pesannya, dengan semua yang telah Bapak ‘berikan’ padaku, pada Bapak-pada keluarganya, sebisa mungkin aku tidak mau sampai menolak apapun. Terlebih untuk undangan ini, untuk mendoakan Bapak bersama. Saat itu aku belum bisa menjawab dengan pasti, karena berdekatan dengan jadwalku untuk pergi ke Belanda yang belum jelas.

16 hari berlalu setelah Bu Siska mengirimkan undangan itu dan aku sudah mengatur jadwal, alhamdulillah aku masih punya waktu untuk datang ke Bekasi. Aku segera mengirim pesan pada Bu Siska bahwa aku insyallah bisa hadir pada acara itu.. Bu Siska senang, aku juga senang. Tidak selesai sampai sana, Bu Siska bahkan memberikanku ‘tiket’ pulang-pergi untuk ke sana. Hal seperti Ini selalu keluarga Bapak-Bu Siska berikan setiap kali aku berkunjung ke rumahnya. Aku tentu merasa malu, ternyata bocah yang sudah lewat cukup berumur ini, masih belum bisa dibanggakan, masih saja merepotkan..

-

Acara 40 harian Bapak dilaksanakan tanggal 11 Mei. Aku berangkat sehari sebelumnya dengan pertimbangan waktu istirahat dan aku bermaksud untuk bantu-bantu apa saja untuk acara ini. Aku alhamdulillah jarang sakit, karena kalau kuli sakit bisa merepotkan, banyak kerjaan yang ketinggalan. Diperjalanan kali ini aku malah tiba-tiba batuk parah, tapi alhamdulillah masih bisa diredakan obat-obatan.

Sampai di Bekasi pada Tengah malam. Tapi gara-gara batuk itu aku malah istirahat hampir seharian, jadinya aku malah tidak membantu apapun. Jadi tambah malu pada Ibu..

-

Makan siang di hari itu aku bertemu dengan putranya Bapa, Mas Kafka. Rasanya aku dan mas Kafka hanya pernah bertemu sekali saat acara acara 70 Tahun Noorca-Yudhistira Massardi di Galeri Indonesia Kaya pada Februari lalu. Selain itu kami jarang bertemu saat aku ngunjungi Bapak, karena Mas Kafka biasanya memang tidak tinggal di rumah Bersama Bapak. Tapi kukira Bapak pernah menceritakan tentangku pada Mas Kafka, jadi kami mengobrol ringan setelah makan. Lalu kami membereskan kursi-kursi untuk tamu undangan..

-


Sore hari tamu-tamu mulai berdatangan. Keluarga, teman-teman kolega, seniman-seniman, tokoh-tokoh nasional, jurnalis-jurnalis senior, dan orang-orang besar lainnya mulai memenuhi tempat acara pengajian. Setelah punya banyak perjalanan dengan Bapak aku sudah tidak kaget dengan pertemuan semacam ini.. Salah satu kebaikan Bapak padaku adalah aku juga selalu dikenalkan pada teman-temannya yang semuanya bukan orang sembarangan.


Pada semua tamu yang datang, yang pertama kulihat datang adalah Pa Noorca Bersama istrinya Bu Rayni. Bertemu Pa Noorca, kakak kembarnya Bapak, aku jadi terdiam melihatnya agak lama.. Pa Noorca memang terlihat begitu mirip Bapak.. Aku tidak begitu mengenal Pa Noorca, paling melihat beliau di acara-acara televisi saja. Selain itu sama dengan Mas Kafka, kami mungkin hanya pernah bertemu sekali saat di GIK. Tapi aku memberanikan diri untuk menyapa-menyalaminya lebih dulu. “Kamu akan bernyanyi lagi hari ini..?”, ucap Pa Noorca padaku saat aku menyapa beliau. Sontak aku menggelengkan kepala, dan dengan keadaan ini tentu kujawab tidak. Pa Noorca hanya tersenyum, lalu menyapa tamu-tamu yang lain.


Aku juga bertemu beberapa orang yang kukenal. Mbak Wita Maharajo, Renny Djajoesman. Sahabat-sahabat Bapak dari dulu saat di teater Bulungan yang juga menjadi personil safari sastra Bapak. Mas Carry Nadeak yang mengorganisir acara 70 tahun Bapak, Rita Sri Hastuti, Uki Bayu Sedjati dan banyak lainnya.. Alhamdulillah, acara pengajian ini juga menjadi sarana silaturahmi.. Kebaikan yang lain lagi.


Acara 40 harian dimulai. Dipandu Mas Adlil Umarat, koleganya Ibu di sekolah Batutis. ”Duduk di sini bungsunya Yudhis..”, ujar Pa Noorca Padaku. Aku jadi duduk di samping Pa Noorca. Tiba-tiba aku berlinang.. Ingat ke Bapak.. Karena selama perjalanan dengan Bapak aku memang selalu disampingnya, harus siap dengan keperluan Bapak..

Pengajian di depan rumah Bapak penuh. Semua mendoakan Bapak dengan khusyuk.. Setelah pengajian selesai, ada pembacaan puisi yang ditulis Pa Noorca untuk mendiang adik kembarnya.. Kami para undangan yang hadir yang memiliki kedekatan khusus dengan Bapak begitu merasakan pembacaan puisinya..


Puisi yang ditulis dan dibacakan Pa Noorca pada hari itu..

-


Berlanjut ke sesi berbagi cerita tentang kesan Bersama Yudhistira. Beberapa yang disebut namanya berdiri bergiliran membagikan ceritanya. Termasuk aku..

