Excerpt from the other sight Time has wonderful way of showing us what really matters

Senin, 30 Juni 2025

Iam Done with June This Time !

 

Begitu semilir angin
Berbisik pada telinga
Insan-insan kesedihan

-  Hidayani

Minggu-minggu ini aku jadi sering lagi mendengarkan lagu "Teman Tak Melulu Insan" yang kubuat dari puisi teh Hidayani bulan Februari lalu. Yah.. Sekedar ngahaneutan kalau pagi-pagi sambil ngopi di saung, juga buat stimulus melanjutkan 'kerja' penggarapan lagu-lagu yang lain dari buku Kemarau di Surga atau hal-hal lainnya.

Menuju penghujung masa kerja semester ini dan menyambut yang liburan katanya,  kukira aku banyak mengisinya dengan proses kreatif. Aku menulis lagi, melukis lagi, membuat lagu lagi, aku merasa 'berguna', menyenangkan ! Lalu ada sedikit perjalanan, dan beberapa pertemuan lama dan perkenalan 'baru'. Benar begitu, Lywa ? hehe

Baiklah begini kira-kira sisa dua minggu Juni ini..


Senin, 16 Juni 2025. Ngadiri undangan Cokelat Kita - Napak Jagat Pasundan (NJP) di Universitas Perjuangan - Tasikmalaya. Aku berangkat bersama pa Rais. Meski acara ini dibuat non-formal scara teknis, tapi yang hadir semuanya adalah undangan. Dilihat-lihat, isinya memang semuanya seniman, tapi kebanyakan dari segmen seni tradisi. 


Diawali dengan bubuka dari tim nayaga NJP. Sajian musik tradisi yang dikemas apik. Nayaga hanya berjumlah empat orang saja, tapi terdengar begitu renyah. 


Hidangan suguhan acara NJP ini juga sangat-sangat tradisional. Semuanya makanan khas tradisional Sunda, seupan-seupanan. Singkong, pisang, ubi dan kacang tanah di atas tampir lengkap dengan daun pisangnya.


Dari yang ditemui, tim NJP kebanyakan adalah alumni-alumni ISBI dan SMK 10 Bandung. Aku ketemu lagi mang Agus Injuk, Mang Aep, juga kg. Ahmad Greg di sana.


Jadi undangan ini namanya acara Gunem Catur. Yah, isinya ngobroli seputar kesenian tradisi, proses kreatif, sharing pengalaman dan pertunjukkan seni tradisi, yang jadi core-nya adalah Wayang Golek dari dalang Bhatara Sena, putra ke-9 nya almarhum dalang Asep Sunandar Sunarya. Dalang Sena memang tergolong muda, cerita wayang yang dibawakannya pun cerita fiktif-hiburan, tapi tetap memuat pesan tentang pelestarian kebudayaan & seni tradisi Sunda khususnya.


NJP punya tim matuh yang disebut Duta NJP. Salah satunya adalah kang Iman Jimbot. Kang Iman ini musisi tradisi sunda, khususnya pada kecapi dan suling yang karyanya juga eksperimental. Salah satu seniman Sunda yang ngajomantara sampai berkeliling 27 negara karena seni tradisional Sunda. Kami pernah bersama-sama saat event Santri Bernyanyi di Pondok Pesantren Cipasung sekitaran tahun 2018.


Lalu ada Aa Saeful Milah. Salah satu aktivis Lingkar Daulat Malaya, perkumpulan Maiyah yang dicetus Cak Nun. Ini juga sudah lama sekali sejak terakhir bertemu.


Saat acara diskusi sesi kedua, Kg. Achmad Greg tiba-tiba dikenyang panitia untuk berbagi pengalaman juga. Yah, kg. Ahmad memang teman dekat juga seangkatan saat di SMK 10 dengan semua Duta NJP itu sih.


Dipenghujung acara, ada segmen ngigel bersama. Jadi kami menari melingkar dengan iringan jaipongan.


Kg. Iman Jimbot dengan teman-teman Tasik. Diwan brengsek memang, nyuruhi aku pakai baju hitam, dia datang pake loréng mentang-mentang akhir-akhir ini dia sering diundang Kodim. Ada Thoriq Yusrillah, Wawan dan Abdul Ijaz Rompies dari Sanggar Harsa - UNIK.


Selesai acara, kami 'orang-orang' dari Singaparna tidak langsung pulang. Kami ada briefing dulu untuk kegiatan NJP di Singaparna bulan depan dan bulan Agustus. Jadi, kami akan mengakomodir talent-talent seni dari Tasik yang akan dipentaskan dalam kegiatan NJP dengan judul Kamonesan.


