Senin, 14 Juli 2025

Belum Selesai

 

Kubungkam kau dengan kecupan segelap bibir sunyi
Untuk kubuat berenang di lautan tak berdasar

Terombang-ambing mencari akal

-Belum Selesai, Sabila Ar-Rifqi

-

Lagu yang menemani bulan ini adalah musikalisasi pendek yang kubuat bulan lalu dari puisi si Dede. Cukup relevan, dengan judul "Belum Selesai", aku masih punya beberapa Pe-Er setelah habis dua minggu ini.

Mengawali bulan Juli tahun ini. Padahal ini minggu liburan, tapi sederet kegiatan datang peperekpekan. Aku jadi terhenti  menulis puisi, menggambar apalagi. Ketika punya senggang sehari saja, aku merasa berdosa tidak melakukan apa-apa, padahal sebenarnya boleh juga mengambil waktu istirahat sekejapan saja.

Aku mengisi dua minggu ini dengan berbenah, latihan pertunjukkan, sampai perjalanan. Yang tidak menyenangkan adalah aku juga harus menyambut perpisahan. Tapi paling tidak aku tidak punya kecamuk 'kerujitan' di tempat kerja yang hampir setiap pulangnya selalu membawa kabar tidak menyenangkan.

Mulai semester ini aku akan mencoba acuh untuk hal lain, yang penting kewajiban beres, itu saja. Lalu aku mau lihat perbandingan tingkat kesehatan psikologisku dari itu.

Baiklah, dua minggu pertama juli tahun ini.

Selasa, 1 Juli 2025. Dikirimi Sirih Gading dari de Hasbi dari rumahnya yang sudah keluar dari pagar rumahnya. 

Aku bingung harus menanamnya di mana karena sudah tidak ada tempat. Akhirnya kutata saja di dapur terbuka yang baru-baru ini kubenahi. Lucu juga ternyata.

Sore harinya Mang Andi Deblenk berkunjung ke saung untuk briefing soal teknis acara tanggal 5 besok. Karena prosesi upacara adatnya rada aneh. Tidak seperti upacara adat yang biasa kukerjakan, akhirnya ada keputusan untuk gladi dulu sehari sebelumnya untuk mencegah 'hal-hal yang tidak diinginkan' di atas panggung nanti.


Malam harinya lanjut latihan di sanggar Ringkang, kali ini ditambah dengan tim vokal gabungan dari mahasiswa-mahasiswa UNIK dan UNCIP. Garapan sudah mulai kelihatan bentuknya, sudah masuk ke durasi tiga menit. Agak repot karena detail melodi setiap instrumennya berbeda-beda.


Rabu, 2 Juli 2025. Mulai menggarap lagu selanjutnya. Kali ini mengambil puisi Diwan yang berjudul "Bagaimana Jika Kita ke Kamojang Saja ?". Rizal merekam guide-nya dalam 4 jam saja. Aku berniat mengisi vokal dengan satu jam, ternyata agak sulit. Akhirnya menyerah, dan mengembalikannya pada Rizal untuk ngefill aksen gitarnya dulu saja.


Kamis, 3 Juli 2025. Berangkat ke Bukit Kalimat, jadwal yang tiba-tiba permintaan si Dede untuk hadir di acara kang Irvan Mulyadie. Entah acara apa, yang jelas bareng pemerintahan. Kami datang jam 7 dan tamu pemerintahan belum datang bahkan sampai menjelang dzuhur. Biasa, memang pemerintah sukanya memainkan. Padahal kang Irvan dan keluarganya sudah menyiapkan hidangan dan keperluan penyambutan sejak pagi hari sekali.


Aku mengantuk sekali. Karena begadang menyusun lagu baru sampai jam tiga pagi di malam sebelumnya. Sembari menunggu yang datang entah kapan, kang Irvan menyodoriku koran Kompas yang dia bilang koran termahal yang pernah dibelinya seumur hidup.


Dengan harga Rp. 150.000,- , Kompas edisi khusus 60 tahunnya ini memuat berita-berita pilihan terbaik dengan redaksi tulisan wartawan-wartawan senior yang menawan. Membaca bentuk bacaan fisik begini memang tidak bisa digantikan membaca online. Beda saja rasanya.


