Satu-satu Mulai Berjatuhan
Setelah menopang beban. Kenang
Yang hanya kumiliki seorang
Dilintasi waktu
Kini Kau karam. Pada kedalamanku
2025
Iya. Memang keterlaluan, catatan harian awal bulan Agustus baru dikerjakan pertenganan September. Tapi ya mau bagaimana lagi.. Beberapa waktu ini hidup datang agak peperekpekan, jadi, aku baru sempat menghimpunnya. Itupun aku masih punya PR dua tulisan harian lagi haha.. Nulis puisi pendek-pendek di sela-selanya, Yah.. Yang penting masih bisa kulakukan.. Tidak apalah..
Aku mendapati beberapa panggung dan proses kreatif. Tapi kebanyakan dari itu payless alias nga dibayar hehe. Aku menganggapnya adalah sebagai latihan saja.. Kalau sengaja, mana ada aku ngoprek-ngoprek sendiri.. Stimulusnya jelas, meski jadi pragmatif. Tapi ya.. Aku mesti menyeimbangkannya dengan waktu rutin kuli dan cost kebutuhan harian, kecil-kecilnya ya pasti jajan dong hehe..

Selasa, 5 Agustus 2025. Lepas maghrib aku, Diwan, Pa Asep dan Imong pergi ke rumah Pa Agus AW untuk briefing perihal pertunjukkan Diwan yang ingin menyajikan Dongeng buat anak-anak. Tempatnya di Saruni Cipendeuy, yang mana tempat ini lama sekali menjadi tempat pembuangan sampah dengan skala yang lumayan besar. Sebenarnya sudah setahun ini Diwan membenahinya bersama Najmi dan anak-anak Pesangreen, yah jadi lumayan, tidak separah dulu.
Sebelum briefing, kita malah dapat obrolan pembuka tentang sejarah angklung. Pa Agus memang memilih Angklung sebagai objek studi-nya, sampai beliau mendapat gelar doktor dari objek ini. Banyak hal yang didapat dan tidak kuketahui ternyata seputaran angklung. Perkembangan, fungsi, jenis-jenis, sampai persebarannya. Selain itu Pa Agus sedikit mengoreksi teknis persiapan acara yang ternyata banyak kami lewatkan. Mau bagaimanapun ternyata kita memang masih bocah nu kudu dibantuan dilelempeng.
Rabu, 6 Agustus 2025. Mulai semester ini aku punya hari rabu yang tidak berjadwal. Aku menggunakannya benar-benar untuk diriku sendiri saja. Membuat seduhan bunga rosella dan daun mint yang dipetik langsung dari pekarangan saung yang tidak seberapa luas. Menikmati pagi dengan ini dan beberapa halaman A Midnight Summers Dream - William Shakespeare.
Menyambut 17 Agustus. Di belah kaler memang kampung kecil ini lebih kelihatan gotong royong untuk urusan ini (meski selalu saja ada masalah, terutama soal uang dan etika), tapi meski begitu ternyata penduduk di sini masih ada perhatian buat hal-hal seperti ini. Padahal kontribusi negara lewat pemerintah tidak seberapa buat mereka : mereka masih punya cinta.
Gara-gara itu orang-orang rumah mulai 'bersuara' karena belum ikut-ikutan berbenah seperti kebanyakan. Karena tinggal di jalan buntu, rumah kami tidak kebagian jatah jalur yang didekor. Yah.. Buatku nga sepeting apa sih, tapi ini cuma setaun sekali juga. Akhirnya si Dede membeli lampu tumblr 30 meter, aku membeli bendera festive berwarna merah putih untuk ngararangkenan depan rumah di jalan buntu itu. Seharian anteng anyang-anyangan dengan Ajah yang memasangkannya.
Aku tidak ikut beres-beres karena mesti gladi kotor untuk pertunjukkan Hariring. Ini latihan kedua terakhir sebelum gladi bersih di venue acara. Ini menghabiskan waktu agak lama karena kami harus memastikan semua sudah siap sebelum besok acara.
Ini sudah lama sejak terakhir menjadi bagian dari penggarapan komunal begini, rasa-rasa atmosfer dulu di kampus menjelang ujian resital pertunjukkan. Perjalanannya turun naik, chalenging dari sisi proses perkembanganku secara personal dan manajemen koperatif secara sosial.

