Kubungkam kau dengan kecupan segelap bibir sunyi
Untuk kubuat berenang di lautan tak berdasar
Terombang-ambing mencari akal
-Belum Selesai, Sabila Ar-Rifqi
-
Lagu yang menemani bulan ini adalah musikalisasi pendek yang kubuat bulan lalu dari puisi si Dede. Cukup relevan, dengan judul "Belum Selesai", aku masih punya beberapa Pe-Er setelah habis dua minggu ini.
Mengawali bulan Juli tahun ini. Padahal ini minggu liburan, tapi sederet kegiatan datang peperekpekan. Aku jadi terhenti menulis puisi, menggambar apalagi. Ketika punya senggang sehari saja, aku merasa berdosa tidak melakukan apa-apa, padahal sebenarnya boleh juga mengambil waktu istirahat sekejapan saja.
Aku mengisi dua minggu ini dengan berbenah, latihan pertunjukkan, sampai perjalanan. Yang tidak menyenangkan adalah aku juga harus menyambut perpisahan. Tapi paling tidak aku tidak punya kecamuk 'kerujitan' di tempat kerja yang hampir setiap pulangnya selalu membawa kabar tidak menyenangkan.
Mulai semester ini aku akan mencoba acuh untuk hal lain, yang penting kewajiban beres, itu saja. Lalu aku mau lihat perbandingan tingkat kesehatan psikologisku dari itu.
Baiklah, dua minggu pertama juli tahun ini.
Selasa, 1 Juli 2025. Dikirimi Sirih Gading dari de Hasbi dari rumahnya yang sudah keluar dari pagar rumahnya.
Aku bingung harus menanamnya di mana karena sudah tidak ada tempat. Akhirnya kutata saja di dapur terbuka yang baru-baru ini kubenahi. Lucu juga ternyata.
Sore harinya Mang Andi Deblenk berkunjung ke saung untuk briefing soal teknis acara tanggal 5 besok. Karena prosesi upacara adatnya rada aneh. Tidak seperti upacara adat yang biasa kukerjakan, akhirnya ada keputusan untuk gladi dulu sehari sebelumnya untuk mencegah 'hal-hal yang tidak diinginkan' di atas panggung nanti.
Rabu, 2 Juli 2025. Mulai menggarap lagu selanjutnya. Kali ini mengambil puisi Diwan yang berjudul "Bagaimana Jika Kita ke Kamojang Saja ?". Rizal merekam guide-nya dalam 4 jam saja. Aku berniat mengisi vokal dengan satu jam, ternyata agak sulit. Akhirnya menyerah, dan mengembalikannya pada Rizal untuk ngefill aksen gitarnya dulu saja.
Kamis, 3 Juli 2025. Berangkat ke Bukit Kalimat, jadwal yang tiba-tiba permintaan si Dede untuk hadir di acara kang Irvan Mulyadie. Entah acara apa, yang jelas bareng pemerintahan. Kami datang jam 7 dan tamu pemerintahan belum datang bahkan sampai menjelang dzuhur. Biasa, memang pemerintah sukanya memainkan. Padahal kang Irvan dan keluarganya sudah menyiapkan hidangan dan keperluan penyambutan sejak pagi hari sekali.
Beberapa tokoh pilihan yang sempat mendapat anugerah penghargaan dari Kompas. Aku mengenal beberapa dari banyak itu. Ahmad Syafii Maarif, Frans Magnis-Suseno, Karlina Supelli, Jakob Sumardjo, Salahuddin Wahid, Radhar Panca Dahana.
Ternyata ini adalah program ASN berprestasi, ceritanya. Kang Irvan menjadi salah satu kandidat untuk program ini. Tapi ya.. Namanya pemerintah, aneh-aneh sedari awalnya kata kang Irvan. Teknis, indikator, target, jelimet pokonamah.

Wajah-wajah yang kelelahan. Bukan karena visitasi, tapi gara-gara menunggu sampai setengah hari.

