Seperti hanya sekelabat waktu
Menasbih langkah, jalan, rambu
Dan jembatan-jembatan. Disebrangi
Tanpa pegangan. Sampai di tempat ini
Lebih mudah menerima kebohongan yang tak bersudah
Daripada kejujuran yang disampaikan pahit namun indah
Maka pada ladang rumput-rumput liar
Masih kugali hakikat. Hingga pada akar
Sudut-sudut yang luput
Hati yang tak lagi bertaut.
Menuju kedalaman bilangan. Melewati abu-abu
Mencari binar yang samar terlihat. Dari mu
Lagu-lagu masa lalu
Kembali. Dinyanyikan
Ingatan. Turun satu-persatu
Hujan. Dan nada-nada berkelindan
Kau
Langit
Mendengarkan
Lenguh
Angin
Bersahutan
Hijau
Jalan
Aku
Bangunkan
2025
Mekar dan layu seperti saudara kembar. Penggunaan kedua kata itu juga sering dipakai dalam majas pada banyak tulisan sastra. Dalam hari-hari nyata sebenarnya juga begitu. Hal-hal dalam kehidupan semua berpasangan, meskipun ada beberapa yang tidak pernah sekalipun benar-benar bersama dalam satu pertemuan.
: Selalu ada yang harus melakukan yang tidak bagi yang lainnya.
Senin, 5 Mei 2025. Soraya, kucing baru yang dibawa dari Cigalontang dikasih bunda Natasha Romanov istrinya si mang Ade. Sedikit mengingatkan sedikit ucing warna koneng terakhir kami si Yujin.
Si dede pulang terakhir sebelum dia wisuda di penghujung bulan. Dia mengantar Ibu ke ceu Ayah untuk membuat baju untuk datang nanti.
Selasa, 6 Mei 2025. Hajat di tempatku kerja. Semenjak pergantian kepemimpinan, sambutan-sambutan begini tidak pernah menyenangkan, karena sebagian adalah hal-hal yang tidak nyata. Dan sejak tiga tahun itu pula, hanya pa Kyai ini yang satu-satunya kenan dan selalu meminta maaf tentang 'keadaan'.
Alfi datang membawakanku bunga mawar merah. Perempuan teman bermain 'drama'-ku ini juga selalu melakukan ini setiap aku punya panggung-panggung besar. Kepiawaiannya berakting denganku membuat banyak orang berhenti menanyakan soal perempuan. Meski setelahnya muncul lagi pertanyaan "Kapan ?", yah.. Itu biar kujawab nanti, atau kalau perlu dengan akting pada judul drama yang lain lagi, haha. Tapi lepas dari itu, Alfi membuatku menjadi seorang yang masih 'di lihat'. Masih kenan berteman denganku, bahkan setelah dia mengenal sampai kejelekan-kejelekanku.
Bocah-bocah yang kubersamai tahun ini memberikanku hadiah figura dengan foto setiap wajah mereka di dalamnya.
Leo si bungsu menelponku saat petang. Dia memang sesekali menelponku, barang menanyakan kabar atau mengobrol ringan saja. Mengingat aku sudah lama juga tidak bertemu dengannya, dengan keluarganya.
Rabu, 7 Mei 2025. Aku meminta Bapa memotong cincinku yang kebesaran. Si Bapa sebenarnya tipikal orang praktikal. Daripada seorang seniman, aku kira lebih tepat menyebutnya seorang Thinker. Tidak ada yang tidak bisa dia lakukan, tinggal ada kemauan saja. Meski 'cara' nya selalu berbeda dari orang-orang kebanyakan. Kemampuan dan keberanian untuk 'berbeda' dan 'berpikir berbeda' ini yang sulit ditemukan dan diakui orang-orang sekarang. Nilai galib melindas semua, hal yang tidak baik, bahkan yang tidak baiknya. Sayangnya, ini terjadi sudah lama, dan mirisnya orang-orang menganggap itu baik-baik saja.
Hujan-hujan rapat terbatas di saung a Rais yang baru untuk mengobrolkan keperluan teknis International Students Exchange di MAN 2 Tasikmalaya.
