Excerpt from the other sight Time has wonderful way of showing us what really matters

Rabu, 31 Mei 2023

Menghabiskan Mei : Insinyur yang menjual diri.

Sejak tanggal 2 bahkan sampai 31 aku tidak berhenti 'keluar'. Ada saja yang mesti dikerjakan. Bulan kelahiran yang sangat sibuk dari sebelum-sebelumnya. Gara-gara kegiatan ekstra seperti ini sebenarnya banyak juga 'kewajiban' yang kutinggalkan. Beberapa waktu dari itu jadi Istidraj yang sadar dilakukan. Sial, manajemen diri yang masih buruk bahkan diusia dua sembilan.
 
Seminggu menghabiskan sisa bulan, aku sampai tidak sempat menghimpun catatan-catatan. Sebenarnya aku tidak merasa keberatan dengan hal ini. Pekerjaan yang kusukai dari segi esensi seperti ini masih bisa diselesaikan meski sambil mengeluh. Dibalik kelancaran hari-hari terakhir ini aku banyak dibantu dan merepotkan banyak orang. Jadi.. Aku ingin meminta maaf dan berterimakasih untuk itu.


Jum'at, 26 Mei. Yayi bagi tugas denganku untuk menjemput, menyambut dan mengantarkan Ganjar. Ini teman dekatku sedari SMA sampai sekarang. Saat ini Yayi sedang berjuang untuk gelar magister, dan Ganjar untuk gelar doktoral. Mata mereka masih memiliki binar harapan merdu untukku yang mesti berhenti melangkah dulu. Yah.. Ada perjalanan yang bukan milikku. Sehat-sehat kalian.. Semoga studinya lancar, sampai bertemu lagi lain waktu !


Menuju siang, aku mesti mengurusi dokumen-dokumen yang diperlukan teman-teman yang hendak mengikuti kompetisi. Selain itu Aku dan Rijal mesti membuat clapper board untuk memudahkan pengolahan gambar pasca syuting secara kronologi saat editing. Membuatnya dari kayu dan triplek yang ada di ruangan kerjaku, tidak jelek-jelek juga haha.


Mendapat kabar dari Ande, ini anaknya almarhum mang Engkus yang sedang menempuh pendidikan di UIN Yogya, tugas yang berhubungan dengan antropologi-kebudayaan tentang tradisi Sawér Sunda-nya sudah selesai. Framing sosial yang tiba-tiba terbentuk, kadang-kadang aku harus memenuhi pengharapan-permintaan-permintaan sebagai narasumber begini, padahal keilmuanku tidak mumpun di bagian ini. Tapi yah.. Yang penting aku bisa memberi kebermanfaatan untuk siapapun.

Video wawancara bisa diakses pada tautan ini, barangkali ada yang membutuhkan, atau ada yang mesti dikoreksi.


Kegiatanku selalu berjalan sampai lewat malam. Malam sabtu ini Frendy dan Jimmy mengunjungiku di studio. Temanku dari Wanakumbara, Garut. Mereka mampir untuk istirahat menginap di saung sebelum melanjutkan perjalanan mereka ke Temanggung-Jawa Timur, sebenarnya aku mesti jadi bagian dari perjalanan ini, tapi dengan waktu yang sekarang agaknya tidak memungkinkan untukku. Kami sudah lama tidak bertemu, berniat istirahat lebih awal, lagi-lagi tidak ! Haha

Sabtu, 27 Mei. Kami baru mendapat dana untuk rental kamera. Menggunakan KTP nya Ijal sebagai jaminannya, aku mesti membantu membuat film pendek untuk teman-teman yang lomba. Meskipun menyukai film, bagaimanapun aku bukan yang faham bagaimana cara pengambilan gambar yang benar, mengoperasikan kamera untuk footage video saja tidak pernah kulakukan sebelumnya. Mau tidak mau jadi 'ngararaba'. Syuting hari pertama dengan latar sekolah. Aku juga jadi mesti mencoba belajar software pengolah video di komputer yang entah bagaimana.

Minggu, 28 Mei. Melanjutkan syuting hari kedua. Dengan dua setting yang berbeda. Scene pertama kami ambil di pesantren sedari pagi menuju siang. Cuaca alum. Langit terus saja berwarna abu.


Disela-sela syuting aku diberi dokumen musik edukasi oleh Pa Andri seorang guru Sosiologi. "Barangkali perlu..", ujarnya..


