Jumat, 08 Maret 2024

Before the dust shed all silence on the path

Kemarau mengeringkan hijau daun

Sebelum debu menggugurkan sunyi di Jalan.

Aku menanti kabarmu di balik bayang-bayang

Kau bangunkan aku jika besok lupa pulang

-Yudhistira ANM Massardi

Jauh September 2023, venue terakhir Safari Sastra yang ketiga untukku berakhir di Kota Solo. Saat itu Aku bertemu dengan ‘anak-anak’ Yudhistira ANM Massardi yang lain yang berada di Solo. Dan darisanalah rencana performku tanggal 28 Februari 2024 kemarin tergagas.

70 Tahun Yudhistira

Beberapa tahun terakhir Yudhistira ANM Massardi selalu merayakan ulang tahunnya dengan menerbitkan buku puisinya yang baru. Hanya yang kali ini lebih spesial, merayakan usia dan merayakan 70 tahun berkarya. Bersama kakak kembarnya Noorca Massradi, mereka merayakan ulang tahunnya Bersama dan melahirkan masing-masing buku puisi terbarunya di Galeri Indonesia Kaya – West Grand Mall Indonesia, Jakarta.

Sebagaimana rencana saat di Kota Solo, aku adalah salah satu yang beruntung tergabung pada acara itu sebagai salah satu talent. Kami memiliki segmen masing-masing, dan ini kali pertama aku perform dengan solo sebagai Gayatri. Tanpa Nadzar, Ari, Rizal dan Wawan. Dan selain iu kini aku akan mempunyai segmen berduet dengan Gema Isyak Adam, salah satu lead band Soloensis. Band cadas kenamaan Kota Solo.

Berpamit sebelum pergi pada Ibu dan Bapa. Bapa sedang bekerja di rumah Uwa.


Oke, dengan usiaku yang terbilang masih muda, staminaku inimasih kalah telak jika dibanding Pa Taufik Abrie yang maniak sepedahan sampai ke Thailand, seorang diri pula. Memperhitungkan kelelahan perjalanan, aku berangkat ke Bekasi dua hari sebelum acara. Menaiki Bis paling proper dari Tasik, Bis Budiman. Perjalanan membutuhkan 8 jam untuk sampai ke Bekasi.

Hampir pukul 7 malam aku baru sampai di kediaman Pa Yudhis di Bekasi. Ini sudah ke tiga kali aku ke sini. Suasana ramai karena para incu sedang ada di rumah semua.


Termasuk Kiara, cucu pertama Pa Yudhis dari putra pertamanya Iga Massardi - Barasuara. Kami bertemu beberapa kali di Bandung, saat itu aku memakai bunga di telingaku. Jadi namaku yang Kiara ingat adalah Om Bunga Bandung haha. Aku menemaninya makan malam di teras rumah karena udara di sini panas, berbeda dengan di Tasik.


Pa Yudhis sebenarnya sempat masuk IGD lima hari sebelumnya. Penyakit jantungnya kambuh (sebenarnya sudah beberapa kali dalam beberapa tahun ke belakang), tapi yang kali ini Dokter sudah benar-benar melarang Pa Yudhis untuk merokok untuk alasan kesehatannya. “Yeuh, warisan..”, ujarnya padaku. Stok tersisa ini diberikan padaku semua. Jadi aku tidak membeli rokok saat di sana.

Selama di Bekasi, aku sudah disiapkan penginapan. Kali ini yang menemaniku adalah Pa Iskandar yang masih kolega Pa Yudhis. Untungnya Pa Iskandar perangainya menyenangkan, Bapa ini tidak suka bicara yang tidak perlu, cocok denganku yang tak suka basa-basi. Dan beliau adalah seorang yang sangat preventif, selalu menanyakan keperluan hari-hariku. Selama di sana, setiap pagi Pa Iskandar bahkan selalu membuatkanku kopi, tanpa kuminta. Kadang aku jadi tidak enak, harusnya aku yang menyiapkan itu untuk beliau. Hal menyenangkan lainnya Bersama Pa Is adalah beliau suka dengan wangi dupa !, sama denganku hehe. Jadi setiap malam kami menyalakannya.

Februari 27, 2023. Mas Isyak datang dari Solo. Dan malam ini kami mesti briefing untuk segmen kami yang berduet. Penginapan ini dulunya apartemen, tapi alih fungsi menjadi hotel. Tamunya saat itu mungkin hanya 40% dari hotel besar ini. Itu artinya, kita agak lebih bebas ‘berisik’ di sini.