Ngumpul saat maghrib. A Rais membawakan aku dan Ijal Kulub sampeu dan kulub su'uk.
Jumat, 9 Mei 2025. Kuliah gramatikal bahasa Inggris dari pa Bambang Kartiwa. Banyak orang-orang mengenalku cukup piawai tentang bahasa inggris, tapi sebenarnya aku sangat lemah soal hal-hal aturan kebahasaan yang baku begini. Aku lebih menyukai penggunaan bahasa inggris secara praktikal, bukan teoritik. Jadi, orang-orang masih keliru tentang yang dikatakan mereka itu.
Minggu, 11 Mei 2025. Aku biasa pulang siang kalau hari minggu. Si Iyan mengirimkan foto si Bapa sedang memanen kangkung-kangkung yang ditanamnya di lahan sepetak warisan Amah untuk si Ibu yang tersisa itu.
Hujan besar sedari dzuhur, aku ada janji untuk menghadiri acara di Garut bersama KDM (Kang Diwan Masnawi, bukan Dedi Mulyadi). Akhirnya kami menerjang hujan setelah ashar mengejar acara yang akan dimulai ba'da maghrib itu.
Berangkat dengan mobil bu Euis yang perangkat soundsystem-nya terbilang vintage. Saat hari ini semua koneksi sudah memakai Wi-Fi atau setidaknya Bluetooth, mobil bu Euis ini masih menggunakan CD/DVD player dan Radio Streamer. Hanya tersedia beberapa keping kaset CD di dashboard-nya. Jadi kami lebih memilih menggunakan siaran radio FM untuk sekedar teman perjalanan. Kami dibawa ke perjalanan dengan nuansa masa lalu, apalagi ditambah playlist lagu-lagu Western Old-Songs yang disuguhkan Keilove FM.
Sesampainya di venue acara, aku ketemu Rizki Arbianto alias Sahaya Santayana si penyair musafir tasikmalaya. Salah satu anggota SST periode akhir yang kukenali. Kendati usianya lebih muda, dia sangat lebih serius belajar menulis puisi ketimbang aku sendiri. Diketahui banyak berguru pada sastrawan-sastrawan besar, puisinya melejit beberapa tahun lalu sampai membawanya ke festival puisi di Malaysia. Dikatakan padaku dia sedang hiatus untuk siap-siap meluapkan magma puisi-puisinya dalam bentuk buku.
Acara ini bernama "Nyawalan Kebangsaan", Open House Silokatara-Kafe dan resto di daerah Cipanas Garut. Acara ini membawa Acep Zamzam Noor, Bambang Q Anees & Rofiq Azhar dalam satu panel diskusi yang sangat menarik, mengomentari nilai-nilai kebangsaan bahkan pada skala tingkat kota-kabupaten tepat dihadapan Putri Karlina wakil bupati Garut yang berpacaran (kini sudah dilamar) dengan Maula Ahmad anak laki-lakinya KDM (Kang Dedi Mulyadi beneran, bukan Kang Diwan Masnawi ayeunamah)
Ah duka saha, kur resep we ningali na.
Da ku teu wani nanya-nanya na acan,
Padahal kur beda opat pangdiukan
Wor-woran, nyodorkeun aling-alingan.
Ketemu lagi dengan a Rian. Salah satu temannya teman-teman di Garut, aku baru bertemu dengannya sekali saja. Dia menyapaku duluan saat kebetulan sama-sama menghadiri acara. Ternyata dia sering berkumpul dengan orang-orang Siloka tara, orang-orang dari komunitas yang 'diasuh' kang denis dan denas.
Lalu tiba-tiba ketemu kg. Fahma, ini juga baru sekali ketemu, itupun bertahun lalu. Mungkin saat aku masih SMA, karena kg. Fahma pernah membawa pertunjukkan teater bersama Poss Theatron Garut saat itu. Lalu perkenalan tersambung karena dia kenal dengan Sunnu temanku dari Cirebon yang sama-sama menekuni fotografi dan kopi.
