Kata berlebihan memang selalu tidak baik, termasuk dalam bekerja. Kehilangan celah menggambar, menulis atau hanya sekedar melamun, hari-hari akhir ini agak berat. Tidak semua hal baik, tapi minimal masih bisa diatasi. Tapi kukira ini tidak bisa untuk jangka waktu yang lama. Jadi.. Memenuhi undangan peluncuran resmi buku antologi puisi dari temanku ini barangkali waktu yang tepat untukku 'melarikan diri'.
Aku bukan tipikal yang menyenangi berkendara dengan motor. Berangkat saat Petang dari Tasik, sendirian. Laluan jalan Tasik-Garut yang semula berwarna jingga perlahan menuju gulita. Aku perlu waktu sampai dua jam untuk sampai.
Agak lama setelah empat bulan sejak terakhir aku ke sini untuk membantu hajat akting Linda Kania yang luar biasa, kali ini aku menemui Wanakumbara lagi-lagi di ranah kekaryaan. Angkatan 9 Wanakumbara ini memang agak berbeda untukku, meskipun hanya berempat, setiap dari mereka semuanya potensial dan menonjol. Mereka punya kegelisahan yang dipelihara dan disampaikan dengan bentuk yang berbeda-beda. Masih ada Tio Febriansyah yang juga seorang penulis, juga Santa Habsyie yang senang membuat dan membagikan vlog perjalanannya yang kebetulan tidak bisa hadir pada hari ini.
Minggu 9 Oktober, 2023. Meski aku hampir menghabiskan setengah bulan September di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang udaranya lebih panas dari Tasik, Musim panas yang sudah terasa berkepanjangan ini mulai mengganggu aktivitas ketika di rumah, tapi di Garut, udara dingin masih bisa dirasakan meski dibawah sinar terik.
Wulan Purwanti. Salah satu anggota Komunitas Pecinta Alam Wanakumbara angkatan termuda ini ternyata memiliki bakat terpendam sebagai seorang penulis. Sosoknya mengingatkan kami semua pada almarhumah Desy Sylvia, salah satu anggota terbaik kami yang juga sama-sama suka menulis. Kami tidak menyebutnya sebagai reinkarnasi, karena keduanya punya ke-khasan karakter masing-masing. Tapi yang jelas aku merasa bahagia dan banhga bahwa ada seseorang yang mewarisi spirit Desy di keluarga Wanakumbara.
Roller Coaster Rasa, buku kedua Wulan Purwanti ini berisi 100an lebih puisi yang diendapkan selama dua tahun. Aku ikut sedikit ikut campur soal karyanya yang kali ini dengan mencoba membuatkan lukisan untuk cover buku ini karena diminta Wulan. Sesuai dengan interpretasiku dari blurb, lukisan ekspresionis dengan media cat air diatas kertas watercolor ini memberikan kesan pertama pada wajah karya-karyanya. Aku tidak menyebutnya ini dengan pencapaianku ditahun ini, terlebih ini bukan apa-apa. Gambar tidak jelas seperti ini bisa dibuat oleh siapa saja. Tapi aku selalu senang jika yang kulakukan bisa bermanfaat untuk kekaryaan seseorang. Ia selalu abadi, tidak masalah bagiku meskipun itu hanya berada dalam sebagian ingatan.
Bertempat di kafe D'Yons, jln. Pramuka-Garut. Diinisiasi oleh Media Penulis Garut (MPG), acara berlangsung dengan kondusif. Lebih dari tiga puluh orang hadir sebagai audiens. Wulan tampil dengan anggun, berbusana hitam bawahan corak dedaun. Wulan bercerita tentang bukunya yang berisi pengalaman perjalanan-perasaannya. Pemilihan diksi pada tulisannya yang bebas dan beberapa diiringi rima, puisi dalam buku ini berisi banyak puisi roman-populer yang belakangan ini digandrungi kawula muda.
"Perasaan selalu membutuhkan pengakuan", ujar wulan saat diskusi buku. Audiens-audiens cukup proaktif pada sesi diskusi menanyakan tentang proses kreatif Wulan menyoal puisi. Aku sangat senang ketika Wulan menjawab semua pertanyaan dari audiens.. Dia sangat terlihat keren dan luwes, aku berpikir bocah ini sudah berkembang dan memiliki keberanian besar, bahkan melebihi kami semua yang ada di sini.
Jalur turun naik kehidupan yang sudah diperkirakan itu masih sering kita terus diulang-ulangi lagi, meskipun kita sendiri tahu kita akan mendapatkan perasaan-perasan yang kadang tidak diinginkan. Wulan Purwanti, tantangan besar kepenyairan salah satunya adalah kepiawaian merawat rasa yang kerap menjadi utopia kebanyakan manusia.
Usai launching buku, aku bersama rombongan Wanakumbara bergeser ke Jl. Patriot, ke tempat tinggal Sandi 'Aro' Suhendar. Kami makan siang bersama, lalu secara impulsif kami bergiliran membacakan puisi yang terkumpul pada buku Wulan yang terbaru. Tiba-tiba sastra dirayakan dengan kegembiraan juga rasa haru.
Persembunyian kadang sengaja ditahan sebagai pertanahan harga diri, tetapi kejujuran hati selalu menawarkan kedamaian.. Tidak mudah untuk memilih diantara keduanya, tapi tentang kejujuran, kita masih bisa memilah dengan cara apa disampaikan.
Seperti Wulan, ia menggunakan puisi sebagai ungkapan yang baginya lebih fasih, dari dalam hati.
0 comments:
Posting Komentar