Nyanyian dari cinta yang masih murni
Menolong seseorang. Dari penglihatannya
Menjadi nyala bara. Membakar dalam diri
Tentang percaya yang disalah guna
Dua minggu sudah waktuku tersita. Kewajiban-kewajiban kutinggalkan
sebagai harga kebahagiaan pertemuan. Bukan untukku tapi bagi mereka yang pernah
ada di sini. Ini agak berat karena sebagai seorang yang tinggal di sini kami
harus memperlihatkan keadaan yang baik-baik saja.
Reuni akbar SMA Islam Cipasung 1962-2023. Ini sejak awal memang
sudah ide gila. Mengumpulkan orang-orang sebanyak 61 angkatan itu pada satu
hari kepulangan. Dan sudah kuperkirakan permasalahan-permasalahan yang akan
timbul gara-gara ini. Aku sempat biasa saja, sebenarnya aku ingin tinggal hadir
saja sebagai alumni. Tapi framing yang timbul dari hal-hal yang biasa
kukerjakan membuatku jadi teu walakaya mendapat amanah sebagai salah satu panitia
penyelenggara. Akhirnya yasudah, toh akupun tidak bisa memberikan prestasi apa-apa
sebagai seorang dari sini.
Kerujitanku dimulai dari penggarapan mars SMA Islam Cipasung yang sebenarnya lagu ini sudah ada dari zaman dulu, tapi tidak pernah ada rekaman dalam bentuk digital, memang ironi untuk sekolah sebesar ini yang telah meluluskan 61 angkatan. Salwa Inaya dan Yiyih kuambil sebagai guide sampel, supaya teman-temannya dapat menghafal. Ini butuh waktu 4 hari untukku, karena aku juga tidak begitu mengerti proses recording yang bagus. Jadi kukerjakan sebisaku saja.
Aku berperan sebagai penghubung tim talent lokal kepada tim besar seksi acara yang dilead kang Taufik Aryadewa dari angkatan 1997.
Jadi aku mesti ngurusi sebatalyon bocah-bocah dalam tiga segmen pertunjukkan. Tugas yang agak kurang cocok untukku yang tidak begitu piawai dalam bersosial. 38 orang untuk paduan suara, 20 orang untuk tari dan 15 orang untuk tim music tradisi.
Untungnya
aku dibantu beberapa alumni sanggar yang potensial dan teman-teman proses kreatif, Rijal, Pa Asep, Yudi, Neng Mela & Imong, jadi kami bisa bagi-bagi
tugas. Kalau saja tidak sepertinya aku akan kewalahan.
Latihan-latihan jadi lebih intens seminggu terakhir. Satu
hari sebelum pelaksanaan tim padus mendapat vocal coaching dari Henny Raf Iroh
Hendrayani, alumni dari tahun 1981. Bu Henny ini kiranya adalah seorang aktris
dan penyanyi senior. Bersama Bu Henny, tim padus menjadi chor saat Bu Henny menyanyikan
shalawat.
Tim paduan suara saat acara
Kami berfoto setelah selesai bagian pertunjukkan
Bapaku bisa bertemu dengan teman-temannya kembali, hampir
sebulan dia sakit. Dan dia terlihat senang. Itu sudah cukup buatku.
Teh Mia Faiza Imran & Bu Henny. Bertiga dari lebih dari
se-kodi tim acara. Teh Mia ini kakak dari temanku semasa Aliyah, dan almarhum ayahnya
pernah mengajar juga di SMA Islam Cipasung.
Adule ‘Otong’ Zainal Fikri, melihatku yang suka dengan
tanaman, eks ketua Sanggar Gama ini datang dan memberiku setengah kolbak
tanaman hias dari Bandung.
Yang tidak kalah mengambil perhatianku adalah Pembacaan puisi dari Harris Samudera-Henny Hendrayani-Acep Zamzam Noor. Sungguh langka melihatnya di panggung yang sebenarnya ‘miliknya’ ini. Membawakan pembacaan puisi ditengah-tengah acara reuni yang pasti chaos sangatlah beresiko. Tapi itu tidak menjadi halangan orang-orang senior ini. Karena orang-orang yang mencintainya, pasti tetap akan mendengarkan meski dalam kegaduhan.
Aku semakin
mendekat pada kepunahan yang disimpan bumi
Pada lahan-lahan kepedihan masih kutanam bijian hari
Segala tumbuhan dan pohonan membuahkan pahala segar
Bagi pagar-pagar bambu yang dibangun keimananku
Mendekatlah padaku dan dengarkan kasidah ikan-ikan
Kini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianmu
Penggalan puisi berjudul Cipasung ini tetap membuatku bergetar. Semakin lama tinggal di sini, makna puisinya semakin terasa. Puisi ini dibuat tahun 1989, tapi betapa Acep sudah dapat ‘ngirong’ apa yang akan terjadi di tempat ini kemudian hari. Kukira Acep menuliskannya dari dua perspektif, sebagai seorang dari dalam dan sebagai seorang yang dari luar memandang tempat kelahiran dan tumbuhnya itu.
Hari reuni juga bertepatan dengan Haul KH. Abunyamin Ruhiat yang pertama. Jadi.. Bapa sudah meninggalkanku setahun.. Aku sebenarnya ingin mengikutinya dengan khidmat, tapi dengan segala kerujitan hari itu aku hanya ngelol sebentar saja. Aku benar-benar kelelahan dan butuh waktu mengejar tidur untuk istirahat.
Aku pergi ke makam Bapa di waktu yang tepat, karena orang-orang
lebih terpusat di area sekitaran masjid tempat venue haul. Aku diantar Cep
Thoriq sekedar buat curhat ke Bapa tentang hari itu.
Aku juga bertemu dengan Cep Rijal, putra bungsu KH. Dudung Abdul Halim. Nilai-nilai lama tentu selalu baik, tapi nilai baru juga mesti mulai diadopsi supaya dapat ‘menyesuaikan’. Ini cukup menenangkan juga, mengetahui mereka mulai bergerak untuk tempat yang mereka ‘miliki’ itu. Yang mesti digenosida harusnya bukan Palestina, tapi orang-orang yang mendapat kepercayaan tapi salah digunakan.
Deden Muammar Khadafi. Dulu Bapa menyukai dan memiliki
kedekatan dengan beberapa orang santrinya. Salah satunya dia, yang jelas shaleh,
pinter ditambah lagi suaranya bagus. Kami pernah Bersama-sama saat diamanahi
untuk berbagi ilmu di SMA. Dia sekarang sudah tinggal di rumahnya, di Cileungsi
Bogor. Dia tetap mengajar di Pesantrennya selain itu dia bercerita tentang
kegiatannya yang terakhir mengikuti pengkaderan ulama muda. Yah.. Itu sudah ‘fit’
sama dia sih.. Hehe
Tepat dihari yang sama, kabar duka juga sampai dari A Rais. Salah satu guruku berkesenian ibunya wafat. Aku dan teh Oci baru bisa berkunjung sehari setelahnya.
Menelpon Ririn Oktorida, temanku semasa belajar di EV. Perempuan Nusa Tenggara Timur yang senyum lebarnya selalu membuat orang bahagia.. 20 November ulang tahunnya. Jadi kami teman-teman sekelas menelponnya bersama.
Waktu yang sangat padat. Reuni akbar SMA Islam Cipasung & Haul KH. Abunyamin Ruhiat pertama digelar. Aku tidak pernah sesibuk ini. Banyak pertemuan-pertemuan baik.. Tapi daripada pertemuan, aku lebih mendapat penglihatan-penglihatan..
2023
0 comments:
Posting Komentar