Siang menuju sore, scene kedua kami ambil di kompleks pemerintahan kabupaten tasik. Kami harus mengambil latar sarana publik dan adegan nostalgia. Ini menyenangkan karena kami harus mengolo anak bungsu nya pa asep sebagai aktornya haha..

Latihan masih berlanjut sampai malam seperti biasa. 
Kami masih mesti menemani latihan Monolog, baca puisi dan tari.

Senin, 29 Mei. Sudah kuduga akan jadi hari yang lebih padat. Mengambil gambar dengan scene terakhir dengan bantuan Pa Iqbal sebagai aktor adisional. Selesai mengambil semua footage gambar kami mesti menunggu 'pinjaman' laptop sekolah. Karena kami mesti mengolahnya di laptop yang proper speknya.

Memasuki ashar sampai tengah malam, kami mulai membagi tugas. Aku mengedit video. Rijal dan Wawan mengambil rekaman suara untuk monolog. Pa Asep melatih baca puisi. Nadia melatih tari. 

Ruangan kerja ku sudah berantakan sekali dan tidak pernah seramai kali ini. Itu artinya aku punya waktu ekstra untuk membereskannya setiap selesai kegiatan waktu-waktu ini.. Yah tidak apa-apa..

Selasa, 30 Mei. Semua garapan dalam tahap aman. Pa Asep memberhentikan latihan sebagai breaktime. Teman-teman peserta lomba dipersiapkan untuk keberangkatan ke tempat lomba sore hari. Aku, rijal dan wawan ? Masih mesti membuat properti untuk tari.

Rabu, 31 Mei. Kami sudah di Manonjaya untuk perlombaan. Aku jadi banyak bertemu dengan seniman-seniman yang kukenal dari masa-masa pencarian, kg. Amang, Pa Wildan, Om Ade Darlin, Rizki Arbianto, Eot, dan lainnya. Tidak ketinggalan sutradaraku teh Erni Agustin Rahayu juga teh Dini teman nyantri 'tari'-ku di Ciamis, sama-sama murid Teh Neng Rachmayati Nilakusumah dengan angkatan yang berbeda. Hari ini benar-benar tidak konsen komunikasi, karena kami bulak-balik mengecek teman-teman yang ikut berlomba.

Sedari pagi sampai petang. Dari 7 mata lomba yang kami ambil, teman-teman kami membawa beberapa 'kesempatan' kemenangan. Azka Ahmad Maula - Juara 1 baca puisi, Annisa Nur Camille -  juara 2 monolog, Wahyuni - juara harapan 1 tari, dan Alice - juara harapan 2 komik digital. Aku sebenarnya sudah kurang desire dengan 'seni' yang dikompetisi seperti ini. Apa ya.. Buatku seperti beda katarsis saja.. Tapi  mengingat efeknya adalah psikologi-motivasi teman-teman yang ikut serta, ini kiranya penting juga buat mereka. Aku bisa melihat dengan jelas cahaya di wajah mereka, dan penasaran menerka cahaya ini akan seberapa bertahan lama.

Bagian yang kurang menyenangkan dari kegiatan ini, Aku mesti bertarung dan berkenaan dengan para lulusan pendidik seni yang 'asli' yang kadang merasa superior. Aku sebenarnya tidak peduli juga. Tapi isi kepala mereka memang semua luar biasa, apalah aku ini yang anak kemarin sore haha. Makanya aku tidak terlalu ambil bagian di 'perkumpulan' itu. Jikapun iya dipandang sebelah mata, mereka tidak salah-salah juga. Karena aku yang salah telah berada di tempat yang tidak seharusnya. Melakukan ini, hanya sebagai bentuk 'bakti'.

Aku masih punya keinginan untuk sekolah lagi, pada keilmuan yang kuinginkan. Tidak sekarang, nanti, setelah nanti atau bahkan mungkin tidak akan terjadi.

Sudah lama sekali sadar salah jalan. Aku tidak punya pilihan selain menjual diri pada kehidupan. Menggadaikan cita-cita begini.. Kiranya peranku sekarang cukup hanya 'mengantarkan' para muda ini saja.. Dan Aku cukup senang dengan itu. Syaratku 'kembali' ke tempat 'ini'  hanya untuk mengajar kepada Alm. Bapa dulu itu Aku sendiri yang melanggarnya. Sebenarnya bukan tanggung jawabku sama sekali.. Hanya karena ada yang bisa dilakukan didepan mata dan aku memiliki waktu untuk itu.. Mau bagaimana lagi.

