Minggu, 26 November 2023

Nyanyian dari luar jendela

 

Angin dan hujan merenung. Saling bicara
Dalam lirih badai yang dipendam. Melewati pergantian
Kegelisahan semakin ngungun. Menghabiskan warna jingga
Seperti hari yang menguras ingatanku. Menjadikannya dua

Selepas acara terakhir aku dehidrasi. Setelah dua hari istirahat ternyata ketahuan tekanan darahku sedikit naik lagi. Kawan setiaku yang lama, Amlodipine besilate kembali masuk ke tubuhku.

Sampai hari kamis aku hanya baringan saja, tapi suara hujan besar hari itu sungguh sangatlah menggoda. Aku hujan-hujanan di pinggir saung.Memang menyenangkan meskipun setelahnya badan jadi meriang. Harga kebahagiaan. Akhirnya aku benar-benar cuti lima hari, lebih sehari dari yang kurencanakan.


Perhatian

25 November diperingati sebagai hari guru, katanya. Tapi jadi agak klise. Karena hanya jadi sehari euforia, tanpa ada pemaknaan tindak lanjut atau evaluasi dari dipandang remehnya 'tenaga'. Percobaan kurikulum yang dari dulu yang tidak pernah selesai dan tidak bisa diterapkan ideal secara merata. Pendidikan kita memang tidak pernah bisa benar-benar menyala.

Guru sering dikatai sebagai posisi 'aman' dalam dunia kerja. Padahal ini cukup krusial jika mengingatnya sebagai 'pengarah' generasi baru untuk menyambut zaman yang penuh tanda tanya. Bersedia (atau tidak punya pilihan lain) untuk ditekan meski tidak jelas kesejahteraan. Apalagi buat yang bukan pegawai negeri, komo deui untuk orang sepertiku yang salah jalan. Kalau di sekolah swasta, nanti akan ditambah lagi dengan kebijaksanaan nan aheng yang ditetapkan yayasan, haha.

Indonesia juga kukira masih tidak adil dalam soal pekerjaan. Requierement yang berbelit-belit dan muluk-muluk. Upah yang tidak sebanding dengan tanggung jawab yang bertumpuk-tumpuk. Menilai orang-orang dari gelar yang tertera, bukan dari kompetensi yang tepat guna.

Buatku yang tidak terikat apapun, alasanku tinggal sih cuma soal amanah dan anak-anak ini. Meski pernah dapat amanah sebagai pengajar, aku tidak pernah merasa aku pantas untuk dipanggil-dianggap sebagai seorang guru. Pertama, karena aku memang masih fakir ilmu, selama ini aku hanya berbagi tentang sebatas yang aku tahu. Kedua, free-spirited soul appereance-ku ini tidak bisa diterima oleh kalangan kebanyakan pendidik-pendidik lokal di tempatku berkegiatan yang masih memandang tinggi norma ‘tua’. Aku tidak menyalahkan mereka. Karena bagi mereka barangkali idealnya seorang pendidik mestilah terlihat layaknya seorang ‘guru’ yang lumrah seperti ditanamkan dalam kultur kita, sejak lama. Dan aku juga tidak mau memaksakan mereka menerimaku yang ‘rada-rada’. Masih butuh heug, tidak pun silakan buang. Begitu saja. Tapi sedikit menyedihkan sih, kalau kita sering dinasihati jangan melihat buku dari sampulnya itu hanya jadi kata-kata indah. Mereka tidak menerapkan nasihat itu pada hal lain yang mesti lebih teliti dipandang. Belakangan, sebaliknya malah jadi hobi yang cukup populer, ‘menilai orang’.

Bocah-bocah ini ‘menyerang’ ke ruanganku berkegiatan saat aku bolos tepat di hari sabtu pada jadwal mereka. Karena aku mesti membantu mengurusi aliran listrik yang mati sebelah, termasuk ruanganku. Mereka berbondong membawakanku hadiah.


Anak-anak kelas yang katanya dinilai tidak baik, yang katanya gara-gara gurunya ‘tidak baik’. Yah.. Kalau memang benar begitu, anak-anak ini kurang begitu beruntung karena mesti mendapatkan orang yang sepertiku. Lagi pula kalau benar, solusinya juga mudah, silakan ambil alih. Jangan tambah mengatakan hal yang tidak menyenangkan. Melihat apa yang anak-anak ini lakukan, mereka tentu lebih baik daripada orang-orang yang mengataiku ‘tidak baik’. Mereka bisa menghargai seseorang karena ilmu dan usia, bukan dari apa yang terlihat dari luar oleh mata. Dan aku sangat berterimakasih, jauh dari apa yang anak-anak ini berikan, untukku hadiah yang lebih besar dari mereka adalah penerimaan.