Tarawangsa, salah satu uguhan pertunjukkan yang menarik saat acara "Nyawalan Kebangsaan" - open house Silokatara.
Senin, 12 Mei 2025. Acara "Nyawalan Kebangsaan" kemarin sebenarnya sudah selesai sampai sekitar pukul sepuluhan. Tapu ngobrolna nu lila mah. Sampai lewat tengah malam kami masih muter ketemu-disapa orang sana-sini. Atas dasar 'keamanan', akhirnya bu Euis menyuruh kami untuk menginap di Hotel Mutiara, hotel yang cuma sekitar lima menit dari venue acara.
Pagi-pagi setelah sarapan. Diwan, Wawan dan Gibran berenang di kolam hotel, kegirangan.
Perjalanan pulang. Kali ini Gibran yang menyetir, dan aku kebagian sebagai teman 'penahan kantuk'. Sedang dua sisanya, Diwan dan Wawan sudah tak berbicara : hanya mengangguk !
Sampai ke Singaparna sekitar pukul satu siang lebih. Aku tidur istirahat sebentar, lalu menyusul persiapan terakhir sebelum esok ngasuh anak-anak yang pertukaran pelajar. Di saung a Rais sudah ada Ijal, Neng Mela dan Yudi Guntara.
Kami ngahariring lagu kawih klasik "Tanah Sunda" karya mang Koko yang akan dipertunjukkan besok sebagai pembuka, sebelum berbagi sedikit tentang seni tradisi.
Selasa, 13 Mei 2025. Pagi berkabut. Sangat-sangat wa'as. Saung jarang sekali punya pemandangan seperti ini, sekilas seperti wajah-wajah musim dingin di daerah perkampungan eropa, ketika udara dingin dan segala hening menyapa tanpa suara.
Kami selesai memperkenalkan seni vokal dan musik tradisional sunda ! Kali ini kami mengajar para siswa dari Thailand dan Filipina. Sebenarnya aku cuma jadi penerjemah dan penutur saja, meski beberapa kali a Rais, pa Asep dan neng Mela ngagereleung sangeunahna. Teu sadar uing lieur kudu muir ngalih basa.
Tim Blackmock di International Student Exchange tahun ini.
Masih ada waktu tujuh menit !, a Rais secara spontan mengajak para siswa menari diiringi oleh kami.
Rabu, 14 Mei 2025. Gladi untuk pertunjukkan di MTs. Tim matuh, ini kami seperti sudah tahu tugas masing-masing. Ica yang ngurusi tari, Ijal mengurusi musik, Wawan dan aku sebagai mamanis. Kami semua ini berguru pada guru yang sama, Pa Asep, yang membuat kami sedikit-sedikit motekar ngeunaan rupa sada kabeulah dieukeuna.
Kamis, 15 Mei 2025. Karena kelelahan gladi lalu tidur, tidak ada yang sadar malam tadi pohon Ginje di sebelah kosan ini runtuh sampai cahaya mulai terlihat setelah shubuh. Akhirnya aku bilang ke mang Cucu karena aku tidak bisa 'membenarkannya' juga karena harus pergi ke acara juga.
Para Nayaga sebelum acara. Anak-anak MTs tidak kekejar menghafal notasi iringan gamelan. Akhirnya jadi kru Sanggar Gama yang ambil bagian. Radit pada Bonang, Sharon pada saron 1, Eni pada saron 2 dan Cece sebagai pesinden, suara Cece terasa lebih ke langgam Jawa, karena dia orang Purwokerto.
Sound engineer andalan, mang Lili Uder. Kalau main, lalu yang ngurusi sound-nya dia, kelar urusan semua, aman tanpa kendala. Aku sering malu, setiap orang yang ketemu di belakang panggung aku selalu diperkenalkannya kepada teman-temannya. Mengakui dia belajar banyak hal dari si Bapa, terutama tentang hal 'suara-suara' sampai hal fisika-elektronika-nya yang membuatnya bisa marag soundsystem kemana-mana. Aku juga selalu diperlakukan khusus, setiap kali set-up biola aku selalu kebagian paling lama, karena harus terdengar sesuai di telinga-menurutnya.