Nah, Aku masih punya banyak Pe-er. Rencananya lusa aku harus ke Bandung untuk screening film Batik Sukapura. Selain itu harus melukis untuk keperluan cover novel-nya Jojo. Aku mau istirahat dulu untuk sementara hari ini.. 

Selamat memasuki bulan Juni. Waktu yang terlalu sibuk. Aku mau nulis yang ringan-ringan lagi.. Menggambar kecil atau membuat musik yang mudah didengar telinga saja kalau bisa.

Sebagai bonus penutup, kali ini kukasih tulisan yang kudapat dari satu pertemuan di kegiatan ini deh hehe.

Di Manonjaya

Kami hanya mengangguk. Tanpa berbicara
Sesekali saling tersenyum. Memecah suasana
Di bawah lembayung mega. Sepasang mata bertemu
Yang hanya akan jadi makna. Dipudar syair waktu

Berjudul saling lupa
Seperti dulu. Seseorang pernah perdengarkan kepadaku

2023






Kamis, 25 Mei 2023

Daily God's offer #4 : There's things I haven't finished yet

Rabu, 24 Mei. Cuaca sudah lumayan bagus hari ini. Beres-beres sedikit di Suryashvara, memasang kembali karpet setelah aku benahi dulu karena beberapa waktu kemarin kadang-kadang air hujan tempias dan atapnya beberapa bocor, jadi karpetnya kadang bisa sama-sama kebasahan. Selain itu jadwalku hari ini agak siang. Menunggu tamu datang mengembalikan bow cadangan set biolaku karena aku memerlukan sesuatu di dalam case nya dan ternyata sama-sama hilang. Akhirnya aktivitasku 'di luar' dimulai pukul 10 siang.

Setelah Kalyani jajan shoulder-rest, bass yang belum kunamai ini juga sama-sama rengek minta jajan. Bulan ini aku boros sekali. Untungnya biaya kosan saung, kuota handphone, bulanan ibu, dan jatah 'kosmetik' sudah selesai. Masih ada sedikit, tapi harus jaga-jaga kalau si adik yang di Bandung 'menyerang'.

Menghabiskan sampai petang membantu Pa Rais untuk kerjaan 'panggung hiburan' terakhir bulan ini. Aku dibawakan kado watercolor paper oleh Firmansjah Imong. Kebetulan sekali aku memang sedang membutuhkan ini untuk pembuatan cover bukunya Jojo.

Bersama Pa Rais, ditutup do'a dan makan bersama untuk kelancaran kegiatan esok hari.

Tapi buatku hari ini belum selesai. Karena harus kembali menggarap latihan monolog dan baca puisi bersama pa Asep. Energi kami sudah mulai pudar, tapi kami harus memanfaatkan waktu yang semakin sempit ini.

22.07, latihan diberhentikan karena teman-teman lain mesti kembali ke asrama. Tapi buat kami yang orang 'luar' masih perlu diskusi naskah monolog yang mesti direvisi sebagian karena terlalu panjang dan riskan lebih dari durasi yang ditentukan ketika dibawakan. Sekitar satu jam barulah kami bubar, aku mengantar pa Asep pulang ke rumahnya.

Diperjalanan pulang, perutku 'kekerebekan', akhirnya tergoda harum bakso di alun-alun Singaparna, aku jarang melewati jalan ini karena terlalu ramai buatku. Tengah malam begini saat jalanan aku baru selesai kegiatan, tapi abang-abang ini baru memulai kehidupan.

-

Kamis, 25 Mei. Rasanya sejak awal bulan aku memang tidak pernah memiliki jadwal tidur yang awalan, lalu bangun kepagian. Tidak bisa ditawar, karena beginilah seorang serabutan hehe. Pukul 7 pagi aku sudah pergi ke SMK As-Sabiq. Padahal aku yakin maen pasti siang. Yah.. Kami perlu set-up dengan segala kemungkinan. Set ansambel pertunjukkan tradisi begini memang perlu persiapan. Apalagi kadang aku diminta untuk bantu-bantu make-up para penari. Sebenernya aku agak 'giung' juga nggarap hal begini karena relatif repetitif. Tapi audiens selalu berbeda. Dan aku selalu senang jika melihat senyum-senyum timbul di wajah mereka.

Setelah semua all-set kami berpose sebelum pertunjukkan dimulai. Kesenian seperti ini, zaman ini, sebenarnya sudah agak kurang esensinya menurutku. Bentuknya banyak berubah. Kalau bicara soal paten tradisi, salah-salah bisa juga sampai menyalahi. Tapi yah.. Waktu terus juga berjalan.. Kesenian mau tidak mau harus ikut dinamis mengikuti arah. Buatku sih paing tidak remaja-remaja ini pernah mengalami dan mengambil  peran pelestari. Aku agak muak. Kesenian begini kadang dipandang remeh. Padahal prosesnya tidak bisa seringan ucap celoteh.