Beberapa berita yang menarik untukku. Segmen awal-awal langsung diisi oleh berita carut-marut negara. Sebenarnya aku agak skeptis urusan bacaan yang ini, tapi ironi juga, selama 60 tahun Kompas mulai berkiprah dan sampai sekarang, urusan kenegaraan ini tidak juga kunjung menemukan titik cerah. Malah kebijakan aneh-aneh semakin bertambah.


Tulisan-tulisan tentang literasi-kebahasaan. Sekali lagi, literasi sedang tren digembor-gemborkan.  Tapi tetap saja minim peminat. Kemajuan teknologi dan peralihan medium 'bacaan' saat ini juga mengerikan di satu sisi. Orang-orang banyak yang tidak bertahan dengan bacaan panjang. Can nanaon geus sangeuk tiheula. Media audio-visual lebih banyak diminati hari ini, itupun dalam durasi yang sangat singkat.


Transisi sosial. Kultur sosial Indonesia (aku berdomisili di Jawa Barat) sangat merasakan fase peralihan dari judul tulisan di atas. Betapa semakin hari-semakin lebih 'ke timur-timuran' maka semakin baiklah kehidupan kita. Konsep baik adalah berasal dari persetujuan dari kebanyakan ini sangat mulus terlaksana, tapi tanpa pemaknaan dan bermakna. Termasuk urusan etika. Kita kehilangan wajah kita sendiri.


Beberapa tokoh pilihan yang sempat mendapat anugerah penghargaan dari Kompas. Aku mengenal beberapa dari banyak itu. Ahmad Syafii Maarif, Frans Magnis-Suseno, Karlina Supelli, Jakob Sumardjo, Salahuddin Wahid, Radhar Panca Dahana.


Ternyata ini adalah program ASN berprestasi, ceritanya. Kang Irvan menjadi salah satu kandidat untuk program ini. Tapi ya.. Namanya pemerintah, aneh-aneh sedari awalnya kata kang Irvan. Teknis, indikator, target, jelimet pokonamah.


Wajah-wajah yang kelelahan. Bukan karena visitasi, tapi gara-gara menunggu sampai setengah hari.


Aku membawa oleh-oleh Kriminil dari halaman luas bukit Kalimat.


Jumat, 4 Juli 2025. Jumat pagi aku menanam oleh-oleh dari kang Irvan di pelataran saung yang tidak seberapa luas. Berhimpit pabetot-betot sama areal bonsai-bonsai mang Cucu.


Selepas Dzuhur gladi untuk acara pernikahan tugas dari kang Andi Debleng. Janjian setelah dzuhur, soundsystem baru datang setelah maghrib. Agak menyebalkan karena kami harus memberikan waktu lebih banyak, padahal sedang butbet. Tapi gara-gara ini  kami jadi bisa menyusun musik-musik ilustrasi yang digunakan untuk mengisi rangkaian acara.


Setelah gladi aku mengejar latihan di sanggar ringkang sampai pukul 11 malam. Sedari sehabis dzuhur memainkan biola, ada rasa giung juga. Apalagi garapan yang kali ini mesti main dan 'mikir'.


Di tempat lain, si Iyan dibagikan SK P3K-nya. Jadi, dia sudah resmi jadi outsurcing pemerintah.


Sabtu, 5 Juli 2025. Kerjaan 'panggung komersil' terakhir yang sangat menolong saat gaji dari tempat kerja yang besar itu terlambat sampai lima hari begini. Sajian musik kali ini agak berbeda karena bukan prosesi upacara adat yang sering kami lakukan. Aku ketemu beberapa seniman yang lama tidak ketemu, kang amang salah satunya.


Tiba-tiba harus ngaladangan solawatan. Yah.. Yang punya acara kali ini adalah petinggi FKDT, jadi ya.. Tidak aneh kalau ada yang minta dibawakan sajian beginian.


Untungnya tim Naratas ini memang handy-sagala bisa. Ada Neng Nurlela, murid kang Andi dari Pancatengah juga yang membantu urusan vokal.


Sedikit cuplikan salah satu lagu favorit Naratas : Emut Bae.