Selasa, 17 Juni 2025. Sehari setelah 'berbahagia' berkesenian, harus kembali ke hari 'normal', mberesi kerjaan. Sampai seharian, ampun memang. Tapi kiranya tugasku tidak seperti tahun lalu sih, jadi tidak terlalu banyak. 


Lalu tiba-tiba ketemu si Wiwi, cucunya Wa Ibah. Ternyata Wiwi sudah selesai kelas 6. Bocah tau-tau sudah SMP saja. 


Ketemu juga dengan Ai Adah st. Mahmudah, teman SMA ku, puterinya kg. Dodo Ahmad Syuhada, kebetulan sedang bersama suami dan anaknya di perpustakaan UNIK.


Pulang sebelum ashar, saung menawarkan lanskap anak-anak Cihaur yang sedang bermain layangan. Ada panganten anyar Cep Najmi, Uda Thoriq dan Diwan di saung. Mereka mengobrolkan progres pasca haol dengan pergerakan 'intervensi' mereka. Mereka generasi muda yang sedang 'berbenah' rumahnya sedikit-sedikit, 


Para tuan muda Cipasung pulang hampir isya. Aku pulang ke rumah. Lalu memasak, bukan makanan haha. Aku nyelep pakaian-pakaian lamaku yang warnanya sudah belel warnanya tapi bahannya masih bagus. Seusia ini aku jarang sekali beli pakaian-pakaian, jadi untuk mengatasinya aku memperbarui warnanya saja. Lumayan, ngemat.


Rabu, 18 Juni 2025.
 Setelah reschedule beberapa kali, akhirnya hari ini tidak ada perubahan. Aku diundang Dishubkominfo Kab. Tasikmalaya untuk 'berbagi' dalam program podcast mereka dengan tajuk "Musik dan Sastra". Aku kira ini cukup muluk buatku, maksudku seantero Kab. Tasik sangat punya banyak musisi yang lebih kompeten dan skillfull untuk berbicara ini. Hanya saja memang beberapa waktu ini aku yang kelihatan muncul, ini tidak lepas dari jasa pa Yudhis yang membawa lagu-laguku berkeliling ke panggung-panggung besar, hal yang sampai kapanpun tidak akan bisa kubayar. 


Di sana aku ketemu lagi dengan Cevi, dalang wayang anom dari Tasik yang juga bekerja di sini, tapi dia lebih ngelola radio. Yang tengah, teh Nurhalimah, host yang humble lulusan jurusan komunikasi UIN Bandung. Seumuran dan seangkatan si dede ternyata.


Kamis, 19 Juni 2025. Mendapat beasiswa berkarya 'paksa'. Aku diminta Diwan & Najmi untuk membuat lukisan yang akan dipasang di ruang utama basecamp Pesangreen asuhan mereka berdua.



Budget yang mereka beri juga minimalis. Yah, aku juga tidak segimana memberi banyak hal pada komunitas mereka berdua sih. Jadi aku menggunakan material-material yang tersedia di ruanganku, lumayan masih bisa dmanfaatkan, tidak perlu beli baru.


Mula-mula aku mendasarinya dengan base warna abu-abu. Untuk mewakili keadaan 'di tempat' mereka dan 'visi besar' mereka hari ini. 


Lalu permintaan Diwan adalah menggunakan warna hitam sebagai perwakilan komunitas Kuluwungnya. Aku menambahkan aksen coklat dengan rough strokes supaya terlihat lebih kasar-gagah, namun tidak berantakan.


Lalu warna hijau permintaan Najmi sebagai perwakilan Pesangreen-nya. Dengan distorsi bentuk tirai lengkap dengan tiangnya, juga didekatkan dengan bentuk jarum crochet sulam. Sebagai simbol kolaborasi pergerakan mereka yang memang progresif tahun ini.


Jumat, 21 Juni 2025. Diwan menuliskan puisinya di dalam itu. Jadi ini memang bukan kerja karya sendiri. Tulisan Diwan yang lebih ke arah 'harapan' yang terkesan utopis untuk kebanyakan orang. Aku tidak menyangka juga dia bisa menulis dengan kuas dengan begitu rapi, tapi yah.. Bagaimanapun dia juga putranya pelukis sih.


