Excerpt from the other sight Time has wonderful way of showing us what really matters

Minggu, 06 Agustus 2023

Summer Soilstice by Kuluwung

Diwan Masnawi sedang kembali ke tanah air disela 'peredarannya'. Sebagai salah satu putera mahkota Cipasung dan anak dari seniman-budayawan besar, teman masa kecilku ini jadi partner berkegiatan kreatif bahkan 'picilakaeun' setelah kami sama-sama beranjak dewasa. Akhirnya pertemuan kami kembali ini menghasilkan rencana kegiatan yang terealisasi malam kemarin.

Dari yang kudengarkan, Diwan berkeinginan untuk 'mengguar' dan mengenal kembali salah satu unsur alam yang vital dalam kehidupan yakni 'tanah'. Sebagai seorang muslim, tanah barangkali sedari awal sudah dikaitkan dengan penciptaan secara sejarah. Sebagai manusia, kehidupan kita juga tidak bisa lepas dari unsur tanah.


"Dalam budaya perkotaan dan sosial ekonomi kita hari ini setiap orang mampu makan tanpa harus menanam, memanen, mengolah, juga memasak bahan makanan. Kita hanya tinggal mencari warung, dan langsung menyantapnya saja - dengan syarat kita punya uang. Kita bisa makan dari hasil mengajar matematika di sekolah, atau menjadi model di majalah, tanpa harus menyentuh tanah dan air atau pisau di dapur."

"Kita bisa melompati dua tahap, yakni produksi dan persiapan, lalu dengan begitu saja tiba pada tahap konsumsi. Efisien, tanpa perlu repot-repot."

"Namun, sempatkah kita, menatap makanan kita dan menerawang lebih jauh tentang bagaimana perjalanan makanan itu bisa sampai di piring kita. Perjalanan nutrisi yang menjadi energi bagi kita menjalani keseharian."

"Lebih jauh dari itu, sekitar 95% makanan kita berasal dari tanah. Namun, sempatkah kita menyentuhnya dan menghayati tubuh besar kita yang terhampar di permukaan Bumi ini, yang kelak kan menyatu dengan tubuh kecil kita. Sebagai pertautan antara makrokosmis dan mikrokosmis ini. "

Soilstice. Gabungan dua kata yang dipilih Kuluwung ini berasal dari kata Soil dan Stice. Soil yang berarti tanah dan Stice yang berarti titik balik matahari. Bermaksud 'melihat kembali' pada satu unsur kehidupan penting yang untuk beberapa kini nilainya terlihat dipandang sebelah mata.

Kuluwung sebagai former membuat kegiatan diskusi dan workshop pada Soilstice ini. Diskusi tentang tanah secara scientific dan filosofis dari berbagai perspektif karena dihadiri juga oleh Bapak Jajang Indra, guru basa sunda, budayawan yang juga seorang naturalis sebagai salah satu narasumber. Bagaimana etiket pandangan seorang 'Sunda' memaknai tanah. Bagi masyarakat umum, barangkali kita juga sudah mulai tidak mengenali tentang 'tanah', salah satu unsur semesta yang telah memberi kita 'fasilitas' kehidupan. Sebagai contoh kecilnya seperti anak-anak kita terkesan dijauhkan dari tanah sejak kecil, "Kade kotor !", kalimat yang mengarah bahwa tanah adalah hal yang mesti dihindari (dalam beberapa kasus ini menyebabkan alergi karena perkembangan fisik pada anak tidak begitu 'mengenali' tanah).

Higienis menurut pandangan kita yang sekarang adalah bersih setelah kita mencuci apapun (termasuk mencuci 'uang', 'otak' juga 'ideologis', cih) dengan sabun atau bahan kimia lain. Ruang untuk tanah 'tumbuh' sudah semakin berkurang karena alih fungdi dan pembangunan. Polusi-polusi yang dirasakan 'diatas' & 'dibawah' yang makin marak, kondisi tanah semakin jadi 'tidak sehat'. Efek lebih jauhnya adalah dapat berpengaruh pada unsur kehidupan lain seperti air, udara dan tetumbuhan.

Tanah bersedia kita 'injak'.
Tanah bersedia merendah supaya kehidupan diatasnya dapat tetap 'melangkah'.