Jojo mengirimiku pesan bahwa bukunya berada di deretan buku 'besar' di Gramedia. Aku dimintainya untuk membuatkan cover untuk bukunya, jadi gambarku sudah masuk ke sana juga. Terimakasih ya Jo, tanpa karyamu gambarku ngabakal ada di sana..


Minggu, 6 Juli 2025. Tidak bisa semua menyukai kita. Alam, apalagi manusia. Saat hendak menyiram tanaman-tanamanku sebelum kutinggal untuk balik ke Bandung Aku mendapati beberapa pot tanaman di depan kelasku jatuh berantakan. Entahlah apa sebabnya mereka ini bisa jatuh begini.


Aku ke Bandung untuk bertemu keluarga ekspat yang dulu 'memeliharaku' dengan baik. Dan mereka hendak meninggalkan Indonesia karena mereka akan pindah dan tinggal di Panama. Tiket keretaku pukul 14.25. Aku diantar Wawan ke stasiun. Dengan nomor kursi 5E yang seharusnya dekat jendela, ternyata sudah diisi orang. Dan dia tidak mau pindah-juga tidak ada keinginan pindah. Usul punya usul ternyata mereka pasangan yang belum lama menikah, jadi tidak ingin duduk berpisah. Padahal aku sudah membayangkan perjalanan dengan mendengarkan lagu dan memandang jendela, ah sudahlah.


Lewat jam lima sore aku sampai di stasiun Kiaracondong-Bandung. Kali ini sangat padat, selain ini hari minggu, ini juga minggu terakhir liburan sekolah. Aku yang biasa berjalan cepat tidak bisa berkutik, mesti pelan-pelan. Padahal tiketku selanjutnya menuju stasiun Padalarang adalah pukul 17.20. Jadilah aku gugurudugan.


Si dede sudah ada di peron 1 lintasan kereta lokal Bandung Raya. Aku ke Padalarang, si Dede ke stasiun Bandung. Si Dede tidak bisa langsung ikut ke Padalarang karena mesti ngurusi anjing-anjing di rumah Mah Ros.


Sedikit tentang kereta lokal Bandung Raya ini, ternyata tidak memiliki tempat duduk yang pasti. Jadi aku dan si Dede berdiri sampai tiga stasiun. Barulah aku mendapat kursi kosong setelahnya. 


Sampai di Kotabaru Parahyangan. Ternyata sedang ada keluarga Pa Ramon juga. Bertambah ramailah keadaan rumah. Ini agak sedikit kacau haha. Karena aku dan keluarga Pa Joshua biasa menggunakan bahasa inggris, lalu keluarga pa Ramon dan keluarga pa Joshua biasa menggunakan baha spanyol, lalu aku dan keluarga pa Ramon biasa menggunakan bahasa sunda. Jadi makan malam terasa paciweuh. Tapi aku senang juga ketemu keluarga Pa Ramon lagi setelah dua tahun. Emmanuel sudah besar (dia mahir bicara bahasa sunda karena sekolah SD di Garut), Santiago lahir di Tasik melanjutkan SD di sekolah internasional di Bandung, lalu Estevan yang baru menginjak usia setahun lahir di Bandung.


Setelah keluarga pa Ramon pulang, aku dan keluarga pa Joshua jalan-jalan sedikit ke Bumi Hejo Park karena sedang ada weekend fair night. Meski sebenarnya aku tidak begitu suka tempat ramai begini. Tapi yah.. Ini bisa jadi hari terakhirku melakukan hal seperti ini dengan keluarga ini. Aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama Leo, Pa Joshua bersama bu Clau, lalu Kath berkeliaran dengan Eliana temannya.

Mungkin aku akan menulis tentang keluarga ini dalam tulisan terpisah setelah agak senggang. Karena masih ada kegiatan yang mesti dikejar akhir pekan sekarang.


Senin, 7 Juli 2025. Pagi di Kotabaru Parahyangan. Pemukiman 'elit' yang jelas bukan tempat tinggal buat orang-orang lokal 'biasa'. Kebanyakan yang tinggal di sini adalah ekspatriat, kalaupun orang lokal pasti pengusaha properti. Buat tamu (termasuk kurir, transport online sampai pekerja proyek) masuk keluar perumahan ini mesti nyimpan KTP di petugas keamanan. Dan petugas itu berkeliling setiap satu jam sekali. Pintu-pintu rumah di pemukiman ini tidak pernah dikunci karena ya.. Memang relatif aman.