Di sekolah ini aku bertemu dengan Ibu Hj. Dadah dan Pa Teteng. Bu Hj. Dadah adalah ibu dari sahabatku semasa SD, juga teman sekelas SMA bapakku dulu. Lalu Pa Teteng ini adalah guruku sewaktu Aliyah. Guru matematik paling kocak nyentrik. Meski yaa kadang rada-rada hehe. Tapi bagaimanapun mereka adalah keluarga cendikia. Semua familinya begitu cerdas dan ramah perangainya.

Ini Cép Faz, putranya bu Hj. Dadah. Sobat sebangku semasa SD dulu. Foto ini diambil tahun 2018 saat kami kebetulan bertemu untuk makan siang saat sama-sama sedang di kota sebrang.

Nah, kegiatan kami di sana selesai hampir setengah dua siang. Aku memillih istirahat sebentar karena masih ada letih sisa begadang. Ditunggu kegiatan selanjutnya, sore hari aku berangkat kembali ke sanggar untuk latihan-latihan.

Tapi sebelum itu aku menyiram dulu tanaman-tanaman. Hari ini terasa panas sekali. Daun-daun di taman Thufailée juga terlihat layu. Bunga-bunga kertas semakin bermekaran berwarna 'koneas'. Aku sangat menyukai mereka saat seperti ini.. Tanaman endemik Amerika Selatan ini sudah banyak ditanam di Asia sejak lama. Bunganya yang tipislah yang menyebabkan ia bernama bunga kertas. Kecantikan yang rapuh. Ia mesti dijaga dengan utuh..

Dari tanahnya berasal, Bougenville memiliki makna kasih sayang. Tapi di adat jawa maknanya berbeda. Konon bunga ini memiliki sifat satrio wirang yang artinya bunga tersebut akan mendatangkan dampak buruk bagi pemilik rumah atau dengan kata lain, akan mendatangkan malu bagi pemilik rumah. Selain itu, jika menanam bunga ini di depan rumah, maka dipercaya bahwa laki-laki yang tinggal di rumah tersebut tidak akan betah di rumah. Sedangkan bagi perempuan yang ada di sana akan sulit untuk mendapatkan jodoh. Benarkah ?, Tidak juga. Aku malah bisa berlama-lama bahkan hanya untuk memandanginya. Yah.. Namanya juga konon katanya.

Kami mengambil jeda latihan menjelang adzan Maghrib. Langit pergantian selalu indah. Berselimut awan, darisini terlihat puncak Galunggung dari kejauhan.

Latihan monolog dan baca puisi dilanjut setelah maghrib. Azka dan Annisa bergiliran. Sampai latihan diistirahatkan sementara pukul 22.00 pm. Persiapan yang agak padat, karenan kami hanya punya 6 hari terisa sampai semua lomba dapat dilihat.

Evaluasi. Wawan Grand Kurniawan dan Rizal Dzikri sebagai alumni sanggar masih sering membantu kami.. Aku dan Pa Asep minggu-minggu ini sangat sibuk. Dan merekalah yang bisa diandalkan. Kami masih banyak kekurangan sampai hari ini.

22.30, Aku pulang karena besok shubuh mesti menjemput Ganjar ke stasiun Tasik. Ganjar temanku dari masa SMA yang sedang libur kuliah doktoral di UIN Malang.



Selasa, 23 Mei 2023

Mom visited by Cirebon Poet

Lomba Baca Puisi diksatrasia UNSIL 2011. Sebenarnya aku mengunjungi acara ini untuk melarikan diri dari kehidupan perkuliahanku yang membosankan. Dari seratus lebih peserta, laki-laki ini adalah salah satunya. Barangkali puisilah mempertemukan kami. Faizal Maulana Sunnu, penyair Cirebon ini akrab dipanggi Sunnu. Sebenarnya Aku lupa bagaimana kita tiba-tiba duduk melingkar di gedung mandala. Saat itu yang kuingat ada Arinda Risa Kamal, AD. Rusmianto, lalu Sunnu dan dua temannya. Tertahan hujan sampai sore hari bagi kita tidak masalah sama sekali, percakapan perkenalan diseling petir yang bersahutan. 