Sudahkah kita bersyukur dan berterimakasih untuk itu ?

Kegiatan dilanjutkan dengan workshop pengolahan tanah sebagai media tanam oleh Wildan Ahmad sebagai streamer yang sedang naik daun dan seorang praktisi pertanian milenial. Ini barangkali hal pertama dan paling mudah untuk dilakukan sebagai pemanfaatan tanah yang bisa kita lakukan dalam berkehidupan sehari-hari.

Wildan menjelaskan detail keperluan material yang perlu dipersiapkan ketika menggunakan tanah sebagai media tanam, secara alami dan secara artifisial kimia, yang mana yang lebih baik tentu adalah yang alami ujarnya. Tapi kita mesti menawarkan 'waktu' yang agak lama sebagai nilai tukar yang patut untuk memaknainya.

Sebenarnya alam akan 'recover' dengan sendirinya, tapi pada kehidupan zaman industri ini yang terkesan terburu-buru, yang terpenting adalah kita bisa mendapat keuntungan besar, pasti tentang itu. Ketika ada hal yang 'diringkas' baik tentang bahan, proses, dan waktu, itu akan mengakibatkan hal lain yang tidak 'sapanuju'.

Kita mungkin bisa saja acuh atas efek negatif itu jika semisal skalanya kecil, tapi lain ceritanya jika efek negatif yang dihasilkan skalanya besar sekali karena penyumbangnya permasalahan ini memang banyak. Manusia mesti bersiap dengan apa yang terjadi dengan itu, bahkan bagi kita yang tidak sama sekali ikut campur, seringkali keadaan berakhir dengan pertanyaan yang jawabannya abu-abu.

Ba'da maghrib, sesi terakhir dari rangkaian kegiatan Soilstice ini adalah pertunjukan seni musik tradisional Tarawangsa. Tarawangsa adalah salah satu instrumen tradisional yang cukup tua, bahkan lebih tua dari ensembel Karawitan yang dewasa ini populer dan terangkat lagi. Tarawangsa sudah jarang ditemui di masyarakat, pun di daerah perkampungan. Dalam tradisi suku sunda, barangkali Tarawangsa adalah salah satu kesenian yang berkaitan dengan tanah - budaya pertanian yang merupakan letak dasar atau salah satu fondasi kehidupan.

Sebelum perform Katara Badranaya yang dilead Kg. Andy Uger de Blanc membawa dua personil lain, Kg. Deki di Tarawangsa & Kg. Aduy di bagian jentreng menjelaskan tentang Tarawangsa, sejarah, waditra dan keterkaitannya pada kehidupan kesundaan dan secara umum.

Dipenghujung acara para partisipan dipersilakan menari untuk merespon dan merefleksikan suara Tarawangsa dalam bentuk gerakan tari sederhana.

Semua memejamkan mata, semua bertelanjang kaki. Mendengar suara, merasakan bumi. Aku merasa Katara Badranaya membawa Kuluwung pada trance yang positif sebagai bad energy-bad emotional release, ini seperti meditasi.

Dengan cahaya temaram pada malam. Soilstice yang diusung oleh Komunitas Kuluwung mengantarkan kerinduan kami semua tentang suasana purba dengan cara yang bersahaja. Kembali dan mengembalikan semuanya pada sang Maha.

*Foto-foto : dokumentasi Sopia Nindia Anggraeni - Cep Thoriq

Selasa, 01 Agustus 2023

Tiger Lair

Selama belajar di EV, teknis pengkondisian partisipan adalah dengan membuat kelompok-kelompok kecil. Dari 18 partisipan imersi, kami dibagi menjadi lima kelompok dengan jumlah 3-4 orang perkelompok. Ini untuk memudahkan alur informasi saat pembelajaran dan ini memang sangat efektif. Meski begitu ini tidak jadi membuat sekat antar sesama partisipan, kami juga punya banyak waktu untuk berbaur dengan teman-teman yang lain.

Angkatanku di EV kali ini sangat beruntung karena setiap kelompok didampingi oleh dua leader native speaker. Satu guru senior dari tim Pennsylvania dan satu mahasiswa internship dari perguruan tinggi di Amerika.