Pola hidup sehat. Tidak bisa tuh bangun tidur langsung ngopi seperti di saung.


Kebiasaan Bapa pagi hari. punya satu jam untuk membaca.


Sedang, ibu menyiapkan sarapan buat keluarga.


Cookie. Anying eweuh beheungan.


Ya.. Beginilah biasanya pagi hariku dengan the Vieiras.


Selesai sarapan si dede main bersama Kathleen dan Bu Clau. Permainan favorit kami : Sequence !


Tahun ini Pa Joshua membuat buku An Innovative Approach to Empower The Less Privileged Emerging Leaders, buku tentang panduan socio-entrepeneurship untuk orang-orang yang memulai bisnis sebagai pemula.


Aku diberi bukunya, dan harus habis dibaca katanya.


Salim ke Bapa sebagai anak setengah sunda,


Aku bukan tipe olahragawan. Tapi mengingat ini hari terakhir bersama keluarga ini, aku menemani Leo main badminton dan Basket. Lalu Pa Joshua dan Kathleen juga ikut bermain.


Pertengahan permainan, Ihsan temanku dari Garut yang bekerja dan tinggal di Padalarang datang menemuiku. Kami baru bertemu lagi setelah terakhir bertemu di pernikahan Eki bulan april lalu.


Makan siang terakhir bersama. Aku baru sadar ketika si dede bilang ini makanan yang sama ketika dulu si dede pertama kubawa ke rumah mereka. Ihsan juga ikut makan siang di sini.


la Familia.
Foto keluarga terakhir sebelum mereka pindah ke Panama. Jadi.. Mereka sudah membersamaiku tujuh tahun sejak 2017. Teu kabayang iraha bisa amprok deui..


Aku berencana pulang ke Ciumbuleuit sekitar pukul satu siang. Tapi ternyata Pa Gum, yang biasa mengantar mah Ros ke sana-sini ada perlu untuk membawa properti dari rumah pa Josh. Jadilah kami sekalian ke Ciumbuleuit bersama, aku tidak perlu naik bis atau kereta feeder yang mesti berdesakan itu.


Si Dede dan aku dimintai tinggal sementara di sini karena rumah kosong. Mah Ros dan pa Wal sedang tugas ke luar negeri selama dua minggu. Dari Padalarang aku sampai di rumah mah Ros hampir sore, Aku luha-lehe agak kelelahan. Tadinya istirahat karena ada reunian EV di Greengate petangnya, tapi aku benar-benar lungse ditambah hari hujan. Jadi hoream kamana-mana. Akhirnya cuma makan malam sama si dede.


Selasa, 8 Juli 2025. Si dede mulai masuk lagi kerja. Jadi aku yang di rumah seharian dan bawa bocah-bocah jalan-jalan. 


Barulah sore hari aku keluar. Itupun gara-gara si A Iki kenan nemani aku disela-sela kesibukannya kembali pada hari-hari 'normal'. Aku dibawa a Iki ke Studio kepunyaannya kang Rosyid di daerah Cigadung. Tentang ini aku akan menuliskannya terpisah nantilah setelah agak salsyeeee.


Dari rumah, si Iyan ngirimi foto anak-anak si Uti yang sudah mulai agak besar. Udeh dipindah-pindah tapi tetep balik lagi ke deket kasur si Ibu.


Rabu, 9 Juli 2025. Perjalanan Bandung-Tasik yang tidak disangka lama. Jalan di Malangbong macet parah, padahal aku berangkat jam 10 siang, sampai Tasik hampir ashar. 
 

Can mandi. Habis maghrib langsung lanjut sambung latihan untuk acara kamonesan setelah aku bolos tiga hari selama di Bandung. Di garapan ini aku jadi kenal Cahyana Muhamad Nur, dia yang menyusun musik untuk pertunjukkan kami kali ini yang ternyata ade tingkatnya si Aiki ketika di UPI Bandung.