Sejak dari itu kami intens berkomunikasi karena sama-sama tertarik pada puisi, yah meski dia lebih pro masalah ini. Puisinya kerap dipublish oleh media-media cetak dan online, bahkan sampai sekarang. Belakangan dia 'berkecambah' ke dunia fotografi, sampai akhirnya bertemu dengan istrinya, menikah dan memiliki seorang putri dari 'pencariannya' di dunia itu. Tidak banyak teman-teman yang 'berhasil' dekat dan 'menerima' ku, aku memang seorang yang menyebalkan, dari itu Ibuku menghargai kesulitan itu dengan menganggapnya sebagai 'anak-anaknya' yang lain. Kami kadang saling mengunjungi, aku ke Cirebon atau Sunnu ke Tasik, berkunjung jika sedang ada acara kesenian di Tasik ataupun sedang libur bekerja. 2019 sebenarnya kami sama-sama tinggal di Bandung, tapi tidak pernah bertemu, Sunnu mengujarkan sedang berkontemplasi. Buatku tidak masalah, karena untuk 'jenis' seperti dia memang kadang memiliki masa itu. Dari sejak itu, Aku tidak lagi meremehkan kekuatan tulisan. Karena beberapa dari yang kita ucap-tuliskan bisa jadi keabadian.

Seperti hari ini, dia berkunjung ke rumah dengan alasan 'ngaso', mengisi waktu jeda bekerja sekalian mengantar istrinya dari Cileunyi ke sekolah sebagai pengajar di SMA Al-Ma'soem Rancaekek Bandung, ke Tasik, agak keterlaluan memang, haha.

Kunjungannya kali ini kubawa ke tempat aku biasa bekerja dua tahun ini. Karena aku mendengar ada kabar-kabar 'permulaan' tempat ini mesti ditiadakan di tahun depan. Jadi jika suatu saat waktu itu memang datang minimal aku sempat membawanya kesini. Tempat ini begitu istimewa sebenarnya buatku. Sebagai salah satu 'warisan' dari Bapa yang suatu saat akan diambil alih kembali oleh 'penguasa' karena aku bukan teges 'ahli warisnya', tempat ini banyak sekali membantuku. Tempatku saling berbagi, belajar-mengajar, eksplorasi, kreasi, meditasi, menerima tamu-tamu, dan 'saling mendengarkan'. Ini seperti gerejaku sendiri.

Aku bahkan punya halaman yang ku isi dengan tanaman-tanaman. Kami sarapan Burrito. Ini Tasik tapi kami berasa di Washington, pagi-pagi sudah sarapan junkfood haha. buat seukuran orang pas-pasan begini aku jadi keliatan sombong xixi. Tapi yaah sekali-kali, ada tamu pula kan.

Pertemuan dengannya ini sangat singkat. Sunnu sampai kesini pukul 9 dan mesti kembali ke Bandung pukul 2 siang karena mesti menjalankan kembali 'tugas keluarga'. Kami membicarakan banyak hal dari yang remeh temeh, cinta, kekaryaan sampai hal-hal berat seperti filsafat. Sadar kami hanya punya waktu sedikit kami membuat pertemuan ini 'agak' padat.

Menelpon orang 'ketiga' diantara persahabatan-persaudaraan kami, Ayu Alfiah Yonas. Jadi dulu kami selalu bertiga pada masa-masa pencarian. Seorang fine-writer ini juga tidak kalah hebat. Tapi kali ini tidak bisa berkumpul bersama karena rencana kunjungan ini datang dengan tiba-tiba. Saat ini Jojo juga tengah progres editing naskah novelnya yang pengerjaan covernya diserahkan padaku (yang mana aku selalu ragu ngerjain beginian, selalu tidak percaya diri oy. Dan lumayan ada pencerahan setelah ngobrol sama Sunnu). Menelpon Jojo, aku sempat menangis. Karena awal telpon Jojo sudah menawarkan tangisan. Ini tidak menyenangkan sebenarnya hehe. Tapi tangis kerinduan ini juga merdu. Kami akhirnya merencanakan pertemuan lain dilain waktu. Ini akan sulit dikeadaan sekarang, tapi semoga dapat kami usahakan.

Di tempatku biasa bekerja ini kebetulan sedang membersamai teman-teman yang sedang mempersiapkan diri mengikuti beberapa cabang lomba seni. Salah satunya baca puisi, akhirnya sekalian kutodong saja Sunnu untuk berbagi. Karena aku tak pandai soal beginian, Azka dan instrukturnya Rizal Dzikri dapat kesempatan belajar dari ahlinya ! Dan itu menutup pertemuan kami kali ini.