Kabar duka, adik si Bapa, Mang Iday Hidayat sore hari ini wafat. Memang sakit-sakitan sudah agak lama. Selesai latihan aku ngejar ke pemakaman.
Soal kematian, dikatakan 'kabar tidak baik' ini karena kita adalah sebagai manusia yang secara naluriah bersedih tentang ditinggalkan-kepergian. Sebagai salah satu ciri A'radhul Basyariyah - Sipat-sipat kamanusaan. Padahal bisa jadi untuk orang-orang mukmin-shalih ini adalah kabar bahagia untuk melangkah ke pintu selanjutnya, bertemu yang maha kuasa, lepas dari segala penderitaan dunia.
Hilma Azhari, salah satu sepupu favoritku yang baru-baru ini 'bertugas' di Jakarta mendapati premiere menjadi host untuk podcast perihal Teologi Islam oleh Lajnah Kemenag, kali ini bertajuk "Bagaimana ayat-ayat Al-Quran Berbicara Tentang Lingkungan Hidup".
: Belakangan ini bendera 'hijau' memang agak ricuh soal isu lingkungan 'kan ya. Mungkin ini bisa jadi pencerah buat kita bertindak, minimal secara personal. Dengerin kebijakan pemerintah mah da geus aneh-aneh soalna.
Hilma memang kelihatan progresif, aku melihat dia punya interes dan jalan sendiri dan selalu dalam lingkup 'aman', ini kukira pengaruh dari mana dan cara dibesarkan, yang penting dia masih bisa memberikan 'kebermanfaatan'. Dia sangat piawai berbicara dalam video ini, lalu Podcast ini menarik dan bermanfaat buatku pribadi. Pertama, aku memang senang dan perhatian soal lingkungan meski belum bisa ngasih perubahan apapun. Lalu kedua aku tidak segimana ngerti soal Al-Quran apalahi tafsir-tafsirnya, sudah jelas bukan field-ku, aku nga pinter ngaji. Tapi ternyata memang segala sudah ada dalam kitab yang menjadi salah satu mu'jizat Rasulullah itu.
Link video youtube : youtube.com/watch?reload=9&v=oK7SHhZYQWo
Aku mendapat tawaran kesempatan untuk perjalanan lagi bersama keluarga Massardi setelah terakhir bulan Mei lalu. Aku sangat senang mengetahui bahwa aku masih dianggap bagian dari keluarga ini, pun setelah sepeninggal Bapak (begitulah aku memanggil alm. Yudhistira ANM Massardi).

Padahal jelas-jelas aku jelek kalau nyanyi, masih aja disuruh nyanyi haha. Untungnya ada Mas Isyak dari Solo, jadi aku minta cuma jadi backing vocal dan ngefill biola saja. Sisa tugasnya, yaa bantu-bantu Ibu hehe.
Jumat, 8 Agustus 2025. Latihan terakhir sebelum Gladi bersih di Venue acara. Kami melakukan sesi foto juga untuk pelaporan. Jadi, talent yang ada dalam pertunjukkan Hariring ini adalah gabungan dari praktisi-praktisi seni di daerah Singaparna. Sebenarnya ada lebih banyak kalau secara jumlah. Hanya saja kebetulan yang terlibat kali ini hanya segini.
Tim Nayaga atau pemusik ini campuran dari banyak tim, beberapa sering 'sapangung', beberapa ada juga yang baru kenal. Paling kiri atas ada Cahyana M. Nur sebagai komposer, memainkan gitar dan keyboard sequencer. Lalu Ervan Yulian pada drum, Zul Fahmi Ulum pada Bass, Wawan dan Rizal pada Saron, Andy Kusnadi pada Kendang, Rais Krishna Siddiq pada Suling, aku pada biola, Mutia Salsabila Putera pada Bonang, Firmansyah Imong kini memegang Saxophone, Chevi Whiesa sebagai narator, terakhir Yudi Guntara pada Torompet Sunda.
Tim vokal gabungan mahasiswa UNIK dan UNCIP. Yang kukenal hanya Nida yang biasa berproses bersamaku di saung dan Ghina.
Tim core penari opening oleh Sanggar Anbaya yang dikelola Nadia 'Tagony' Nurazizah, murid Pa Asep di Sanggar Gama, jadi dia sudah punya sanggar tari sendiri sekarang. Alfi dan Ica ada di dalam sanggar ini.
Tim penari Jaipongan dari sanggar Salira yang diasuh Inay. Semuanya masih sekolah jenjang SMA.
Tim tari sarung, untuk mewakili Singaparna dari sisi relijiusitas diisi oleh teman-teman Sanggar Kobong - MAN 2 Tasikmalaya.
Tim tari Puspa Mangu, untuk mewakili Singaparna pada simbol daerah agraris diisi oleh Sanggar Katumbiri yang diasuh Bu Elis Sulastri. Salah satu penarinya teh Lastri kukenali.
Lalu terakhir tim tari rampak kentrung sebagai hiburan rakyat oleh sanggar Ringkang Liberty yang diasuh kang Ahmad dan Teh Neng.
Si ibu hari ini cek ke Dr. Yanti, aku yang seharian latihan, jadilah diantar Dido. Lalu ternyata si Ibu harus dibawa ke IGD. Ah.. Ini kabar yang membuatku teu pararuguh karena aku harus tampil besok dan si Ibu malah masuk rumah sakit.