Aku membawa oleh-oleh Kriminil dari halaman luas bukit Kalimat.
Jumat, 4 Juli 2025. Jumat pagi aku menanam oleh-oleh dari kang Irvan di pelataran saung yang tidak seberapa luas. Berhimpit pabetot-betot sama areal bonsai-bonsai mang Cucu.
Setelah gladi aku mengejar latihan di sanggar ringkang sampai pukul 11 malam. Sedari sehabis dzuhur memainkan biola, ada rasa giung juga. Apalagi garapan yang kali ini mesti main dan 'mikir'.
Tiba-tiba harus ngaladangan solawatan. Yah.. Yang punya acara kali ini adalah petinggi FKDT, jadi ya.. Tidak aneh kalau ada yang minta dibawakan sajian beginian.
Untungnya tim Naratas ini memang handy-sagala bisa. Ada Neng Nurlela, murid kang Andi dari Pancatengah juga yang membantu urusan vokal.
Sedikit cuplikan salah satu lagu favorit Naratas : Emut Bae.
Jojo mengirimiku pesan bahwa bukunya berada di deretan buku 'besar' di Gramedia. Aku dimintainya untuk membuatkan cover untuk bukunya, jadi gambarku sudah masuk ke sana juga. Terimakasih ya Jo, tanpa karyamu gambarku ngabakal ada di sana..
Minggu, 6 Juli 2025. Tidak bisa semua menyukai kita. Alam, apalagi manusia. Saat hendak menyiram tanaman-tanamanku sebelum kutinggal untuk balik ke Bandung Aku mendapati beberapa pot tanaman di depan kelasku jatuh berantakan. Entahlah apa sebabnya mereka ini bisa jatuh begini.
Aku ke Bandung untuk bertemu keluarga ekspat yang dulu 'memeliharaku' dengan baik. Dan mereka hendak meninggalkan Indonesia karena mereka akan pindah dan tinggal di Panama. Tiket keretaku pukul 14.25. Aku diantar Wawan ke stasiun. Dengan nomor kursi 5E yang seharusnya dekat jendela, ternyata sudah diisi orang. Dan dia tidak mau pindah-juga tidak ada keinginan pindah. Usul punya usul ternyata mereka pasangan yang belum lama menikah, jadi tidak ingin duduk berpisah. Padahal aku sudah membayangkan perjalanan dengan mendengarkan lagu dan memandang jendela, ah sudahlah.

Lewat jam lima sore aku sampai di stasiun Kiaracondong-Bandung. Kali ini sangat padat, selain ini hari minggu, ini juga minggu terakhir liburan sekolah. Aku yang biasa berjalan cepat tidak bisa berkutik, mesti pelan-pelan. Padahal tiketku selanjutnya menuju stasiun Padalarang adalah pukul 17.20. Jadilah aku gugurudugan.
Sedikit tentang kereta lokal Bandung Raya ini, ternyata tidak memiliki tempat duduk yang pasti. Jadi aku dan si Dede berdiri sampai tiga stasiun. Barulah aku mendapat kursi kosong setelahnya.
Mungkin aku akan menulis tentang keluarga ini dalam tulisan terpisah setelah agak senggang. Karena masih ada kegiatan yang mesti dikejar akhir pekan sekarang.
Aku bukan tipe olahragawan. Tapi mengingat ini hari terakhir bersama keluarga ini, aku menemani Leo main badminton dan Basket. Lalu Pa Joshua dan Kathleen juga ikut bermain.