Aku jadi buka-buka lagi foto pertemuan kami ditahun-tahun sebelumnya, ini dari 2012, 2013 dan 2018 akhir. Interface ku dulu memang agak jijay sih hehe yah.. Pencarian.

Aku juga menemukan foto Ibu dan Sunnu dulu tahun 2015. Dia tidak sebesar sekarang

-

14.07, aku berangkat ke Kota, karena mesti membeli shoulder-rest Biola. Panggungku terakhir bersama Kalyani memang agak teledor saat selesai pertunjukkan. Aku tidak membereskannya dengan benar, shoulder-rest ku hilang saat itu. Akhirnya jadi jajan.

Aku pergi ke MM Music Store di jl. Nagarawangi, tapi toko ini memang tidak punya segmen khusus untuk alat musik gesek. Jadi aku cuma dapat shoulder-rest yang buatku 'sementara' saja. Yah harganya lumayan bisa dikompromikan sih, daripada pegal karena tidak punya bahu 'lain' untuk bersandar 😢 haha.

Sore masih terang, jadi sebelum pulang aku mengunjungi Bu Suster Uchi, teman rasa tanteu yang sama-sama ikut proses di film Batik Sukapura. Aku pergi ke Naw-naw cafe jl. Dewi Sartika. Disana ada A Ochim (suaminya suster Uchi) dan A Ebih. Akhirnya kami ngobrol lama juga disini. Agak lama juga sejak kami bertemu di pemutaran film Batik Sukapura di GCC bulan Februari lalu, kami jadi ngobrol waktu-waktu jeda kami tidak bertemu, progres proses kreatif, nggosip yang penuh dosa haha, soal cinta, sampai urban horror legend. Tempat ini memang selalu memancing oborolan-obrolan menyenangkan hehe.

Lewat petang aku memutuskan pulang, karena mesti istirahat, esok hari aku masih punya beberapa kegiatan.

Senin, 22 Mei 2023

These two days

Malam minggu terjebak di sekolah. Gerbang dikunci padahal belum lewat jam 10. Tidak biasanya. Akhirnya menginap bersama temanku yang sama-sama terjebak. Bangun pagi yang tidak kesiangan meski hari libur, kami jadi bisa punya waktu untuk menikmati teh bersama. Aku pilih teh lokal, dan dia pilih teh dari india hadiah dari bu Rosemarie. Setelahnya aku memilih pulang setelah temanku itu ada yang 'menemaninya'.

Minggu, 21 Mei. Sesuai yang direncanakan hari itu, aku menulis catatan kecil sebagai obituari untuk almarhum sahabatku Desy Silvia. Aku tidak begitu suka hari-hari setelah ditinggalkan seperti hari ini sebenarnya.. Tapi ada yang mesti dilakukan, kehidupan kami sebagai yang ditinggalkan mesti tetap dilanjutkan. 

Di rumah aku dikomplen oleh ibu dan bapa. Karena menulis dengan bahasa inggris, 'teu ngarti' cenah. Mereka kerap mengecek postingan-postingan whatsapp atau facebook-ku. Padahal aku ingin sembari kembali belajar. Setelah tidak punya kehidupan di Bandung sesering dulu aku jarang menggunakannya. Menggunakannya disini juga kadang disebut balaga. Letah sunda so soan ngomong bahasa Inggris, sering juga aku dapat obrolan itu. Padahal basa sundaku juga tidak jelas, baik undak-unduk basa nya apalagi aksennya. Kadang ada yang bilang aksen manado atau jawa, nga ngerti juga aku haha.  Aku sih cuma takut seperti aku kehilangan bahasa jerman dan russia ku gara-gara kembali kesini. Yah setelah ini mungkin aku akan menulis campur-campur bahasa saja sebagai jalan tengahnya.

Mei masih menjadi bulan yang sibuk. Bahkan sampai akhir bulan ini. Aku sempat heran bagaimana Pa Asep dan yang lainnya bisa memanage stamina tubuhnya bisa tetap konsisten dengan ini. Aku kerap merasa lunglai, padahal rasanya dulu aku bisa lebih kuat dari ini.

Malam senin, Firmansjah 'Imong' berkunjung tiba-tiba ke saung. Kebetulan dia sedang hari libur bekerja dan dia mengatakan tidak tahu harus kemana atau melakukan apa haha. Akhirnya kita mengobrol sampai hampir larut, sampai aku terhenti karena Fahmi juga datang untuk bertemu sebelum dia pulang ke rumahnya meninggalkan Cipasung setelah tiga tahun. Malam panjang.