Malam pertama si ibu rawat inap, si Bapa yang temani karena aku selesai latian jam 11 malam, belum lagi besoknya aku mulai pagi-pagi sekali untuk acara Hariring.
Dongeng Ceu Uni. Diwan memang tidak main-main, memilih Pa Agus AW sebagai story teller, seorang yang memang benar-benar kapabel urusan teater. Ditambah suara Kecapi oleh Pa Asep, Suling oleh Imong, Kendang oleh Akbar anaknya Pa Agus dan suara aliran sungai, ini seperti realitas lain dalam waktu ini. Anak-anak usia SD yang menjadi audiens sangat terhibur dan terlarut dalam cerita, banyak juga penduduk setempat yang ikut menonton pertunjukkan dongeng ini.
Tim Nayaga selesai checksound. Lewat tengah hari, cuaca makin panas. Kami ada jeda sebentar untuk istirahat makan shalat dan ganti kostum.

Cuplikan saat kami di panggung.
Siang harinya mang Undang adiknya si Bapa datang menjenguk.
Senin, 11 Agustus 2025. Aku berniat bolos awalnya untuk berada di rumah sakit, tapi kadung sudah janjian dengan De Hasbi yang akan melakukan penelitian keperluan skripsinya yang sudah direncanakan bahkan dari sebelum semester ini. Syukur penelitiannya lancar, anak-anak cukup koperatif mengikuti arahan de hasbi.
Sore hari Diwan menelpon untuk urusan slot beasiswa. Kami memang lama merencanakan beberapa orang untuk dikuliahkan di tempatnya mengajar. Salah satunya Rizal yang sudah beberapa kali berkontribusi untuk kegiatan kami di Kuluwung dan Pesangreen. Awalnya dia menolak, dia maunya kerja, selain itu program studinya mungkin tidak ada yang pas buatnya, yah banyak pertimbangan sih. Tapi kusarankan untuk ambil kesempatan, karena sedang dalam masa between job, kubilang untuk ngobrol dulu dengan orang tuanya. Lalu orang tuanya luyu, setelah di'olo, akhirnya Ijal mau untuk kuliah, yeay !
Teror selanjutnya. Neng Tata-kakaknya Diwan menawari kami tim musik Kuluwung untuk mengisi acara pameran Jakob Soemardjo dalam 70 Tahun Berkarya di Bandung tanggal 27-28 Agustus mendatang. Ohhh, kami benar-benar tidak berhenti bergerak haha.
Selasa, 12 Agustus 2025. Adam mampir dan menginap di Saung sepulangnya dia 'ngapel'. Lalu bawa oleh-oleh dari calon mertuanya, buah-buahan segar langsung dari kebunnya.
Hujan seharian. Membuat tidak bisa kemana-mana, selain itu aku memang rada teu ngarareunah. Aku jadi nulis sedikit.
Sama-sama 'terjebak'. Aku dijajani Bakmie makan siang (yang jadinya sore banget) oleh de Hasbi. Kami makan bertiga bersama s Azmi.