Makan siang terakhir bersama. Aku baru sadar ketika si dede bilang ini makanan yang sama ketika dulu si dede pertama kubawa ke rumah mereka. Ihsan juga ikut makan siang di sini.

la Familia.
Foto keluarga terakhir sebelum mereka pindah ke Panama. Jadi.. Mereka sudah membersamaiku tujuh tahun sejak 2017. Teu kabayang iraha bisa amprok deui..
Si Dede dan aku dimintai tinggal sementara di sini karena rumah kosong. Mah Ros dan pa Wal sedang tugas ke luar negeri selama dua minggu. Dari Padalarang aku sampai di rumah mah Ros hampir sore, Aku luha-lehe agak kelelahan. Tadinya istirahat karena ada reunian EV di Greengate petangnya, tapi aku benar-benar lungse ditambah hari hujan. Jadi hoream kamana-mana. Akhirnya cuma makan malam sama si dede.
Dari rumah, si Iyan ngirimi foto anak-anak si Uti yang sudah mulai agak besar. Udeh dipindah-pindah tapi tetep balik lagi ke deket kasur si Ibu.
Rabu, 9 Juli 2025. Perjalanan Bandung-Tasik yang tidak disangka lama. Jalan di Malangbong macet parah, padahal aku berangkat jam 10 siang, sampai Tasik hampir ashar.
Can mandi. Habis maghrib langsung lanjut sambung latihan untuk acara kamonesan setelah aku bolos tiga hari selama di Bandung. Di garapan ini aku jadi kenal Cahyana Muhamad Nur, dia yang menyusun musik untuk pertunjukkan kami kali ini yang ternyata ade tingkatnya si Aiki ketika di UPI Bandung.
Kamis, 10 Juli 2025. Pagi-pagi selesai 'naman'. Sebenarnya aku berencana melakukan ini sebelum ke Bandung, tapi teu kaburu. Maksudku biar pas pulang mereka sudah 'seger'. Tapi yah.. Begitu tea ningan. Aku menanam Tradescantia Spatachea di jajalaneun setelah menanam Kriminil atau Alternanthera Ficoidea sebelumnya. Jadi lahan sepetak itu sekarang dilingkupi tanaman lucuu.
Diwan selesai mengkolase video saat kami selesai mengerjakan lukisan dengan judul "Meniti". Lukisan ini sekarang sudah bisa dinikmati di kantor Pesangreen.
Sedikit hightlight video saat NJP - Kamonesan.
Minggu, 13 Juli 2025. Sebenarnya hari ini aku berniat memasang kembali lukisan-lukisan lama di ruanganku karena ini hari terakhir sebelum memasuki 'normal. Tapi tiba-tiba jadi beres-beres 'besar' di rumah. Lemari barang di kamarku yang lama yang isinya sagala aya akhirnya mesti diganti karena memang sudah rapuh. Pertama yang dilakukan adalah mengeluarkan isinya.
Bertahun tidak menempati lagi kamar ini, aku mendapati banyak macam benda dari hari-hari lalu. salah satunya adalah buku-buku tulisku saat SMA yang masih rapi berjejer. Aku memang agak apik soal nyimpen-nyimpen.
Buku bahasa Indonesiaku berkali ganti bahkan hanya dalam satu semester saja. Aku memang sesuka itu dengan kebahasaan. Soal kesenian, aku malah tidak begitu 'ngeuh' as theory. Aku sudah melakukannya sejak lama, bahkan sebelum aku sekolah. Karena yang penting buatku asal bisa menggambar sendiri saja. Gambar-gambarku ada di buku terpisah khusus sampai berjilid-jilid, beratus lembar di kertas HVS yang tercecer di sana-sini.
Aku baru selesai beres-beres selepas maghrib sedari pukul 9 pagi. Mengganti lemari lama dengan yang baru, mengganti karpet, mengubah layout. Beres-beres sendirian ternyata lumayan melelahkan. Pasalnya yah.. Mengeluarkan barang-barang, memilah barang, membongkar lemari kayu lama, membersihkannya, turun naik tangga karena kamarku di loteng, memasang lemari baru, memasukan barangnya kembali, nyapu, ngepel, yihaaa. Beres-beres sebenarnya cukup menyenangkan buatku. Minimal sebagai penyaluran energi dengan 'positif'.
Darisini aku menemukan bahwa dalam kehidupan, ada yang harus bertahan, datang, diganti, dirusak, dipelihara bahkan dibuang.