Mas Isyak yang berbulan kemarin sibuk tour Bersama band-nya ternyata miss-komunikasi dengan Pa Yudhis. Mas Isyak sudah membuat lagu, tapi bukan dari buku Kumpulan puisi yang baru. Akhirnya selain briefing lagu yang sudah kubuat, malam itu juga Mas Isyak membuat lagu baru untuk segmen penampilan solo-nya. Yang akhirnya malah semua dibuat dengan format duet haha. Tapi Mas Isyak memang luar biasa, dengan setengah malam saja dia bisa langsung membuat tiga lagu baru untuk kami bawakan esok harinya. Kami selesai setengah tiga pagi, padahal besok pagi mesti berangkat ke venue acara. Ternyata culture ‘Sangkuriang di patabeuhan’ tidak hanya di kampung saja, tapi ternyata di panggung kota juga ada hahaa. Yah tapi yang kali ini sangat wajar, karena kami sama-sama ada yang dikerjakan selain untuk acara ini.


Pagi hari sebelum berangkat ke GIK, aku memperlihatkan video kiriman teman-teman Gayatri untuk Pa Yudhis yang isinya do’a dan motivasi untuknya.

Melihat video itu, Pa Yudhis tersenyum. Duduk di sebelahnya, aku jadi ikut tersenyum.

Pukul 10 pagi, aku dan Mas isyak berangkat dari Bekasi ke Jakarta menuju Galeri Indonesia Kaya. Sungguh beruntung hari ini turun hujan, padahal dua hari sebelumnya panas keterlaluan. Hujan berkah.

Perlu satu jam dari penginapan untuk sampai ke venue acara. Bersyukur karena jalanan tidak macet. Tapi masalah lainnya adalah kami anak daerah tersesat di venue. Grand Mall Indonesia ini sangat besar. Kami sempat salah terus mencari lift untuk sampai ke Galeri Indonesia Kaya di lantai 8 haha.

Setelah set-up, checksound. Aku berganti baju di ruang rias GIK. Ohhh.. Ini ruang rias yang pernah dipakai actor-aktor senior..



Acara dimulai terlambat setengah jam tapi tetap berjalan tetap kondusif. Tamu-tamu yang datang sangat mengerikan. Sastrawan-Seniman, besar teman-teman Pa Yudhis seperti Maman S. Mahayana, Seno Gumira Ajidarma, Kurnia Effendi, Rita Sri Hastuti, dan masih banyak lagi. Sedang teman-teman Pa Noorca kebanyakan actor-aktor besar. Selain itu para wartawan-wartawan senior yang dulunya ‘diasuh’ Pa Yudhis dan Pa Noorca juga hadir.

Aku duduk di kursi paling atas di barisan belakang, aku ingin menikmati semua sajian-sajian dari pandangan luas. 

Birthday boyz ! Ulang tahun mereka berdua yang ke 70. Noorca dan Yudhistira Massardi. Mereka benar-benar terlihat sama. Tapi punya kepribadian berbeda.

Sebagai pembuka acara, aku tampil pertama sendirian. Seorang anak daerah yang tiba-tiba bernyanyi di kota besar. Betapa badan ini gemetar, bagaimana tidak, pendengar laguku kali ini bukan sembarangan orang. Para actor, kritikus bahkan Musisi senior ada di depanku.

Aku membawakan lagu Sajak Purnama, lagu pertamaku untuk puisi Yudhistira. Lagu yang membawaku sejak tahun 2020 memulai perjalanan besar di ranah kesusasteraan-musik dengan beliau sampai hari ini. Auditorium Galeri Indonesia Kaya adalah panggungku yang serius dan paling besar seumur hidupku. Separuh tidak percaya.

Diskusi peluncuran dan bedah buku Akhirnya Kita Seperti Dedaun – Yudhistira oleh Maman S. Mahayana Massardi dan Dari Paris untuk Cinta – Noorca Massardi oleh Seno Gumira Ajidarma.

Parade pembacaan puisi dimulai, Noorca Massardi sebagai ‘kakak’ memulainya dengan dua puisi. Susia ini Pa Noorca masih menulis sajak tentang cinta.. Maksudku betapa cinta masih bisa ditemukan kapanpun, bahkan diusia ini yang orang bilang usia senja. Cinta yang murni masih berlaku dan selalu indah, dari siapapun-sampai kapanpun.