Jum’at, 16 Mei 2025. Punya jeda sebelum panggung selanjutnya, aku menggunakan pagi hari untuk beberes saung dan kosan. Atap saung yang bocor membuat kursi-kursi basah, jadi aku harus menjemurnya. Jalur kelistrikan lampunya juga ada yang konslet, aku benarkan juga. Ditambah keran air di kamar mandi airnya terus mengalir karena kerannya rusak, jadi aku harus menggantinya dengan yang baru.
Selesai beres-beres, aku hendak mandi, tapi handphone-ku berdering beberapa kali. Ternyata yang nelpon si Bapa. Seusia ini-dalam keadaan waktu-waktu ini, selalu gegebegan unggal aya telepon ti peuntas jalan. Dan benar saja, penyakit jantung si Ibu kambuh agak parah. Aku langsung menelpon si Iyan mengabarkan keadaan, lalu langsung bergegas ke IGD supaya cepat dapat tindakan. Tidak sesak seperti biasa, diagnosanya angina. Efeknya seperti tertindih-ditekan keras yang sakitnya menjalar ke lengan, bahu, leher, atau rahang. Sebabnya karena kurangnya aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung tidak mendapatkan oksigen yang cukup.
Di hari yang sama, ada juga kabar baik. Si Iyan ngeusi. Ini lumayan dorongan 'psikologi' positif buat si Ibu.
Sabtu, 17 Mei 2025. Aku mendapat kiriman buku-buku dari Bu Rayni, istrinya pa Noorca (kembarannya Pa Yudhis). Buku-buku ini adalah karya bu Rayni sendiri. Bu Rayni juga seorang penulis. Lama tinggal di Perancis, gaya tulisannya agak berbeda (terutama puisi-puisinya) dari kebanyakan tulisan-tulisan sastrawan perempuan yang pernah kubaca, aku tidak tahu genre tulisan seperti ini, tapi kalau ibarat di ranah musik, ini seperti genre Psychedelic. Konten di dalamnya adalah pengungkapan pikiran yang bebas, tapi tidak abstrak. Istilah ini sering digunakan untuk mengacu pada pengalaman yang melibatkan perubahan persepsi, seperti halusinasi, sinestesia, atau perubahan kesadaran.
Minggu, 18 Mei 2025. Setelah tiga hari dirawat, Ibu sudah diperbolehkan pulang. Selalu lega setiap begini. Akhirnya pulang. Yah.. Kukira buat siapapun-sebagaimanapun nyamannya rumah sakit, tidak pernah senyaman di rumah meskipun hareurin. Hampir setiap kali ketika rawat inap, si Ibu selalu punya 'teman' baru. Sesama pasien atau penunggu pasien. Ruang dan pergerakan di kamar rawat inap yang terbatas mungkin membuat orang-orang mau tidak mau membangun komunikasi. Tapi syukurnya si Ibu tidak pernah sekamar dengan sesama pasien atau penunggu pasien yang 'kurang menyenangkan'.
Selasa, 20 Mei 2025. Sehari pulang dari Rumah Sakit langsung bekerja lagi. Kali ini 'meramaikan' hajat SMP yang anak-anak sanggarnya diasuh Wawan. Aku tidak sengaja ketemu Pa Chobir di pinggir Aula saat hendak menset-up biola. Akhirnya aku menyalaminya, karena sudah lama juga aku tidak bertemu. "Eki deui nya..", ujar pa Chobir. Yah.. Aku memang hampir selalu ada setiap pertunjukkan di sekitaran lingkungan ini. "Kieu we Pa ningan padamelan Eki teh..", jawabku. "Tidak apa-apa, asal selalu bisa memberikan kebaikan-kebermanfaatan..", jawabnya lagi padaku, sesuai pesan yang sejak lama pernah katakan kepadaku.