Saat itu sebenarnya sangat sulit untuk menceritakan tentang Bapak dengan singkat karena mesti berbagi waktu. Untukku, tentang Bapak itu terlalu banyak-terlalu besar.. Dengan dipertemukan lalu ‘dipungut’ Bapak dari daerah pinggiran, aku banyak sekali mendapatkan-diperlihatkan hal-hal besar hal-hal yang sebelumnya tidak pernah terpikir bahwa aku bisa melakukan-merasakannya.. Bagaimanapun tidak pernah terbayangkan, sama sekali tidak pernah. Tapi barangkali memang Allah selalu punya rencana dan itu diluar kekuasaan hambanya, nama besar Bapak yang dulu saat aku remaja hanya kubaca dari buku, ternyata tiba-tiba aku bisa membersamainya pada alur waktu. Salah satu cita-cita yang tercapai itu datang padaku tanpa rambu.


Aku sudah merasa bahwa Bapak memang seperti seorang ayah buatku. Di hari-hari biasa bahkan Bapak sering mengirimkan pesan hanya untuk menanyakan kabar ringan. Apa yang dilakukan, apa yang sedang dilakukan, apa yang direncanakan.. Sering juga menanyakan “Lagu ada yang baru nggak ?”, karena Bapak selalu minta gubahan musikalisasi puisinya yang baru untuk setiap perjalanan safarinya (yang dalam setahun kadang aku hanya bisa bikin satu).

Bapak yang tahu keadaanku yang ‘sebenarnya’ kadang sampai menanyakan apakah aku masih punya uang jajan.., mungkin Bapak khawatir denganku, berbeda dengan putera-puteri kandungnya yang prestise dan membanggakan, ‘anaknya yang lain’ ini belum bisa menjalani hidup dengan ‘benar’.. Perhatian dari Bapak semacam ini, aku merindukannya sekarang..

-


Penghujung acara, Bu Siska membagikan benda-benda kesayangan yang dimiliki Bapak saat njeneng kepada beberapa orang yang dekat dengan Bapak. Lagi-lagi, aku salah satunya..

 


Aku mendapat baju-baju outer Bapak.. Baju-baju yang Bapak gunakan saat perform saat safari sastra.. Salah satunya, adalah baju yang digunakan Bapak terakhir kalinya pada acara 70 tahun. Membaca ‘surat kecil’ yang tertera pada pemberian itu, bicaraku jadi diselingi isak, pipiku sudah basah.. Sejujurnya ini terlalu berat untuk kupakai. Baju-baju itu adalah penanda kekaryaan Bapa yang besar yang digariskan pada masa.. Tapi ini harus bermanfaat.. Dulu Kyaiku bilang untuk sebisa mungkin memberikan kebermanfaatan pada semua dengan apa yang aku bisa. Dan semoga ini menjadi amal jariyah untuk Bapak.. Mengingat ada tiga amal yang tidak akan pernah putus meski seseorang sudah wafat, pertama Jariyah, kedua ilmu yang bermanfaat, dua-duanya sudah Bapak berikan banyak padaku dan aku yakin juga pada banyak orang. Lalu yang ketiga do’a anak shaleh yang selalu mendoakan.. Aku barangkali bukan anak sholeh Pak.. Tapi insyallah aku akan mendoakan Bapak terus..

-


Sebelum acara ramah tamah, rangkaian acara ditutup prakata oleh putera sulungnya Bapak, Iga Massardi. Semua orang memanggilnya mas Iga. Mungkin hanya aku yang memanggilnya Aa. Setelah acara selesai, kami juga mengobrol. Mengetahui aku hendak pergi ke Belanda, A Iga menanyakan apakah persiapannya sudah semua.. Apa yang belum, jangan sampai ada yang kelupaan, sampai hal-hal remeh seputar perjalanan ke luar negeri yang akan fatal jika terlewat.. Aku seperti diingatkan oleh seorang kakak.

-



Aku sedih tapi juga berbahagia. Malam itu banyak cerita yang dituturkan.. Bapa sebagai seniman, guru, teman, bahkan ayah untuk banyak orang, dan semuanya baik.. Betapa Bapa punya banyak tempat di hati orang-orang.. Banyak yang sayang dan doakan bapa, dari dekat sampai kejauhan..

 

Aku juga sangat bersyukur aku bisa membersamai Bapak di lima tahun terakhirnya.. Dan seperti yang dituliskan adikku yang mengetahui semua yang Bapak lakukan untukku, bahwa Bapak adalah keberhargaan bagiku, bagi keluargaku..

 

Hari akan menurunkan hujan

Basuhlah jiwamu dengan riang

Sambutlah siang yang akan datang

Dengan Pelangi di rentang tangan

 

2020

 

-Penggalan puisi yang “Lagu Awan”, Yudhistira ANM Massardi

 


Diantara anak-anak Bapak.

Pak.. Aku, anak bungsu ‘pungut’-mu.

Baju-baju, tidak, kukira semua hal baik yang kudapat dari Bapak, aku akan menggunakannya.. Seperti permintaan Bapak, aku akan mencoba terus bernyanyi lagi, untuk memberikan lebih banyak kebahagiaan-kebermanfaatan buat orang-orang..

 

Terimakasih Bapak dan keluarga sudah kenan ‘menerima’, menyayangiku, membawaku sejauh ini..

 

لَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

 

 

2024


0 comments:

Posting Komentar