Barulah sore harinya aku kunjung ke Sanggar. Karena Ijal lagi ngedit video anak-anak yang ikut lomba angklung, yah.. Segini selesai lah. Mereka bener-bener ngerjai ini tanpa aku, keren sih.
Selasa, 19 Agustus 2025. Eks-bocah berandal Cimacan ini akhirnya selesai sidang skripsi. Satu langkah lagi buat nambah gelar sarjana di belakang namanya. Siapa sangka dia bakal jadi sarjana pendidikan haha.. Yah..Wawan selesai, dan Ijal baru tahun ini masuk, aku maunya orang-orang di sekitarku dapat pengalaman belajar di sekolah tinggi. Eta mah ek di mana wae, pait amisna. Minimal aja ieu mah.

Bedah buku ini menghadirkan Acep Zamzam Noor dan Alexandreia Idri Wibawa sebagai pembedah. Itu berarti, buku puisi ini tidak main-main.

Sebagai sesama yang 'bergerak' di bidang musikalisasi puisi, katanya. Tapi ya.. Jelas beda level dong kalau sama s Ica haha.
Backstage. Setelah jenguki Diwan sebentar di venue 1, aku bergegas ke venue 2 karena harus bersiap-siap pasang-pasang alat musik pribadi dan checksound. Cuaca lumayan terang dan panas saat itu, biolaku sampai dua kali distem karena instrumen dengan material kayu memuai kalau panas 'kan ya.
Semuanya keruuung.
Tim Nayaga yang 'meleleh' tidak kuasa menahan panas di tenda backstage, akhirnya hampir semua 'berlindung' ke saung. Saung yang biasanya sepi tiba-tiba ramai. Kubiarkan saja mereka berceceran tersebar di sudut-sudut saung.
Lalu yang mengagetkan aku kedatangan Eki Garut tanpa bebeja heula. Dia datang bersama istrinya untuk menonton. Ini pertemuan kami kembali setelah terakhir di hari pernikahannya bulan April lalu.
Para Nayaga sudah berganti kostum semua dan bersiap. Mani asa darines kieu nya, haha.
Briefing terakhir sebelum naik panggung dari kang Bob Ryan dan kang Acol.
Andy Kusnadi. Pemain Kendang yang piawai dengan stamina yang tinggi. Pituin Singaparna asal Babakan Karang ini tergabung dalam sanggar Sakata. Andi ini hereuyna siga Bapa-bapa, haha.
First minute at the performance !

Tim gabungan, aliansi sanggar singaparna setelah tampil.
Teh Fanny Sabila. Vokalis-pesinden istrinya dalang Yogaswara, putranya alm. Asep Sunandar Sunarya.
Cuplikan lain.
Aku kembali sepanggung dalam satu pertunjukkan lagi dengan perempuan teman lamaku menari ini, Alfiani Fazri. Tapi sekarang Aku sebagai Nayaga, Alfi sebagai penari.
Bagian terbaik ! Rampak kentrung kreasi kang Ahmad ini mengambil core lagu Bardin, dengan alunan terompet sunda, agak susah menolak badan untuk bergerak ketika Yudi Guntara memainkan lagunya.
Oh, dream couple. Eki dan istrinya teh Riani jauh-jauh datang dari Garut hanya untuk menonton. Senangnya dikunjungi mereka. Riani juga menyenangkan, pembawaannya yang ringan dan mudah bergaul. Lalu yang penting, dia tidak 'merubah' temanku.
Highlight video dari tim Napak Jagat Pasundan.
Mengetahui keadaan di rumah, si Dede sama-sama jadi teu pararuguh. Dia ndadak pulang dari Bandung sore hari dan sampai pukul 11 malam ke Tasik. Aku tidak bisa menjemputnya karena aku selesai acara pukul 12 malam lebih. Padahal si Dede sudah berencana pulang minggu depan untuk raramean agustusan, dia jadi pulang lebih awal.
Minggu, 10 Agustus 2025. Pagi hari jam 7 aku sudah ke rumah sakit bersama si Dede untuk gantian jaga dengan si Bapa yang menginap di malam pertama si ibu dirawat di rumah sakit.
Teror selanjutnya. Neng Tata-kakaknya Diwan menawari kami tim musik Kuluwung untuk mengisi acara pameran Jakob Soemardjo dalam 70 Tahun Berkarya di Bandung tanggal 27-28 Agustus mendatang. Ohhh, kami benar-benar tidak berhenti bergerak haha.
Lalu aku menghabiskan sore hari di rumah sakit. Dan syukur si Ibu sudah dibolehkan pulang malam harinya. Ah, lega.., Si Dede sudah berangkat lagi ke Bandung berangkat dari Tasik. Dia pulang sebentaran saja hanya buat nemeni si Ibu jadinya.
Rizal mengirimkan video anak-anak sanggar yang sedang latihan angklung untuk keperluan lomba tanggal 16 Agustus mendatang. Selepas Pa Asep yang sudah tidak membina lagi, yang begini jadi Rizal yang mengurusnya sebagai pelatih.
Tanah air masih terjajah
Jawab hanya entah
Anak melangkah
Merah putih basah
Malam hari Rizal ke saung untuk 'laporan' progress anak-anak, laporan keadaan sanggar dan 'sekitarnya', ngobroli keputusan dia yang memutuskan kuliah, lalu aku yang menitipkan ruanganku, karena besok aku akan ke Yogya sementara sisa minggu ini.
Minggu, 17 Agustus 2025. Rusuhan pulang ke Tasik dari Yogya. Karena biasanya di lembur agak 'ricuh' kalau agustusan, ramai pawai dengan anak-anak saung. Tapi tahun ini tidak juga ternyata. Aku cuma jalan-jalan gajelas sama Yuda dan Azmi. Mungkin hal begini sudah tidak menarik buat sebagian orang. Ah tapi aku juga nga segimana suka sih sebenernya, ngan paya we ieu mah. Da disebut nasionalis henteu oge rarasaan mah. Cuma suka seneng aja kalau liat orang-orang di kampung pada guyub. Tahun ini kayaknya ngeplos aja.