Sedari maghrib sampai sekitar pukul sembilan malam lukisan ini kami kira 80% selesai. Kami menambahkan kolase di sisi kirinya menggunakan kitab kuning yang terbengkalai. Setelah dibaca ini adalah kitab Fathul Qorib, salah satu kitab dasar yang sangat populer di kalangan pesantren, khususnya di Indonesia. Kitab ini membahas ilmu fiqih (hukum Islam) dengan sistematika yang mudah dipahami, khususnya untuk pemula. Fathul Qorib merupakan syarah (penjelasan) dari kitab Matan Abu Syuja', dan dinisbahkan pada mazhab Syafi'i. Sebagai penanda kami berangkat dari lingkungan pesantren, lalu komunitas ini juga anggap pergerakannya sebagai 'ibadah', yah.. Begitulah kira-kira.


Sabtu, 21 Juni 2025. Menggunakan sisa setengah hari ini memasangkan frame untuk lukisan yang hampir selesai dengan lis profil yang tidak jelas ukuran. Akhirnya jadi pasengsol. Saat beres-beres tanganku kena ragaji. Hehe, sudah lama aku tidak berdarah begini.

Selesai Maghrib, dikunjungi pa doktorqueee. Sahabatku sejak SMA ini hampir menyelesaikan studi S3-nya di UIN Maulana Malik Ibrahim. Mampir ke saung sebelum ke stasiun untuk kembali berangkat ke Malang. Cukup lama sejak terakhir bertemu di pernikahannya Eki di Garut dua bulan lalu.

Menceritakan tentang Eki Garut yang sudah menikah, katanya Eki beberapa kali menyela saat dia berkunjung ke rumah Ganjar seraya berkata, "Enya Jay, nu ceuk maneh teh ningan.". Aku bilang "Enya naon heula,", karena aku belum paham arahnya, dan oh tentu saja tentang kehidupan setelah pernikahan. Eki memang dikenal sebagai seorang yang solid dan menjaga pertemanan. Setelah menikah, Ganjar bilang padaku pertemanan adalah nomor 'kesekian'. Hehe, agak menyedihkan juga, tapi juga memang fakta. Tapi sekali lagi, pun bersamaku atau bersama teman-teman lain, aku-kami ternyata tidak bisa menawarkan 'kelebihbaikan'.

Yah.. Pada akhirnya, oleh siapapun. Kita juga hanya menunggu, untuk ditinggalkan.


Minggu, 22 Juni 2025. 'Ngamen' menuju akhir bulan yang tiba-tiba. Lumayan, buat jajan dan bayar kosan. Kerjaan modelan begini sangat-sangat membantuku dalam banyak keadaan. Karena kalau mengandalkan kerjaan yang 'itu' nya nyakitu tea.


Senin, 23 Juni 2025. Pagi yang berkabut. Ini sudah kedua kalinya bulan ini. Di seberang saung ada pesta pernikahan, jadi suara checksound sudah terdengar bahkan setelah shubuh. Tapi cukup membantuku bangun sesuai jadwal, karena aku akan mengawali kegiatan hari ini pagi sekali.


Anggrek mekar dengan wangi semerbak. 


Sejak selesai shubuh aku membereskan ruangan sebelum ditinggal liburan. Kemarin berantakan karena dipakai untuk melukis 'permintaan'. Beresi barang-barang, nyapu, ngepel, nyuci keset, nyirami tanaman-tanaman. Sekarang aku bisa ninggalin ruangan ini dengan tenang. Lukisan-lukisan di belakang masih ada di Kadipaten dibawah a Widi. Aku berniat menggantinya dengan seri lukisan yang lain, aya bosen, geus tilu taun. Tapi keheula, neangan keur biaya na heula.


Uti melahirkan sekitar seminggu lalu. Dia mulai memindahkan anak-anaknya karena kardus sebelumnya memang kecil. Akhirnya kupindahkan ke tempat yang lebih besar supaya dia bisa lelegedayan. Di simpan di kamarku di atas. Anak-anaknya semuanya bercorak sama dengan si Uti, pedah aya belangan saeutik-saeutik.


Aku berniat untuk tidur siang setelah selesai beres-beres. Tapi tidak bisa karena suara 'pesta' masih bebeledagan sampai sore hari. Lalu Wawan datang setelah kuminta membeli senar gitar yang baru. Yang kemarin sudah buruk. Tonality-nya sudah tidak jelas, dan tidak enak untuk dipakai recording. Jadi gaji 'ngamenku' kemarin habis dengan ini. Bayar kosan, ngasih si ibu jajan, beli senar baru. Plus-plos haha. Tapi ya.. 'Ngamen' kemarin juga tiba-tiba sih, jadi aku seperti dapat duit manggih. Teu nanaon.