Dilanjutkan oleh adiknya, Yudhistira Massardi. Dari sudut pandangku yang Menyusun music dari puisi, aku tidak begitu cocok dengan puisi-puisi pa Yudhis yang bergaya ‘mbeling’-bebas pada buku puisinya yang Sajak Sikat Gigi (2019). Tapi puisi-puisinya yang baru dalam buku ini agak berbeda, bagiku lebih terasa sufi.. Pa Yudhis kali ini mengambil metafor-metafor alam dengan ringan tapi dengan tidak sederhana. Kebanyakan pemaknaan kehidupan yang dibasuh dengan bahasa kepenyairan..

Rita Sri Hastuti.

Gema Isyak Adam, tampil disela-sela pembacaan puisi.

Karena format berubah duet, aku jadi menemaninya pada semua segmen penampilannya.

Perempuan yang dicintai Pa Yudhis, Bu Sisca juga membacakan puisi.. Banyak ujaran kebahagiaan. Betapa posisi Bu Sisca sebagai istri sangat berpengaruh pada proses kekaryaan Yudhistira.

Yuka Mandiri, putri Renny Djajoesman dari mantan suami pertamanya Putu Wijaya. Hanya berselang empat bulan saat pertama kali aku melihatnya membaca puisi saat di Bandung. Kini kami berbagi panggung yang sama.

I Made Suardjana. Wartawan senior yang dulu ‘diasuh’ dua massardies.

Sebagai pembaca puisi terakhir, Renny Djajoesman. Perempuan mengerikan yang selalu nyentrik dan memecah suasana. Tidak pernah tidak merinding jika Renny sudah tampil. Renny selalu punya cara ‘berbeda’ untuk memusatkan perhatian penonton padanya. Dan tidak semua orang bisa melakukannya !


Dan seperti biasa, Renny Djajoesman kembali bertingkah. Secara spontan Renny memanggil Noorca dan Yudhistira untuk membacakan masing-masing puisinya secara bersamaan. Segmen ini membuat para penonton gaduh, karena penampilan langka ini !

Aku dan Isyak kembali lagi bernyanyi menutup acara.


Timbre suara kami sangat timpang, suaraku si ‘harewos’ paling menderita dan suara Isyak yang lantang dan berbahagia. Bagiku, ini duet yang tidak biasa.

Acara selesai dilanjut dengan ramah tamah. Renny Djajoesman dan Yuka menghampiri aku dan mas Isyak karena mereka berpamit lebih dulu.

“Om Bunga Banduuuuuung foto duluuu !”, Kiaraku, incu Pa Yudhis yang sudah tidak canggung padaku. Padahal lebih mudah memanggilku Eki, atau Toni. Ah dasar Kiara.

All my life, I’ve no wonder to singing at this place. But I nailed it !

“Makan dulu, Ki”, Iga Massardi-Barasuara ujarnya sambil merangkulku dari belakang seusai. Siaaaal Musisi besar iniiii, aku berterimakasih karena diizinkan menggunakan gitar miliknya hari ini.

Sebelum pulang, aku bertemu Pa Noorca dan Bu Rayni di parkiran. Pasangan nyentrik. “Mau panjang umur ? temukanlah pasangan hidup yang sesuai.”, ujarnya sambil tertawa padaku saat sebelum pamit mendoakan Pa Noorca untuk ulang tahunnya.


Kami pulang pukul 21.00. Dari Venue acara perlu sampai dua jam untuk kembali ke penginapan. Jakarta yang macet itu, tidak hanya kulihat dari tv, kini aku merasakannya haha.

Aku mesti pulang keesokan harinya. Karena harus mengurusi ujian pertunjukkan teater. Dari itu aku pamit ke rumah Pa Yudhis sebelum pulang.. “Ini bawa saja. Biar bermanfaat.. Buat lagu-lagu lain yang bisa memberikan kebahagiaan buat orang-orang..”, Pa Yudhis memberikanku biola lama kepunyaan putrinya Mbak Taya.. Setelah bersalam aku memeluknya sebelum pulang.. Sebagai orang kampung, meski mesti banyak berpindah-pindah, diurus banyak keluarga yang baik, aku sebenarnya terbilang sangat beruntung..

Suatu ketika pernah temanku bertanya, “Apakah seni bisa menghasilkan ?”, aku jawab, tidak tahu. Tapi aku setidaknya aku dapat merasa hidup dalam kehidupan itu sendiri.. Aku hidup untuk waktu ini. Itu sudah cukup bagiku..


Mengakhiri Februari 2024, keinginan pertama dicapai masih diawal-awal tahun !


0 comments:

Posting Komentar