Rabu, 21 Mei 2025. Kurikulum tahun ini memang rada aheng. Nadiem Makariem terkesan menggagas program P5 ini hanya sebagai titingalana sebelum dia lengser karena pergantian kabinet menteri. Yang jadi kerepotan tentu pelaksana langsung, apalagi di lembaga pendidikan yang 'nanggung'. Bu Annisa ini ketua fasilitator, aku cuma membantunya sedikit-sedikit. Kami bertemu untuk briefing kegiatan esok.
Kamis, 22 Mei 2025. P5 tema ketiga di tahun ini adalah "Kearifan Lokal". Para siswa dibawa berkunjung dan berkeliling ke kampung adat Naga di daerah Neglasari, Salawu. P5 ini esensinya bagus, khususnya tema kali ini. Sebagai bahan referensi sejarah, sosiologi, antropologi, budaya, bahkan arsitektur, tapi sayangnya hanya sebagai kajian literatur saja. Implementasi 'nyata'-nya belum terlihat, bahkan dari tema pertama dan kedua. Sebagian orang, menyebut ini hanya sebagai main-main saja.
Irma Dwi Astie. Guru sejarah lulusan sastra sunda FIB UNPAD. Guru yang produktif menulis dalam basa sunda, dan dikenal sok ngogo anak-anakna.
Anak-anak bu Annisa. Tiga puluh yang macam-macam jenisnya.
Salah satu rizki di lingkungan kerja adalah teman yang 'sehat', dalam segala hal. Aku senang dan lega kebagian bertugas 'di bawahnya'.
Jumat, 23 Mei 2025. Belajar hidup sendiri cukup membuatku seorang yang handy. Aku dapat mengerjakan beberapa kerjaan 'halus' dan 'kasar' sekaligus, meski tidak sebagus kerjaan si Bapa. Naik atap lagi. Kali ini atap kamar kosan, karena kamarku, kamar yang biasa dipakai Azmi atau tamu-tamu luar yang menginap, dan kamar yang biasa dipakai Wawan bocor. Ternyata memang gentengnya bermasalah, pecah-belah.
Sabtu, 24 Mei 2025. Memperbaiki handphone si Bapa karena sinyalnya terus-terusan tidak ada. Ternyata IC signal receiver-nya kena. Jadilah komponennya diganti, diakhir bulan lagi.
Kuliah English Phonetics & Phonology. Matkul ini menyenangkan karena dosennya menyenangkan. Ms. Novi Indrawati yang sangat interaktif dan teaching conduct-nya asik membuat kami selalu semangat pada perkuliahannya. Intisari perkuliahan matkul ini adalah tentang fonetik, studi tentang produksi, transmisi, dan persepsi bunyi bahasa. Dan fonologi yang merupakan studi tentang bagaimana bunyi-bunyi tersebut diatur dalam sistem bahasa untuk membentuk kata dan kalimat.
Perkuliahan selanjutnya adalah Instructional & Material Design oleh pa Taufik Hidayat. Aku dapat hadiah dari kelompok yang kebagian presentasi micro teaching karena terlalu banyak 'bertingkah'.
Selepas isya (jadinya pukul sembilan malam, karena hujan besar tidak berhenti), menghadiri undangan perpisahan santriah kelas tiga. Seperti yang kurencanakan, tahun ini aku tidak ambil bagian. Dengan tujuan memberikan 'ruang' untuk anak-anak baru berkembang, aku maunya sih yang berkecimpung sebisa-bisa mungkin semua orang sini. Tapi ternyata tidak bisa langsung 'dilepas'. Belakangan, aku tahu mereka keteter dan akhirnya minta bantuan orang 'luar' yang tidak ada kaitannya dengan 'tempat ini' untuk bagian penggarapan musiknya.
Panggung besar ini sudah berjalan hampir empat tahun. Pioneer-nya adalah sutradara muda Gibran Rakabuming, alumni dan mantan ketua Sanggar Kobong. Tahun-tahun selanjutnya 'disokong' Diwan Masnawi yang sudah pulang dari Yogya, ini menambah kadarsar 'kekuatan dan keleluasaanya'. Kendati usianya muda, Gibran dan teman-temannya mampu mengurusi-memenej sebatalyon santri-santriah untuk pertunjukan komunal skala besar ini.