Hari itu kuhabiskan sampai sore, karena tanaman-tanamanku tidak kusiram lima hari, kulanjutkan dengan nyapu dan ngepel. Kebetulan area ruangan kegiatanku ini tidak dibersihkan oleh petugas khusus, jadi selalu kubersihkan sendiri. Salah seorang teman menyarankanku untuk mengajukannya pada ‘atasan’, tapi akhirnya malah dapat balasan tidak menyenangkan. Untuk menambah tugas itu, katanya tidak ada anggaran, haha. Yah.. Lagipula aku masih bisa mengatasinya sendiri sih.

Aku masih punya waktu dua jam sebelum pulang. Maklum, sejak bapakku sakit aku jadi punya ‘tugas’ tambahan (yang sebenarnya bukan tanggung jawabku, atau juga bapakku, kemanakah orang-orang ooooo, sudahlah haha). Jadi aku hanya punya waktu ‘hidup’ sampai sekitar jam delapan malam. Kembali soal hari guru..Tentu aku harus berterimakasih kepada guruku yang satu ini.. Sisa hari itu aku gunakan untuk berkunjung ke makam Bapa, Kyai Abunyamin Ruhiat. Hal seperti ini orang-orang biasa menyebutnya berziarah. Sebagai alumni sekolah Islam, agak menyedihkan memang bahwa aku tidak tahu cara berziarah yang benar. Tawasul-tahlil ge teu katalar. Jadi kalau ke sini aku paling curhat saja. Mengatakan semuanya, terlebih soal kesulitanku tentang hari-hari melakukan-menjalani amanah terakhirnya Bapa kepadaku. Mendoakan Bapa dengan Bahasa Sunda atau Indonesia, dan diakhiri dengan do’a Allahumaghfirlahu. Almarhum Bapa pasti seseurian kalau tahu tentang ini dari dulu. Maaf ya Paaa hehe..

Aku diantar Cep Thoriq yang kebetulan bertemu saat aku hendak lewat kompleks pesantren. Dia ini salah satu Putera mahkota yang tersisa, yang sedang memperjuangkan‘cinta-nya’.

 

Merawat hadiah


Minggu, 26 November 2023. Mengawali hari ini aku tiba-tiba ingin bernyanyi dulu. Membawakan potongan lagu Pie Jesu versi Andrew Lloyd-Robert Fripp yang tentu dikenal khalayak orang-orang kristiani. Aku hanya ingin mengingat waktu-waktu awal ketika mulai bernyanyi di gereja 2012 dulu, dan lagu ini salah satu dari tujuh lagu yang tiba-tiba kunyanyikan gara-gara harus menghandel temanku yang kecelakaan. Cara bernyanyi begini sebenarnya lebih ‘fit’ buatku, tipe-tipe music spiritual (daripada nyanyi pop sih), dan aku juga merasa lebih nyaman saja nyanyi di paduan suara Gregorian (jadi, teu pati kadangu mun kabeneran sumang da lobaan pan, haha). Dan aku ternyata masih bisa nyanyi dengan cara ini. Yah.. Meski bagi beberapa hal ini pasti akan membuat ‘kontroversi’. Sosial kita ini memang selalu aranéh, nanaon jadi piomongeun wééé. Teu pira nyanyi, komo bangun arédan gedé sigana mun uing mabok jeung judi. Hahaa

 


Hari ini kurencanakan untuk memindahkan dan mengatur layout tanaman-tanaman yang diberikan alumni sanggar M. Zainal Fikri yang mengelola bisnis tanaman-tanamannya, Otong Green-House Lembang. Jadi aku mesti mencari-mengolah tanah untuk media tanam. Aku mengambilnya dari balong yang sedang berhenti ‘beroperasi’ sementara. Lalu memindahkannya ke pot-pot yang sudah kubeli tiga hari sebelum ini.

Lumayan melelahkan, aku baru bisa istirahat pukul satu siang, mulai mengerjakan sedari jam sembilan pagi. Batu-batu juga sedikit kurapikan, dan setelah selesai malah jadi tempat main si Ayang. Kucing baru si Ibu yang membuat si Challa cemburu.

Baiklah, hari ini Aku cukup lega, menjalani hari sesuai rencana.

Lalu, besok senin. Sial, haha



0 comments:

Posting Komentar