Excerpt from the other sight Time has wonderful way of showing us what really matters

Jumat, 22 September 2023

'Anak-anak' Yudhistira

Perjalanan rangkaian Safari Sastra IV bersama penyair Yudhistira ANM Massardi yang kali ini agak menguras tenaga buatku hehe. Bagaimana tidak, kami menyusur dan pentas di lima kota dalam 3 hari. Dan sebagai 'gantinya', setelah hari terakhir pentas di Pacitan kami diberikan 'jalan-jalan' ke Solo.

Aku tidak pernah barang sekalipun singgah-tinggal ke kota ini sebelumnya. Biasanya hanya lewat ketika jenguk saudara di Surabaya, Trenggalek dan Malang. Jadi ini sangat menyenangkan bisa mampir kesini. Pa Yudhis punya segudang teman-kolega, tokoh-tokoh nasional seantero Indonesia. Ini tidak mengherankan untuk namanya yang besar buatku. Setiap dibawa 'jalan-jalan', aku sering dikenalkan pada beberapa diantara mereka yang kebetulan bertemu. Selain itu yang menarik, Pa Yudhis ini punya banyak anak-anak yang 'dibesarkan' di berbagai kota, tapi tentang Solo ini lebih sering disinggung dalam pembicaraan bersama Pa Yudhis ketika aku melakukan perjalanan bersamanya sejak safari sastra-ku yang kedua. 

Saat malam pertama menginap di Solo, akhirnya aku dapat bertemu dengan Gema Isyak Adam, salah satu 'anak' Yudhistira yang sering dibicarakan padaku sejak tahun 2021 itu. Lead tim musikalisasi Safari Sastra Yudhistira yang pertama, personil grub band rock bernama Soloensis. Aku sudah melihat rekaman saat mereka pentas bersama Renny Djajoesman di kanal Youtube karena penasaran, dan memang terdengar 'keras' buatku haha..

Akrab dipanggil Isyak, dengan persona awal dengan rambut panjangnya, 'Ini orang kalau bicara pasti nyentak-nyentak..", ujarku dalam hati haha. Ketika dia bicara, lho malah dia lebih kalem daripada aku yang sering jéjérétéan haha. Sangat berbeda saat dia berada diatas pentas. Kami mengobrol ringan saling bertanya kabar dan interes. Isyak ini juga seorang yang kreatif.. Dia pandai ngrengreng batik, pada bahan kain sampai pada body gitar !. Wawasannya luas, kita sampai ngobroli soal filsafat (yang jadinya tidak ringan ngobrolnya haha). Kalau soal bermusik sudah ngausah ditanya, dia yang musisi 'beneran' tentu punya jam terbang dan pengalaman yang lebih banyak dariku yang masih 'magang' ini hehe. Kalau Pa Yudhis ini membawanya dalam perjalanan sastranya memang sudah kapabel, moal hariwang. Menjadi anak Yudhistira yang dibawa soal permusikan, Isyak ini seperti kakak seperguruanku kalau dalam dunia shaolin hehe. Aku mesti banyak belajar darinya..

Kami juga membicarakan rencana 'keributan' lain di tahun depan bersama pa Yudhis, peluncuran buku kumpulan puisi baru di perayaan 70 tahun Yudhistira pada Februari tahun 2024 di Galeri Indonesia Kaya-Jakarta. Jika memungkinkan, Isyak yang musisi bergenre Rock-Progresif dan selalu bermelodi semangat ini akan berkolaborasi denganku si pemain biola kacangan yang lagunya selalu bermelodi minor yang paling menderita haha. Jika ini lancar, Ini akan menarik buatku.. Sejauh mana kita akan saling 'mentoleransi' tentang pemaknaan musik-sastra bagi kami.

Menjelang akhir pertemuan kami bergantian menyanyikan beberapa lagu ringan bersama-sama. Salah satu oleh-oleh safari sastra yang selalu kudapatkan-Pertemuan menyenangkan !