Kamis, 10 Juli 2025. Pagi-pagi selesai 'naman'. Sebenarnya aku berencana melakukan ini sebelum ke Bandung, tapi teu kaburu. Maksudku biar pas pulang mereka sudah 'seger'. Tapi yah.. Begitu tea ningan. Aku menanam Tradescantia Spatachea di jajalaneun setelah menanam Kriminil atau Alternanthera Ficoidea sebelumnya. Jadi lahan sepetak itu sekarang dilingkupi tanaman lucuu.


Malamnya lanjut latihan lagi. Ini latihan terakhir di studio Ringkang sebelum besok gladi di aula desa. Kami latihan sampai tengah malam, lalu loading alat dua balikan karena memang mobil yang ngangkut bukan mobil barang sih. Alhasil, sampai saung jam 2 pagi hueee.


Janari dan sebatang terakhir dari rokok pemberian musisi-gitaris Bandung. Rokok agak awet selama di Bandung, karena di rumah mah ros ngaboleh merokok.



Diwan selesai mengkolase video saat kami selesai mengerjakan lukisan dengan judul "Meniti". Lukisan ini sekarang sudah bisa dinikmati di kantor Pesangreen.


Sabtu, 12 Juli 2025. Pelaksanaan Napak Jagat Pasundan - Kamonesan regional Singaparna. Jadi ini semacam presentasi dan seleksi karya yang akan ditampilkan di pagelaran tanggal 9 Agustus mendatang. Beberapa sanggar di Singaparna terlibat di dalamnya dalam satu pertunjukkan. Desa terasa ramai dan 'hidup'.


Beberapa nayaga. A Raiz 'Krishna' Sidiq pada suling sebagai andalan, Yudi Guntara konvert ke torompet, lalu Andy Kusnadeah pada kendang.


Lalu ketemu mang haji U'an. Yang jelas mang U'an ini sodara, tapi jangan tanya tisaha-saha na, lieur hehe. Mang U'an memegang alat musik dogdog dan masih enerjik sekali saat memainkannya. Salah satu di keluarga bani Rozi yang kuketahui menyukai seni.


Sela-sela istirahat latihan bareng partner main 'drama' kawakan, beberapa orang tahu yang sebenarnya tentang kami mwehehe. Alfi kebagian sebagai penari saat opening, jadi kami ada pada garapan yang sama.


Sedikit hightlight video saat NJP - Kamonesan.


Minggu, 13 Juli 2025. Sebenarnya hari ini aku berniat memasang kembali lukisan-lukisan lama di ruanganku karena ini hari terakhir sebelum memasuki 'normal. Tapi tiba-tiba jadi beres-beres 'besar' di rumah. Lemari barang di kamarku yang lama yang isinya sagala aya akhirnya mesti diganti karena memang sudah rapuh. Pertama yang dilakukan adalah mengeluarkan isinya.

Bertahun tidak menempati lagi kamar ini, aku mendapati banyak macam benda dari hari-hari lalu. salah satunya adalah buku-buku tulisku saat SMA yang masih rapi berjejer. Aku memang agak apik soal nyimpen-nyimpen.

Buku bahasa Indonesiaku berkali ganti bahkan hanya dalam satu semester saja. Aku memang sesuka itu dengan kebahasaan. Soal kesenian, aku malah tidak begitu 'ngeuh' as theory. Aku sudah melakukannya sejak lama, bahkan sebelum aku sekolah. Karena yang penting buatku asal bisa menggambar sendiri saja. Gambar-gambarku ada di buku terpisah khusus sampai berjilid-jilid, beratus lembar di kertas HVS yang tercecer di sana-sini.

Aku baru selesai beres-beres selepas maghrib sedari pukul 9 pagi. Mengganti lemari lama dengan yang baru, mengganti karpet, mengubah layout. Beres-beres sendirian ternyata lumayan melelahkan. Pasalnya yah.. Mengeluarkan barang-barang, memilah barang, membongkar lemari kayu lama, membersihkannya, turun naik tangga karena kamarku di loteng, memasang lemari baru, memasukan barangnya kembali, nyapu, ngepel, yihaaa. Beres-beres sebenarnya cukup menyenangkan buatku. Minimal sebagai penyaluran energi dengan 'positif'.

Darisini aku menemukan bahwa dalam kehidupan, ada yang harus bertahan, datang, diganti, dirusak, dipelihara bahkan dibuang.


0 comments:

Posting Komentar