Malah ketemu ajengan Fahrudin. Dulu awal mengenalnya karena dia pernah menjabat sebagai ketua keamanan pesantren. Dan aku ngurusi ujian pertunjukkan, karena 'banyak' hal terjadi, aku jadi sering berurusan dengannya dulu. Karena ya.. Santri kadang banyak yang menggunakan ujian ini sebagai alasan bolos ngaji. Fahrudin sebenarya sudah ngedoseni di Purwakarta, tapi dia masih sering ke Cipasung dipanggili oleh KH. Ubed, yah.. Salah satu santri kepercayaan sih.
Senin, 18 Agustus 2025. Hari libur nasional yang baru berlaku tahun ini, lumayan. Karena memang tidak ada kegiatan di kampung, ya aku tidak kemana-kemana. Siang aku cuma masangi rak buku baru di kamar kosan, setelahnya istirahat saja, masih ada capek sisa perjalanan dari Yogya.
Tidak ada perayaan, dia clingak-clinguk selesai sidang, cuma ngopi dan rokoan sendirian di warung depan kampusnya. Aku jadi ingat diriku sendiri juga kalau liat begini haha. Aku tidak merasa apa setelah dulu sidang skripsi, aku cuma merasa bebanku berkurang dan tidak akan lagi berurusan dengan hal-hal 'keteknikan'.
Setelah nemui Wawan aku pulang dari kerjaan, niatnya mau tidur siang, lumayan ada dua jam sebelum janjian latihan buat pertunjukkan dengan Pa Agus AW. Belum ganti baju, aku malah dapat telpon dari Cep Thoriq, Pa Kyai Koko- Ayahnya wafat.
Sehari sebelumnya Cep Thoriq dan Diwan ke saung saat petang, menceritakan tentang perjalanannya besok hari ke Jombang untuk menghadiri undangan dari jejaring santri. Tapi ternyata Cep Thoriq harus mendapati kabar duka. Dia yang sudah berangkat perjalanan dan baru sampai Ciamis langsung memutar balik pulang lagi ke Cipasung.
Aku, Wawan, Azmi dan Hagie pergi ke pesantren Cipasung untuk melayat dan ketemu Cep Thoriq. Kami ikut menyalatkan alm. Pa Kyai Koko pada giliran kedua bersama para santri dan pelayat lainnya yang banyak sekali.
Rabu, 20 Agustus 2025. Hari selanjutnya aku mengantar Neng Tata ke rumah Cep Thoriq, karena Diwan masih di Jombang. Cep Thoriq masih kelihatan berantakan.. Yah.. Masih berat tentu baginya.

