Segala riuh suara berujung pada kegelisahan
Bagiku. Yang telah sejak lama memilih sendiri
Mengunci pintu. Menolak banyak alasan
Hanya karena takut lupa. Menuju jalan kembali
Bagiku. Yang telah sejak lama memilih sendiri
Mengunci pintu. Menolak banyak alasan
Hanya karena takut lupa. Menuju jalan kembali
2023
Selasa. Februari 25, 2025. Perjalanan setelah acara launching buku aku lanjutkan ke Ciwidey sesuai rencana ajakan Diwan. Dari PWNU di daerah Buah Batu, kami berangkat ke Ciwidey sekitar pukul sepuluh siang melalui jalur Kopo dan Soreang. Aku ke sini hanya berselang tiga hari dengan kakakku yang di Batam. Aku tidak bisa menemuinya saat itu karena sedang minggu ujian pertunjukkan. Jadilah adikku yang menemuinya.
Setelah kami beres menyimpan barang-barang, stroberi segar disuguhkan dipetik langsung dari kebunnya saat tepat pagi hari. Vitamin C alami setelah kami kekurangan gizi.
Kami tidak banyak bergerak hari itu, benar-benar istirahat dan membersihkan diri. Sampai Kang Imen yang punya tempat berujar, "Saré waé ! Turun atuh !". Tempat ini memang menggoda untuk berleha-leha setelah kami kewalahan sisa acara dan perjalanan lintas kota.
Mesjid Saung-Majlis Shalawat Darussalam ini sedang dibangun. Kang Imen sendiri yang merancang desainnya. Sungguh menarik, apalagi saat kita hendak beberesih. Langit-langit tempat wudlu kami adalah kolam yang tembus pandang dari saung atas ke pangwuduan di handapna, ini seperti berada di Sea World kecil.
Dengan diwawa'as seperti ini, kukira prosentase kekhusyuan ibadah juga bertambah. Karena kita selalu dibarengi dengan perasaan terkesan-syukur. Asa babari mantengna téh.
Meski masih merasa kelelahan malam ini, aku memaksakan ingin merasakan pengalaman menjalani salah satu rutinitas kegiatan Saung-Majlis Shalawat Darussalam ini. Di Saung-Majlis Shalawat Darussalam ini setiap ba'da isya selalu membacakan shalawat. Dan shalawatnya setiap hari berbeda-beda. Yang kubaca itu adalah shalawat malam rabu, diadakan secara hybrid, jemaat shalawat tarekat ini berbeda-beda tempat. Luar kota sampai luar negeri.
Setelah selesai shalawatan, kami mengobrol dengan Kang Imen. Kami yang terbiasa memanggilnya akang di Cipasung, di sini kang Imen sudah dipanggil Bapa. Aku tidak berharap ngobrol macam-macam sebenarnya, yah.. Paling soal kabar dan progress masing-masing diantara kami. Tapi kang Imen membawa kami pada obrolan tentang pesantren Cipasung. Keadaannya, pemakluman, dan hal-hal yang bisa kami lakukan sebagai bocah kemarin sore untuk tempat itu.
Kang Imen juga mengobrol tentang orientasi pendidikan kita sekarang yang jadi lebih semrawut. Ngabolékérkeun hal-hal yang berhubungan dengan tarekat, filsafat, 'pembukaan diri' dengan bahasa dan contoh yang sederhana dan mudah diterima olehku yang notabene sangat awam tentang ilmu agama pada tingkat selanjutnya.
Tahu-tahu, malam sudah lewat setengah satu. Kami mengakhiri obrolan dan bergegas beristirahat naik ke atas.
Saung-Majlis Shalawat Darussalam Darussalam ini menurutku terlihat seperti pesantren bergaya salafi (tapi santrina garaya dan melek teknologi) dengan tarekat Sammaniyah Alhasimiyyah dengan Kang Imen langsung sebagai Mursyid-nya. Tarekat Sammaniyah adalah salah satu cabang tarekat Syadziliyah yang didirikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Karim As-Samani Al-Hasani Al-Madani (1718-1775 M). Aliran tarekat ini lebih banyak menjauhkan diri dari pemerintahan dan penguasa serta lebih banyak memihak kepada penduduk setempat (cocok banget buatku), di mana tarekat ini berkembang luas. Salah satu negara Afrika yang banyak memiliki pengikut Tarekat Sammaniyah adalah Sudan. Tarekat ini masuk ke Sudan atas jasa Syaikh Ahmad At-Tayyib bin Basir yang sebelumnya belajar di Makkah sekitar tahun 1800-an.
Berlokasi di Ciwidey, Saung-Majlis Shalawat Darussalam ini terbilang menarik untukku. Meski esensinya tetap sebagai tempat belajar ilmu agama, rasanya tempat ini menawarkan sesuatu yang berbeda. Begitu terbuka buat siapapun, muslim sampai non muslim. Majlis yang kukira salafi tidak, modern juga tidak. Ketika kebanyakan pesantren di tempatku dibuat dengan bangunan beton tebal dan bergaya timur tengah, di sini sangat keliatan berbeda dari segi penataan ruang, arsitektural, sosial, fashion, aturan-aturan dan banyak hal lainnya. Wajah Islam yang nyunda, tempat yang cocok sekali untuk memberikan jeda.
Kami bergerak pulang dari Ciwidey pukul sepuluh siang. Mengambil jalur Soréang, Banjaran, Balééndah, Majalaya. Jalanan yang padat pemukiman dan daerah industri. Aku yang cuma tahu Dago dan Ciumbuleuit sebagai Bandung, tidak pernah menjajaki daerah-daerah ini sebelumnya. Lalu kami mengambil jalur Cijapati yang tembus ke Kadungora-Garut.
Munggahan yang menawan. Terimakasih Diwan, Cep Thoriq yang sudah membawaku pada perjalanan ini !
Bunga musim penghujan lebih awal bermekaran
Menyambut temu. Yang segera datang sebagai jawab kerinduan
Perjalanan memberi kita ruang tentang rasa syukur
Bersama-sama. Bersenandung do'a-do'a hening di kedalaman hati
Saling mengingat. Setiap langkah waktu yang perlahan luntur
Mengembalikan kilau warnanya dengan keberkahan silaturahmi
2023
0 comments:
Posting Komentar