Memadukan banyak elemen, pertunjukkan ini terlihat seperti drama musikal. Isinya tari-tarian, musik, nyanyian diikat dalam satu pertunjukkan teater. Memang jadi agak 'ke sana-ke sini', tapi aku tahu Gibran pasti kebingungan untuk membuat garapan yang ngadedetkeun macam-macam hal dan kiranya bisa 'ditoleransi' dalam sekup panggung pesantren. Kritik memang selalu ada, tapi disayangkan itu adalah sok kaluar sangeunahna. Apalagi mengkritik hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan ranah produksi. Menganggap hal-hal penggarapan begini adalah mudah, menganggap hal seperti ini adalah bukan keahlian, bukan 'pengajian'. Padahal ini butuh sekali kepekaan. Mereka mencurah ekspresi sambil melawan agresi. Gibran menemui banyak kesulitan, keterbatasan dan banyak 'benturan', bahkan dari dalam lingkungan panggungnya sendiri.
Ada yang istimewa buatku untuk pertunjukkan tahun ini. Dipenghujung pertunjukkan ditampilkan musikalisasi puisi "Kwatrin Malam" yang pernah kugarap bersama St. Choiriya dan Asep Furqon Nugraha sepuluh tahun lalu di Sanggar Terasi yang diaransemen ulang dan terdengar berbeda. Dari sisi sentuhan instrumen musik tradisi sunda dalam lagunya, beberapa bagian yang jadi terdengar 'melayu banget', ditambah timbre suara vokalisnya yang memang bagus. Ditambah kalau diingat-ingat lagi-lebih imeut, lirik puisinya sangat relate dengan keadaan tempat ini-sekarang ini. Terimakasih, Gibran dan teman-teman !
Selepas acara selesai, aku bertemu dengan Furqon Taufiq teman lamaku sejak masa aliyah yang sudah menjadi 'orang sini'. Mengobrol banyak hal, tentang acara, tentang hari-hari kami tidak bertemu. Padahal tempatnya dan tempatku bekerja berdampingan, tapi kami sangat jarang pas-pasan. Kebetulan ini adalah bulan hari lahir untuk kita berdua. Furqon memberikan dua buah apel merah untuk merayakan itu berdua.
Diwan dan Cep Thoriq. Tahun ini mereka berjibaku mulai 'masuk' dan bergerilya di 'rumahnya sendiri'. Aku senang karena ada segmen generasi muda yang berusaha menawarkan dan pengertian tentang penyedian 'ruang-ruang' baru di sini. Meski mereka seringkali datang 'mengeluh' ke saung tentang apapun yang mereka hadapi.
Beberapa santri dengan interes seni. Di sebelahku kananku Gibran yang kuceritakan tadi.
Minggu, 25 Mei 2025. Sebelum kembali pada hari senin-hari normal, aku biasa mengecek kesiapan ruangan, membereskan dan menyiram tanaman-tanaman. Tiba-tiba ada Alis naik ke atas. Alis ini alumni tahun kemarin yang menjadi kuncen ruanganku saat dia aktif menjadi pelajar di sini. Pelukis handal diusianya, gambarku tidak sebagus dia pada usia-usia itu. Yah.. Anak-anak generasi sekarang memang lebih pintar dan lebih mudah belajar, banyak variabel pendukungnya sih, apalagi jika ditambah dengan kuriositas tinggi dan dibarengi etik, kukira anak-anak hari ini akan semakin baik.
Selasa, 27 Mei 2025. Iyan mengirim pesan tentang kehamilannya yang positif keguguran. Jadi harus mengambil tindakan operasi kuret di rumah sakit Hermina. Dia masih bisa memasang wajah seperti itu saat tahu keadaanya sendu.
Aku mendapati hadiah permen yang dibentuk bunga bertuliskan selamat ulang tahun ditengahnya, entah dari siapa.