Kamis, 21 Agustus 2025. Kegiatan 'normal' dilalui dengan normal saja. Tapi kebetulan saat aku hampir selesai, ada bu pengawas datang ke kantor. Akhirnya jadi ngobrol, setelah agak lama, obrolan jadi menyebalkan. Aku akhirnya ngaleos.
Lalu hari ini juga aku dapat pengumuman peserta program Ngamumule edisi guru seni se-jawa barat yang diadakan oleh kementrian kebudayaan wilayah IX untuk workshop pelatihan angklung.
Aku ada di nomor 98, dan ternyata ada temanku juga si pa Riki juga masuk haha. Yah.. Ada temanlah dari Tasik~
Dibuatin beginian. Nemu aja pula fotoku lagi pecian. Terimakasih sih buat apresiasinya, tapi yang kami butuhkan sebenernya adalah bekel keur dijalana kaditu haha..
Pulang malam di minggu terakhir bulan. Jangan gaya-gayaan ngopi-ngopi di kafe. Selamatkan dulu badan haha
Aku kenal Ica sebenarnya dari teman. Karena selain menulis, Ica ini juga menyanyi dan bermain musik bersama grup duo bernama Estuari. Nah yang kukenali sebenarnya gitaris masa-masa awalnya si A Iki dan a Rian Rastian. Tapi yah.. Sakulibekan, orang-orang yang bergelut di 'dunia seperti ini' moal bireuk, pasti eta-eta deui.

Adalah teror. Pa Agus memang kadang seenaknya. Beliau didapuk buat bacakan salah satu puisinya Ica, dan spontan minta diiringi olehku. Kan 'keder', tapi sejauh ini aku cocok sih sama pa Agus. Pa Agus yang seenakny juga membolehkan aku main biola seenaknya hehe, dan kebetulan belum ada komplen soal permainanku, amanlah ya.
Sedikit cuplikan saat kami tampil.
Lalu, komunitas Kuluwung juga diminta untuk mengisi acara untuk sentuhan musik. Ini mungkin kali pertama teman-teman ini dilepas main sendiri oleh Diwan yang sedang dalam perjalanan di Jombang dan olehku yang sebenarnya sengaja ngaliarkeun mereka supaya mereka bisa mengatasi panggung mereka sendiri. Karena yah.. Suatu saat mungkin mereka juga akan melangkah masing-masing. Sedikit-sedikitlah.
Mencetak beberapa tangan Tuhan. Di Sanggar Gama, Pa Asep memberikan banyak pelatihan praktikal, disamping tentang kesenian itu sendiri. Meski bisa melakukan banyak hal, Rizal memang lebih proper pada musik. Tapi dia juga mulai belajar digital recording, ini juga sama. Biar satu waktu bisa 'kulepas'.
Sejak pengalaman menyanyi pertamanya digecek Pa Asep, Wawan sebenarnya cukup luwes ngambil peran dalam banyak hal. Main teater, main musik, sampai jadi vokalis. Paling yang dia belum bisa itu nari dan nggambar haha. Tapi lumayanlah, Wan.
Bertemu beberapa kolega. Tentu Mih Indri salah satunya !
Sabtu, 23 Agustus 2025. Aku dikontak oleh a Germiet. Salah satu sineas (orang-orang yang gerak di dunia perfilman), dia nawari aku untuk jadi model fotonya yang kupikir dia salah alamat minta bantuan padaku soal ini. Kami ketemu di Yellow Cafe, di gedung MM Music lantai 3. Kami ngobroli sedikit tentang konsep foto yang dia 'rencanakan'.
Karena kafee nya ada di MM Music, jadi aku bisa melipir sedikit-sedikit ke ruangan music course-nya. MM Music ini adalah toko alat musik dan aksesorisnya, tapi sekarang sudah ekspan dengan ditambah kafee, kursus musik, dan auditorium kecil untuk pertunjukkan.
Minggu, 24 Agustus 2025. Minggu pagi dijenguki ke saung oleh Fahrezi yang kebetulan baru kembali ke Tasik dari Cirebon. Jeleknya, kalau kunjung, dia sok mawa sagala. Banyak makanan, sampai bawakan aku tanaman Cucak Rowo dari rumahnya. Adik kelasku di Cipasung ini memang soleh, jajauheun jeung uing mah tentu. Kami juga sudah lama tidak ketemu karena ya kerjaanku keliaran terus. Tapi syukur aku-dia ketemu lagi dalam keadaan sehat.
0 comments:
Posting Komentar