2023

Sabtu, 02 September 2023

Temu Punggawa Saptawikrama Lesbumi Se-Jawa Barat : my first all night long with the greens


Aku jarang membuka sisi kehidupanku yang ini dan memang belum lama. Sedari awal mulai 'ngepost' foto twibon kegiatan ini banyak yang bertanya-bercelotéh tentang ini. Sebenarnya bukan karena apa-apa, hanya aku agak malu, bukan tentang NU-nya, tapi lebih tentang kredibilitas dan kontribusiku pada NU. Apalagi perangaiku yang 'nyaliwang' sangat tidak mencerminkan masyarakat NU yang seharusnya 'baik'. Beberapa bilang, "Ih ningan", "Teu nyangka.." atau dengan celotehan yang sedang tren saat ini, "Apa kamu se-NU itu ?" 😂

Nahdlatul Ulama, salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia ini mempunyai lembaga-lembaga dibawahnya, salah satunya Lesbumi. Lesbumi ini semacam lembaga kebudayaan Nahdlatul Ulama. Lesbumi menghimpun berbagai macam artis (konotasi kalimat ini lebih kepada seniman, bukan artis yang sering bikin keributan di tv atau yang labil tiba-tiba ganti arah ke pemerintahan) : perupa, pemain pentas, pemusik, sastrawan dan ahli seni lainnya. Lembaga ini juga beranggotakan ulama yang memiliki latar belakang seni cukup baik. Sejujurnya aku juga tidak tahu kenapa aku berada di sini. Tiba-tiba berada diantara guru-guruku, orang-orang berwawasan tinggi (bukan hanya tentang seni tapi juga tentang keilmuannya tentang NU dan keagamaan). Tapi yang jelas tentang ini, buatku ini adalah salah satu warisan Alm. Pa Kyai Abun untukku.. Saat masih jeneng Beliau 'menitipkan'ku pada 'orang-orang hijau' meskipun beliau tahu kiranya aku bukan tipikal orang yang dapat 'bergumul' disini. Jadi.. Lepas dari apapun, dawuhnya, asalkan aku bisa 'bermanfaat' saja.. (meskipun lebih sering 'dimanfaatkan' sih 😂) Dan tentu aku tidak bisa menolak Beliau.

Tentang Saptawikrama Lesbumi, ini adalah keputusan strategis yang paling ditunggu oleh PBNU dalam Rakernas LESBUMI karena merupakan bagian integral dari pedoman kebijakan Nahdlatul Ulama (NU) dalam merumuskan kebijakan dan menentukan sikap terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi warga NU (Nahdiyin) pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Keputusan strategis yang meneguhkan posisi Lesbumi PBNU sebagai Garda Nasional Peradaban, Kesenian dan Kebudayaan Islam Nusantara ini menandai kehadiran dan fungsi penting Lesbumi dalam meneguhkan Islam Nusantara untuk membangun peradaban Indonesia dan dunia. Saptawikrama adalah Tujuh Strategi Kebudayaan Islam Nusantara yang meneguhkan Hasil Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015. Aku tidak akan bercerita banyak tentang ini karena aku yakin teman-teman NU sudah mengetahui tentang ini.

Temu Punggawa Saptawikrama Lesbumi se-Jawa Barat yang diadakan di PWNU pada 31 Agustus-1 September ini barangkali menjadi media silaturahmi para 'Punggawa' Lesbumi yang berisi 27 anggota Lesbumi PCNU kabupaten dan kota yang berada di Jawa Barat.

Ketua PCNU Kab. Tasikmalaya, KH. Atam Rustam (tengah)

Diberangkatkan dan didoakan langsung oleh Ketua PCNU Kab. Tasikmalaya, KH. Atam Rustam Lesbumi PCNU Kab. Tasikmalaya memberangkatkan 6 orang perwakilan, diantaranya Irfan Hilmi sebagai ketua, Didin Syarifudin sebagai wakil ketua, Teteng Mukhlis Aziz (sebagai anggota, tidak menjabat di lesbumi pcnu karena Pa Teteng juga ada dalam kepengurusan PWNU, tidak boleh merangkap jabatan), Neng Simah sebagai sekretaris, Diana, dan aku sendiri.


Acara dimulai agak terlambat (seperti kami perwakilan Lesbumi PCNU Kabupaten Tasikmalaya yang juga datang terlambat hehe).


