"Aku ingin meminta maaf soal yang tadi.. Aku tidak tahu kau benar-benar takut dengan katak.."
Sisi kiri taman kampus, hari pertama saat aku melihatnya bersama teman-temannya, yang mana mereka akan menjadi 'pengasuh' kami selama dua minggu. Aku yang 'dusun' dan sudah lupa bagaimana cara bergaul memilih untuk tidak banyak bicara. Sembari menunggu partisipan lain datang, kami melakukan permainan sederhana. Hanya sekedar untuk mencairkan suasana, buatku itu tidak begitu bekerja. Pada awalnya aku tidak pernah terfikir untuk bisa mengenalnya. Matanya yang terlihat dingin sudah kuyakini bahwa dia pasti sulit untuk 'didekati'.
Hari-hari di sini dimulai. Setiap hari dia selalu terlihat mencolok diantara yang lain, caranya berpakaian sangatlah berbeda dari semua orang di sini. Dan aku yakin semua orang menyadari keberadaannya. Secara pribadi, ini menarik untukku.. Karena dia selalu memiliki kepercayaan diri dengan penampilannya yang khas dan berbeda. Meski kentara sering beraktivitas sendirian dan tak banyak bicara, sesuai dugaanku, dia tipe yang akan disukai banyak orang. Dan memang benar. Aku beberapa kali mendengar ujaran-ujaran ketertarikan padanya dari beberapa orang di sini. Dia begitu ramah dan terbuka, pada hari-hari awal aku tidak berani menyapa, apalagi untuk mengajaknya berbicara.
Dia sering berkeliaran di kegiatan kampus dengan kamera-nya. Memotret dari perspektifnya sendiri. Bukan tipikal potret dokumentasi kegiatan, tapi dia selalu berhasil menangkap momen-momen yang penuh perasaan. Dia memiliki pandangan yang bagus. Memaknai peristiwa, yang terkadang dilewatkan oleh sembarang mata.
Hari-hari yang padat. Sedari pagi sampai malam. Aku bahkan tidak punya waktu untuk menulis jurnal harianku seperti biasa. Di suatu malam, aku hendak menulis karena jadwal selesai agak awal. Aku memilih menulis di beranda ruang utama, karena di asrama kadang berisik dan banyak orang berlewatan. Saat aku berjalan menuju ruang utama, dari kejauhan terlihat seseorang sedang duduk dengan laptopnya. Dan ternyata itu adalah dia. Aku duduk bersamanya, saling sapa tapi tidak banyak, hanya menanyakan apa yang hendak aku dan dia kerjakan. Dia mengerjakan tugas kuliahnya atau mengedit video-video dan aku menulis jurnal. Kami khusyuk dengan pekerjaan masing-masing sampai seorang teman datang akhirnya mereka mengobrol, aku masih menulis tidak ikut bicara. Gerimis turun, kami sangat senang karena ini hujan pertama kami di sini-di musim panas ini. Suara katak bersahutan, dan tidak kukira dia malah tertarik untuk mencari katak dan menangkapnya. Aku sontak merinding dan menghindar karena tidak begitu menyukai katak.. Dia 'ngélég' gara-gara aku ketahuan takut dengan itu.. Tidak lama dari itu aku mengatakan aku akan ke asrama untuk membawa laptopku.. Karena lebih nyaman menulis dengan layar lebar.
Hujan bertambah besar. Aku tidak bisa kembali ke beranda.. Jadi aku menulis di game & exercise room di lantai tiga kampus.. Dikeheningan, seseorang datang mengetuk pintu.. Ternyata dia datang menyusulku.. Dia menyangka aku tidak datang lagi ke beranda karena dia tadi menakut-nakutiku soal katak. "Aku ingin meminta maaf soal yang tadi.. Aku tidak tahu kau benar-benar takut dengan katak..", aku sempat terdiam.. Dia sengaja menembus hujan dari beranda ruang utama kampus menuju asrama mencariku karena hanya ingin mengatakan itu padaku. "Ah tidak apa-apa.. Bukan, bukan gara-gara itu.. Aku tidak bisa kembali ke beranda karena memang hujan besar.., bukan masalah, jangan terlalu difikirkan".. Sementara kami saling bicara, bisa-bisanya hujan reda. “Hujan sudah reda, mau kembali ke sana ? Mungkin kamu bisa membuat kopi, ah atau kau ingin matcha ? Aku punya beberapa jika kau mau..” , tanya dan tawarnya padaku, “Ah baiklah.. Tentu saja.. Kita bisa kembali kesana..”. Kami Kembali ke beranda, dan duduk bersama, tapi tidak banyak bicara.. Aku sebenarnya jadi tidak menulis apapun. Pura-pura di depan laptopku padahal aku hanya ingin melihatnya dari dekat..