Setelah maghrib memasang lukisan yang kemarin kubuat bersama Diwan. Sebenarnya ini belum selesai, tapi Najmi sudah ingin layouting. Jadi diboyonglah lukisan ini ke kantor Pesangreen. Ini belum dicoating, it's mean aku akan kerja dua kali untuk ini haha. Mereka memang sedang berbenah, jadi di sisa waktu tadi malam kami menginventarisir barang-barang lain yang kiranya dibutuhkan dan pantes untuk ada di kantor ini. Yah.. Kerja-kerja 'pelayanan' yang lain,


Diwan membuat cuplikan video saat melukis kemarin.


Selasa, 24 Juni 2025. Adam berkunjung tiba-tiba tanpa spoiler. Dia baru selesai urusan dari Dinas pendidikan lalu mampir sebelum pulang. Ini pertemuan kami kembali setelah sebulan lalu. Akhirnya kami mengobrol banyak, dari hal yang baik sampai tidak baik di 'tempat masing-masing'. Dari suara kami lantang sampai suara kami pelan. Bercerita hal 'berat' sebagai pembukaan, menertawakan 'kebodohan-kebodohan', saling jawab banyak pengertian dan pengambilan penyelesaian. Kali ini katanya dia sedang proses pindah tempat kerja lagi. 


Aku hampir tidak pernah menggunakan jasa menjahit ke orang 'luar', karena aku punya Uwa dan Paman penjahit andalan yang profesional (bisa sakahayang), Mang West adalah salah satunya. Aku berencana ke Mang West pukul sepuluhan, tapi jadi molor hampir tiga jam karena malah ngobrol dengan Adam. Aku ke Mang West untuk memperbaiki celana-celana lama ku yang jarang dipakai karena ukurannya kebesaran (dan aku yang semakin begang). Setiap ke sini selalu ada saja obrolan, Mang West yang pernah punya background sebagai seorang penari yang pernah belajar di padepokan tari Jugala yang diasuh alm. Pa Gugum Gumbira, salah satu maestro Jaipongan. Kami jadi mudah 'nyambung' gara-gara ini, karena sedikit-sedikit aku juga senang menari.


Aku senang punya teman-teman penyair. Salah satunya Galih M. Rosyadi, langganan juara baca puisi, jebolan HB. Jassiin Pula. Dia merespon lukisan yang kubuat bersama Diwan, lalu dikirimkannya aku sebuah tulisan :

Pada Sebuah Lukisan
: buat Eki Naufal

Langit luas
Berwarna kelabu

Sebentang kain
Compang-camping
Lusuh
Berwarna hijau
Menggantung
Jadi tirai

Matahari
Sembunyi
Di punggungnya

Dua orang berdiri
Di atas terjal
Dan tajam tebing

Lembaran kitab
Beterbangan
Di atas laut
Di atas ombak
Di atas gelombang
Yang tak nampak.

Sungguh, kini
Segala pertanda
Telah kau hamparkan
Bagi mereka
Yang mungkin lupa
Pada jalan
Yang semestinya.

Galih M Rosyadi, 24 Juni 2025

Terimakasih Wa Galih !


Berencana istirahat, tap tidak bisa pejam, entah kenapa. Akhirnya aku menggunakan waktu untuk memindahkan jahe merah, rosella dan sansiviera ke pot yang terpisah.


Selepas isya, aku diundang ke rumah kg. Ahmad Greg yang mengasuh sanggar Ringkang. Kami mengobroli beberapa hal teknis dan progres untuk program Kamonesan yang akan digelar tanggal 12 Juli mendatang. Di sana sudah ada Diwan dan tim dari Djarum perwakilan region Singaparna.


Kamis, 26 Juni 2025.
Oh.. Orang-orang rumah pada sakit lagi. Cuaca memang sedang tidak karuan, banyak yang sakit, tapi cuaca tidak bisa disalahkan sepenuhnya, pola hidup kita juga harus diatur oy. Sore ini mengantar si Bapa periksa ke dokter, diagnosanya juga penyakit asma bawaan si bapa sih, ditambah batuk, ini jadi agak merepotkan.


Aku menimbang berat badanku, tapi tiba-tiba naik 3kg sialan haha. Padahal makan tidak banyak juga, jajan irit banget, stressku cuma keliatan dari rambut rontok yang parah.


Malam tahun baru Islam. Sepertinya sudah dua tahun ini aku tidak ikut pawai, yah.. Teman-teman kampung juga sudah habis, lalu RT setempat juga tidak antusias menghimbau sih. Jadi aku cuma nonton arak-arakan saja. Agak sepi karena rute pawai anjuran Desa tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.