Kami tiba di lokasi saat sudah masuk acara pembukaan, tiba di aula besar PWNU kami langsung bergabung dengan peserta lain dari berbagai daerah.


Ada beberapa lukisan sisa acara pameran PWNU, salah satunya karya Siti Syaimah Ruhiat, adik kelasku saat di Cipasung.

D'Ranyay sedang melantunkan rajah bubuka

Dibuka oleh rajah bubuka oleh D'Ranyay, ini barangkali salah satu tim divisi musik Lesbumi PWNU, rajah yang dibawakan adalah kalimat dan shalawat Laa Haula Wala Kuwata Illa Billah dan Shalallah 'Ala Muhammad dikemas apik diiringi kolaborasi instrumen tradisi dan modern terdengar sangat syahdu, kami para peserta bisa mengikutinya dengan mudah dan pereum beunta saking merdunya. Aku pribadi merasakan goosebumps saat mereka membawakan rajah, melipir sedikit, aku merasa saat di acara Everness Festival - Hungaria tiga tahun lalu. Pada segmen spirituális zene (nyanyian spiritual) yang biasa dipakai untuk stimulus meditasi dan yoga pada acara itu meski yang dibawakan kebanyakan mantra Buddha dan Hindu. Ternyata rajah 'kita' juga sangat memungkinkan sekali untuk memberikan konsentrasi spiritual. D'Ranyay membuktikan itu untukku secara pribadi. Suatu saat aku mesti membuat hal seperti ini di kampung halaman atau dimanapun.. Berharap seperti mereka yang bisa memberikan kebahagiaan, pengingat kepada yang Maha Kuasa dan kerinduan kepada Rasulullah dengan cara yang indah.

Ketua PB Lesbumi, KH. Jadul Maula (tengah)

Acara dilanjutkan dengan sambutan-sambutan yang diberikan oleh ketua Lesbumi PWNU Dadan Ahmad Hamdani, lalu ketua PB Lesbumi KH. Jadul Maula dan ketua PWNU Jawa Barat KH. Juhadi Muhammad sampai break time ashar.

Ketua Lesbumi PWNU Jawa Barat, Dadan Madani (tengah)

Acara kembali dimulai setelah shalat ashar, diisi oleh penampilan-penampilan dari beberapa perwakilan Lesbumi dari berbagai daerah. Diantaranya Bandung Barat, Cianjur, Bogor, Ciamis, Tasikmalaya dan tentu saja tuan rumah Lesbumi PWNU. Tipikal penampilan relatif bervariasi, aku melihat betapa Lesbumi setiap daerah yang hadir di sini memiliki potensi yang besar menyoal kredibilitasnya tentang pengetahuan seni dan sisi spiritualitasnya masing-masing.


Break maghrib, acara disambung acara inti yakni diskusi. Ada tiga bahasan utama pada acara temu punggawa tersebut yaitu arah kebijakan kebudayaan Jabar, islam, dan kebudayaan di Jawa Barat yang diampu pada tiga akar kebudayaan, yaitu Sunda, betawi dan Pantura. Kang Dadan sebagai ketua lesbumi PWNU Jawa Barat menyampaikan PR besar Lesbumi NU di Jawa Barat saat ini yaitu terkait bagaimana mengangkat jamiyah NU dari sisi kebudayaannya agar seimbang dengan Jatim dan Jateng. Dan memang ku sadari juga Lesbumi pwnu Jabar belum begitu 'terlihat' (bisa jadi karena memang aku baru belakangan ini bergabung, dan aku tidak tahu hal-hal yang terjadi sebelumnya). Apalagi di subdistrik seperti di pc-pc, pun di kabupaten Tasik tempat tinggalku sekarang.