Permintaan maaf dari perempuan. Bagiku sudah lama sekali.. Aku jadi memikirkannya malam itu. Aku tidak ingat sejak kapan kami jadi saling bertukar kata dan memang tidak sering. Tapi sejak malam itu aku selalu senang jika melihatnya ada di sekeliling..
-
Di suatu akhir pekan. Makan siang telah disajikan tapi kami mendapat pengumuman harus mencuci peralatan makan masing-masing karena orang-orang di bagian dapur tidak bekerja pada hari sabtu dan minggu. Untukku sih tidak masalah, karena aku sudah biasa melakukannya. Selain itu, aku punya alasan untuk segera menghindar dari keramaian.. Saat aku mencuci piring dia datang, bermaksud untuk mencuci peralatan sisa makannya. Dan aku menawarkan mencucikan miliknya juga. Dia terlihat segan, tapi aku meyakinkan kalau ini bukan hal besar. Lagipula aku hanya menggunakan satu piring, sendok dan garpu, sama sekali tidak menggangu. Akhirnya dia memberikan bekas makannya padaku untuk aku bersihkan lalu Kembali ke ruang makan. Saat aku mencuci piringnya, ternyata dia Kembali lagi, “Eki, aku melihatmu suka mengikat rambutmu.. Kamu mungkin bisa menggunakan ini..”, dia memberikanku ikat rambutnya padaku.. Lagi, aku jadi terdiam dan tersenyum.. Sial, aku tidak suka perasaan semacam ini. Karena aku pasti akan mudah mengingatnya..
Hari minggu. Jadwal hari ini adalah mengunjungi gereja dan mesjid. Pada awalnya aku hampir memutuskan tidak akan masuk ke gereja. Sampai di kejauhan tiba-tiba suara di gereja senyap. Aku tertarik pada apa yang terjadi di sana, para jemaat begitu khusyuk menyimak pendeta yang sedang membacakan amanat dari alkitab. Aku masuk melalui pintu tengah dan duduk di samping orang asing. Dari kejauhan, aku melihat dia duduk di barisan kedua di depan altar. Kursi sebelahnya masih kosong, jadi aku memilih pindah, dan duduk disamping kanannya. Dia tengah menggambar dengan buku catatan kecilnya.. Aku banyak memiliki kesukaan yang sama dengannya..
Kami saling melempar senyum dan sapa. Dianjurkan tidak bersuara saat pembacaan amanat di gereja. Jadi pandangan kami langsung ditujukan pada pendeta. Saat di tengah pembacaan ayat alkitab, dia memperlihatkan ayat matius yang sedang dibacakan melalui handphone-nya, kami membacanya bersama.
-
Kami jadi sering kebetulan duduk atau berada berdekatan. Bahkan di malam terakhir saat acara refleksi. Aku duduk di sampingnya. Dia jadi tahu bagaimana air mataku jatuh. Hal yang paling kusembunyikan.
Esok harinya “Eki, beritahu jika kau akan pulang. Supaya aku bisa mengucapkan selamat jalan..”, dia mengirimkanku pesan.. Lagi, Aku jadi tersenyum sendiri.. Sudah lama sekali tidak ada yang memperlakukanku seperti ini. Aku tidak bertemu dengannya dihari terakhir. Aku sangat kelelahan, tapi aku berusaha membuatkannya sesuatu.. Untuk hadiah perpisahan sementara.. Karena aku tidak memiliki apapun untuk diberikan. Esok harinya aku memberikannya, dan kami hanya saling pandang. Lalu kami benar-benar berpisah hari itu. Aku pulang.
Mengetahui dia bersama seorang lain di tempat tinggalnya yang jauh sekali, aku menjaga perasaanku sendiri. Kita berdua hidup di belahan dunia yang berbeda, dan memiliki kehidupan yang sangat berbeda. Meski begitu, aku tetap harus berterimakasih padanya.. Aku senang memiliki perasaan seperti ini, aku senang dalam hari-hariku telah dan pernah hadir seseorang yang sepertinya, meski hanya sebentar saja.
Bertahun-tahun mengakrabi sepi, barangkali aku
merindukan 'keterikatan' dengan seseorang. Tapi memberikan perhatian pada
siapapun tanpa persetujuan begini juga bukan kejelekan. Aku menikmatinya.
Dan selain itu, aku tidak perlu takut lagi terluka.
Dia berkebangsaan Amerika, semua percakapan
dalam bahasa inggris yang sudah kuterjemahkan.
0 comments:
Posting Komentar