Akhirnya cuma nongkrong sama si Iyan dan si Babwah. 


Seharian mengerjakan lagu baru dari antologi buku puisi Kemarau di Surga yang insightnya jol datang sajorelat, dan (diusahakan) selesai hari itu juga. Kali ini aku mengambil puisi pendeknya si dede yang berjudul "Belum Selesai". Lagu pendek, dari puisi pendek. Aku membentuknya masih dengan mempertahankan gaya lagu pertama dari buku ini, melodi sederhana, menggunakan organ supaya terdengar lebih Gospel. 


Jumat, 27 Juni 2025. Latihan malam di Sanggar Ringkang untuk keperluan pentas di acara Kamonesan - Napak Jagat Pasundan. Latihan malam panjang sampai pukul 11 malam. Pulang ke saung malah ngobrol begadang sampai setengah tiga malam gara-gara ada si aijul ikut ke saung. Padahal besoknya aku harus berangkat shubuh ke daerah Garut selatan untuk menghadiri pernikahan teman di tempat kerja.


Sabtu, 28 Juni 2025. Benar saja, aku bangun kesiangan. Ditelponin orang kantor dari jam setengah lima, dan aku baru bangun jam lima. Akhirnya gugurubugan. Hujan besar bahkan sedari malam harinya. Pukul delapan pagi kami sudah sampai di Cipatujah, kami istirahat di sini untuk sarapan.


Hampir dzuhur, akhirnya rombongan sampai di tempat pernikahan pa Cepy. Pernikahan tepat di sisi pantai, rumah pengantin perempuannya. 


Dari tempat pernikahan pa Cepy kami berlanjut 10 menit saja untuk sedikit jalan-jalan k pantai Puncak Guha - Rancabuaya. Pantai dengan tebing tinggi, seperti di Karangtawulan jika di Tasik. Aku tidak segimana suka pantai sih sebenarnya. Aku lebih menyukai perjalanan ke gunung atau hutan-hutan.


Pulang dari pantai Puncak Guha kami mampir sebentar di Pamengpeuk, di rumahnya sikembar Nasywa-Nazwa. Ada kejadian yang menurutku memalukan di tempat ini. Tapi aku malas menceritakannya.


Dari rumahya Nazwa-Nasywa kukira akan langsung pulang ke Tasik. Ternyata mampir lagi, kali ini di kediamanya Djajang Anom, juru kunci tempat ziarah di Sancang.


Nurhalimah mengabariku bahwa podcast yang dibuat sudah dipublish. Ternyata begini kalau aku bicara ya. Bener ceuk si Ibu sok ngagerencem, rusuh. Lalu loba nu tibalik ceuk si Bapa mah. Yah.. Kadang memang merasa tidak cocok buat 'berbicara' begini. Tapi lumayan we lah, sedikit-sedikit bikin jejak. Video bisa diakses pada link di bawah ini :

 

Minggu, 29 Juni 2025. Kurang tidur dan perjalanan panjang bukan kombinasi yang bagus. Aku benar-benar tidak kemana-mana hari ini, menggunakan waktu untuk 'membayar' istirahat saja. Saung juga kubiarkan berantakan sisa hujan besar seharian saat aku di Garut. Sampai jelang petang aku baru pulang untuk berangkat lanjut latihan di Ringkang. Si Dede 'meyisakan' Bolognese Spaghetti yang dibuatnya dengan si iyan untuk makan malamku. 


Pukul tujuh sudah di Sanggar Ringkang. Menunggu personil lengkap, kami nangkring di belakang. Karena di dalam studio tidak boleh merokok atau bawa makanan.


Sedikit cuplikan latihan. Jadi sebenarnya kami cuma punya jatah 7 menit saja untuk berada dalam rangkaian penampilan lainnya. Tapi lumayan menantang, komposisi disusun Cahyana, kami menggunakan tuti khas Ringkang dan metric. Ini jarang kulakukan dan sempat membuat personil awam kesulitan mengerti diawal-awal.


Senin, 30 Juni 2025. Barulah aku punya waktu untuk beres-beres saung. Aku memundurkan sedikit partisi ruangan luar kamarku, menggunakannya sebagai pantry, dapur luar yang bisa diakses lebih bebas dan mudah. Kaluar kamar langsung dapur, rada teu pas sih penempatana haha.

Dua minggu sisa Juni. Mana ada libur-liburan buatku huee. Aku masih punya satu rapat, satu kerjaan lagi sebelum 'mudik' ke Bandung. Baiklah, mari kita sambut Juli ini dengan harapan dan 'kecurigaan', haha.