Barca Zarbaliyev memberikanku buku antologi "Cipasung Teman Perjalanan" karya santri-santri generasi Rohatul Ummah. Isinya puisi, cerpen, dan kutipan-kutipan singkat. Sudah tiga tahun, santri-santri kelas tiga di pondok pesantren Cipasung selalu membuat buku dipenghujung waktu-waktu terakhirnya di sini. Ini hal baik, bahwa literasi sudah mulai punya 'jatah' kembali di kalangan para santri. Kita kesampingkan dulu soal kualitasnya, sambil berlajar, kita juga perlu membangun atmosfir kepenulisannya.
Gondrong dan merokok. Foto yang diambil cep Thoriq saat berkunjung ke ruanganku tepat setelah aku selesai 'bekerja', sebelum berangkat ke rumah sakit melihat keadaan si Iyan. Berambut gondrong, berkeliaran di sekolah. Aku sering dikatai orang-orang sini, katanya harus 'menjaga marwah'. Guru itu digugu dan ditiru. Tapi entah kenapa, kalau hal yang ada padaku ini disebut 'kenegatifan', nilainya ini terkesan lebih tinggi daripada penyimpangan-penyimpangan yang lebih urgen kenegatifannya.
Iyan selesai operasi kuret. Syukurnya, dia tidak perlu menginap di rumah sakit. Jadi saat aku ke sana, aku menemaninya sebelum sama-sama pulang.
Rabu, 28 Mei 2025. Aku, si bapa dan si ibu berangkat ke Bandung untuk datang ke wisudaanya si dede. Perjalanan ini sebenarnya relatif sangat jauh lebih dekat daripada perjalanan terakhir mereka ke Batam tahun 2020 lalu. Tapi itu saat kondisi mereka tidak seperti sekarang.
Sesampainya di Bandung, Bi Ntut menjemput kami langsung di stasiun Kiaracondong.
Cianjur kumpul di bandung. Bi Ntut dan Hilma Azhari kebetulan juga sama-sama ada keperluan ke Bandung, jadi alhamdulillah kami bisa bertemu di daerah Panyileukan.
Kamis, 29 Mei 2025. Sabila Ar-Rifqi, S.Psi. Hari resmi si dede wisuda. Anak-sanak si Ibu dan si Bapa, semua sudah sarjana.
Menunggu seremonial acara wisuda, aku dijemput Adin untuk menjenguk ke teater Awal UIN SGD Bandung. Musisi-gitaris kawakan dan senior Bandung. Ini pertemuan kami setelah setahun tidak bertemu. Sejak mengurusi hal yang bersangkutan dengan Belanda, tim Tafsik Lesbumi Jawa Barat hari ini sudah terpencar-pencar kemana-mana.
Termasuk Amen yang sekarang masantren di PBNU Jakarta.
Selesai dari acara wisuda dan pretelannya, dengan pertimbangan akumulasi kelelahan, si Ibu dan si Bapa kuboyong ke Ciumbuleuit untuk menginap, istirahat sebelum pulang kembali ke Tasik.
Jumat, 30 Mei 2025. Sampai Tasik. Si Ibu si bapa pulang dengan keadaan 'aman'.
Malamnya aku langsung kuliah online matkul Psikologi Pendidikan. Tidak bisa bolos karena kebagian presentasi meski sambil nundutan kelelahan.
Sabtu, 31 Mei 2025. Aku mengabari a Rais dari jauh-jauh hari bahwa aku tidak bisa ikut bantu-bantu karena hajat di sekolahnya ada di tanggal 28 Mei, pas-pasan saat aku berada di Bandung. Tapi a Rais mengirimkan lagi pesan 'revisi', "Ki, jadina tanggal 31, kade bantuannya !". Akhirnya aku bisa bantu-bantu, yah.. Lumayan, suplai finansial dipenghujung bulan setelah keuangan dikuras perjalanan.
Di sekolah ini ada pa Dhea Nugraha, temanku bekerja di Cipasung yang menikah dengan saudara jauhku.
Si selalu lecir kesayangan pa Asep nu sok lep-lepan teu puguh-puguh. Terompet memang sudah 'biasa' diekspan suaranya menggunakan megaphone yang lebih akrab disebut "Toa" oleh masyarakat kita.
0 comments:
Posting Komentar