Senin, 22 Mei. Bangun tanpa kesiangan, aku sudah bersiap untuk hari ini sejak pagi. Tapi hari terasa berbeda karena kembali menjadi seperti biasa. Aku menghabiskannya dengan mengajar-belajar dasar-dasar tari bersama anak anak di sekolah sedari pagi sampai lewat tengah hari. Dan memang melelahkan.

Sepulangnya aku membelikan Uwa jus apel dan makan siang. Lalu bercengkrama sedikit setelah 'kutinggalkan sementara' gara-gara kesibukan ini. Uwa bercerita dikunjungi Pa Amang Syarifudin, muridnya dulu di SMA yang telah menjadi anggoda DPD RI. Barangkali salah satu kebahagiaan seorang guru adalah melihat dan dikunjungi murid-muridnya yang mendapat kehidupan lebih baik. Tapi kadang-kadang ini agak klise juga. Sebuah lembaga kadang hanya melirik alumni yang prestisius, secara 'posisi' dan 'finansial'. Sedangkan yang 'belum' kadang tidak, bahkan hanya untuk sekedar dilirik saja. Ini menurutku kultur tidak sehat juga. Jalan hidup orang-orang tidak mesti semuanya sama karena keadaan juga berbeda-beda dan dengan ini harusnya kehidupan jadi lebih berwarna.

Aku senang memperhatikan orang-orang, sampai kadang tidak memperhatikan diri sendiri. Hal seperti ini yang jarang kutemukan dilakukan orang-orang 'future oriented'. Dan aku jelas bukan termasuk di dalamnya. Barangkali sebagian dari mereka mengatakan ini membuang waktu dengan sia-sia, yah meski sah-sah saja, mereka sudah memiliki prioritasnya masing-masing. Sadar kita tidak bisa menolong semua orang. Tapi tidak ada salahnya juga kita menyimpan mata pada seseorang yang memang 'ada' di sekitar kita. Aku mungkin tumbuh dengan cara hidup kebarat-baratan sebagian mengatakan liberal-plural-inklusif atau apalah, sudah lama aku merasa masa bodoh dengan itu selama itu tidak mengganggu orang-orang. Tapi sejak lama aku tetap memegang kalimat rahmatan lil 'alamin. Ini menguras tenaga, kebermanfaatan untuk sesama, tapi aku senang melakukannya hehe. Lha paling kalau sudah tidak mampu juga aku nanti bilang.. dan minimal ini hal yang baik yang kulakukan disela-sela kegiatan membenciku yang tidak berkurang.








Minggu, 21 Mei 2023

Desi Sylvia, a White eagle. An obituary

I'ts start from her's voyage
I have to go back to 2012 to talk about her. The first day we met, when I was an acute introvert. Because my college life wasn't fun. I forget what date it was, but it was when I often escaped to the studio where I learned traditional music from my teacher.

Ganjar was my friend who introduced me to her. At that time there were also Wina and Eki Yassin Fadhillah. They were all members of Wanakumbara, a community based in Garut, and they were going camping on Mount Galunggung at the time. We met and had coffee together at Oscar Mayer, a snack place that Ganjar and I often went to when we were free. With just one meeting, I already saw that Desi, who is familiarly called Dudus, is a person with high curiousity. For a woman, her 'journey' was more than I had ever done.

Dudus had a pharmacy education and worked in a pharmacy (at that time). Because of that, I always consulted to her about medicine. Not just about generic drugs, even about suggestions for tranquilizers when I started to get the thing called depression. But Dudus never gave it to me, rather he advised me to go for something better and more tolerable.


In addition, Dudus also has activities in the government as an ambassador for Genre Garut, I don't know what agency this is, but what is clear is that Dudus provides a lot of counseling related to medically and psychologically healthy families. She's really an educator. Even though she's still studying, working part-time, plus doing everything at the same time. What an amazing managerial skill.

Actually, I didn't have many trips or meetings with her, because I was based in Tasik and traveled a lot. Until finally I was 'persuaded' by Ganjar to move in to join the Wanakumbara community. From here, many things changed for me. I got to communicate with many people. Wanakumbara contains a variety of people, all of whom are intelligent and have different backgrounds. Of all the things here, one thing that was beyond my expectations was that I was easily accepted by them, even without introducing myself. How this is something I rarely find nowadays. And of the many of them, one of the ones I got close to was Dudus.