Narasumber pada diskusi ini antara lain seniman budayawan Acep Zamzam Noor, DR. KH. Asep Salahudin (keduanya memiliki kyai asli Tasik, KH. Ilyas Ruhiat - Cipasung dan Abah Anom - Suryalaya) selain itu dan DR. Ifa Faizah Rohma, MP.d dari LP Maarif pada sesi pertama. Diseling istirahat yang diisi musikalisasi puisi oleh Kg. Adew Habsta, Teh Cici dan kawan-kawan D'Ranyay, diskusi dilanjutkan pada sesi kedua dengan narasumber KH. Jadul Maula dan KH. Sastro Adi. Acara diskusi berlangsung sampai lewat tengah malam, buatku yang pertama kali ikut kegiatan ini memang mengaprove tentang 'Orang-orang NU ini kuat soal begadang-begadangan' haha.. Tapi diskusi berjalan relatif efektif dan interaktif.

DR. KH. Asep Salahudin

Ada yang menarik yang kudapat dari diskusi, seperti yang diujarkan KH. Asep Salahudin, "Seni adalah washilah, bukan syariah", jadi bagaimanapun tradisi dan agama akan berbenturan sampai kapanpun, tapi kita bisa mengambil 'sufisme' keduanya sebagai jalan tengah. Tak selesai begitu saja, Acep Zamzam Noor menutup diskusi dengan punchline-nya, "Lesbumi itu harus kreatif, imajinatif dan surealis", disambung oleh KH. Asep Salahudin, "Dan dalam diri seorang Lesbumi perlu terdapat keseimbangan body, mind dan spirit".


Oh ya, sesuai yang kuharapkan tentang kegiatan ini, aku bisa bertemu dengan beberapa orang hebat, diantaranya penulis Kg. Iip D. Yahya. Penulis. Kg. Iip menulis buku "Ajengan Cipasung: Biografi KH. Moh. Ilyas Ruhiat" terbit pada tahun 2006, yang bukunya baru kubaca saat usia SMA, setelah 5 tahun KH. Ilyas Wafat.. Buku ini begitu berjasa untukku yang tidak bisa mengenal KH. Ilyas secara 'langsung', sedikitnya aku bisa membayangkan perangai Kyai yang orang-orang sebut sebagai Ajengan santun.. Kang Iip juga yang memasukkan tulisanku padai website NU Jabar Online tentang obituari kehilanganku terhadap KH. Abunyamin Ruhiat yang wafat november tahun lalu.


Isa Perkasa. Untuk khalayak per-seni rupaan Jawa Barat barangkali nama Isa Perkasa sudah tidak asing didengar. Di kalangan pelukis nasional, selain Hanafi, Acep Zamzam Noor, Herry Dim dan Tisna Sanjaya, gaya lukisannya dulu juga jadi influence buatku yang waktu remaja itu masih belajar melukis. Selain mengelola galeri Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan, pelukis nasional-internasional kelahiran Majalengka yang menetap di Bandung ini ternyata 'terlibat' dalam É-Én-Uan dan akhirnya kami bertemu lagu disini setelah 4 bulan lalu aku mengisi acara di galeri yang dikelolanya.

Dua hari ini terasa melelahkan, tapi juga 'menyegarkan' untukku bahwa ternyata NU memiliki 'ruang-ruang' yang khusus, bahkan untuk orang-orang yang sering dikatai 'nyelénéh' di sosialnya. "Setiap orang punya bagiannya masing-masing", seperti yang dikatakan alm. Kyai Abun  padaku barangkali diperlihatkan di sini. Makna dari Al-Qur'an Surah Ali Imron ayat 190, yakni "Membaca pergerakan dan perputaran bumi ini adalah tanda orang-orang yang berakal." Orang-orang yang menyukai seni (bukan ikut-ikutan tren) biasanya memiliki tingkat kegelisahan tinggi yang progresif mengenai apa yang mereka rasakan, dilihat dan dengar. Dan permasalahannya bagi mereka adalah langkah proses untuk menggunakan 'bahan' tersebut supaya dapat dirasakan outputnya (oleh siapapun) dengan lebih indah dan patut. Dan mungkin bagi seorang muslim, ini juga sebagai pengingat tentang nisbat. Keindahan kecil dari makhluq tidak akan pernah berbanding dengan keindahan Khaliq.


Setelah acara selesai, rombongan Lesbumi PCNU kab. Tasik kembali pulang. Tapi aku dan Neng Simah menginap di PWNU, Neng Simah mesti menghadiri Istighosah Kebangsaan yang diadakan PWNU Jabar esok malam harinya.

2023