Wonder leader woman

Wanakumbara has a time of changing leaders and regeneration. Before Bayu Erlangga's leadership period, Dudus had become the leader of all of us in 2019-2020. Dudus, whose class name is Satkaratalaga, had a very good leadership period. Especially for me as an annoying member. Dudus knew I was a solitary person, didn't like crowds and didn't really like the atmosphere of communication in online media. So she understands that I rarely communicate in the online group. He would often call me directly if he had a need for me.

Wanakumbara's eighth cadre, aside from my devotion to the community, I probably attended because of Dudus request. I didn't help much in this community. For that reason, I took the time to pay in installments all of my many bad debts. The people here have helped me a lot. Dudus was very elegant during this activity. She wasn't good at getting angry or putting on a scary persona as a leader. But she managed to amaze us all with all his behavior during the cadre activities. The most epic moment for me was during the dissolution of the activity, she spoke to all of us during the ceremony under the rain. Dudus, is a leader I am proud of.

A high acceptance, her's favor

Wanakumbara's birthday. I was asked to do a semi-theatrical performance at this event. I communicated a lot with her at that time too, as we were facing some of the same problems.

Bringing the performing arts here also made me hesitate. I sometimes felt like I was changing the vision of this community. But Dudus convinced me of this. "A Eki, please be useful with what you can.", that's what Dudus said to me. That exactly what my teacher said longtime ago. From that I decided to do it, with performing arts entitled 'Darpa Esa Di Kamanunggalan', different but one in unity. Rian Mahendra was the chief organizer at that time. I felt relieved and happy that people could accept what I was showing them. I am very grateful to Linda Kania, Cici, Firmansjah for helping me. Also to A Oki who made me an amazing stage set. A few days later Eki Yassin and Dudus came to Suryashvara and stayed at my hut.

A same eyes to see

Dudus knows I love writing. From whatsapp statuses or facebook and instagram posts. And Dudus is also a writer. So we also often chat with this... She published her's book titled Metamorfosa, a collection of his short stories whose source of inspiration came from his travels with Wanakumbara. She transformed her realist experiences into a narrative-fiction style. Apart from being a friend who knows about some of her travels, I love reading her writings.

Eki Yassin got Dudus firs published book at Wanakumbara Anniversary as a gift. Everyone o us want to get hers book. Look at Eki Yassin expression, i can see joy on him.

Devotion for the Nation


In 2022, Dudus became the chosen one to serve in Papua. I actually didn't know what the mission of this assignment was. From what she told me, following her posts on social media, she did so many things. She had the courage to travel to the eastern tip of Indonesia.

I was happy to hear that. Because I'm sure she will have great experiences that she will write about later. And it was during this time that Dudus and I probably didn't communicate much. I got back to work, and did a lot of music tours. We were separated with our own activities...

Last meeting
April, 17. I didn't expect that this year's iftar together with wanakumbara would be my last meeting with Dudus. After almost two years of not seeing each other I met him. Dudus looked different when i got hers hands up. She was recovering from a long illness. And it's a shame that I didn't know that.

I filled the activity as usual with songs as entertainment with Hilman Varmatine and Ganjar. Dudus and I ended up chatting again... He told me he wanted to learn English, he wanted to go on another trip that required those skills... I gave him suggestions of good language learning places and tips to make it easier to learn about English. The event went well but too many people came so we only had a little time to greet each other.

---

April-May was a very busy time for me. Work was suddenly a lot. I didn't even know Dudus was back in the hospital because she was sick. I scrolled through the group chat history, Wanakumbara friends took turns accompanying Dudus at the hospital. I was going to make her a music video to encourage her... But I was too late. I'm always late. Dudus' condition fluctuated, stabilized, then dropped again.

Thursday, May 18, just when I was done with the frenetic celebrations at my workplace. At 11:10 pm, Dudus left us all, passed away at Slamet Hospital, Garut. My sadness was overwhelming.

-

Once, as my heart remembersAll the stars were fallen embersOnce, when night seemed foreverI was with you
Once, in the care of morningIn the air was all belongin'Once, when that day was dawningI was with you
How far we are from morningHow far we areAnd the stars shining through the darknessFalling in the air
Once, as the night was leavingInto us, our dreams were weavingOnce, all dreams were worth keepingI was with you
Once, when our hearts were singingI was with you

-
I declare that she was a good person. Rest in peace, my friend.. My sister.. Our white eagle of Wanakumbara Desi Sylvia, flew high..

I, and all of us, we do love you.