Tim kami bernama Tiger Lair, ini adalah nama yang diusulkan oleh Ilham. Lair dapat bermakna sarang atau suatu tempat yang ada di belantara hutan. Kami menganalogikan bahwa kelompok kami adalah harimau-harimau dengan semangat berburu pengetahuan di EV. Malam pertama setelah orientasi kami membuat bendera kelompok kami, Filbert dan Rezal mengambil bagian besar dalam ini, karena aku dan Ilham tidak begitu piawai soal menggambar.

Yollande 'Landy' William
Dari semua pengajar dalam tim Pennsylvania, Ms. Landy barangkali adalah pengajar paling tua dari segi usia. Tapi meski begitu desire mengajarnya masih tinggi. Ms. Landy selalu on-time dan strict tentang penggunaan waktu. Awalnya aku agak kesulitan ketika berkomunikasi pada beliau. Ms. Landy berbicara dengan nada rendah dan pronounce speaking yang cepat, kadang beliau tidak sadar bahwa kami masih belajar tentang listening hehe. Selain itu setiap kali aku-kami bertanya tentang hal yang tidak dimengerti dalam pembelajaran Ms. Landy tidak langsung memberikan jawaban konklusi, Ms. Landy selalu membawaku-kami untuk berputar dulu tentang pertanyaan yang diajukan, kadang saat 'menjelajah' fikiran, kami jadi menemukan sendiri jawaban dari apa yang kami tanyakan. Beberapa hari setelah hari awal, aku lebih merasa cara mengajarnya adalah seperti pola parrenting orang tua kepada anak saat di rumah, advice-nya selalu membuatku tertegun. Aku seperti diceritai oleh Ibuku sendiri, dan memang aku merasa beliau adalah figur seorang Ibu saat di EV. Barangkali karena usianya, dan melihat kami yang masih muda. Kendati di usianya yang tua, Ms. Landy selalu bersemangat dan kadang berteriak ketika bersemangat hehe. Tidak berlebihan jika semua membandrol beliau dengan nama 'Mother's Tigers'.


Kami berfoto di depan bangunan utama Green Gate saat hendak makan malam.

Katy Marie 'Swift' Ross
Native speaker dari tim mahasiswa internship yang menjadi leader kami. Berbackground studi pendidikan, Katy adalah perempuan dengan intelegensia tinggi dan seorang problem solver. Ini terbukti ketika dia menyelesaikan berbagai problema-problema yang terjadi di kelompok kami. Kendati berusia lebih muda dariku, kurasa Katy lebih dewasa dariku dalam berbagai hal. Dia bisa mengorganisir kami dengan baik. Kami Tiger Lairs adalah kelompok yang iya iya tapi rewel hehe, Katy mengurusi semua kebutuhan kami saat kegiatan, bahkan tentang urusan makanan, tapi kami tidak pernah melihatnya datang dengan alis yang dikerutkan. Dia selalu berusaha ramah dan tidak memperlihatkan kelelahannya (padahal disamping mengurusi kami dia juga punya banyak Pe-Er paper yang harus diselesaikan di perkuliahannya). Pada kelas tambahan yang impulsif, Katy juga mengajar tentang  penulisan kerangka One Minute Speech (Katy memeriksa tulisan kami satu persatu, bahkan dengan koreksi gramatikal-nya), lalu penulisan essai, dan metoda ketika menghadapi interview pada perusahaan asing. Kami Tiger Lairs tentu beruntung dan bangga  'diasuh' olehnya.

Belakangan, Katy ketahuan pandai bernyanyi dan bermain piano. Kami Tiger Lairs jadi menambah 'Swift' pada nama tengahnya.

Ilham Abdullah, the mature one.
Diantara empat anggota kelompok Tiger Lairs barangkali Ilham adalah yang paling dewasa dalam pemikiran (juga paling tua dalam segi usia 😆🤟), tapi itu tidak berarti menaruh jarak pada adik-adiknya di Tiger Lairs. Dengan pengalamannya bekerja di Jepang, Ilham punya banyak pengalaman menarik untuk diceritakan. Ilham yang supel dan banyak pengetahuannya dapat dengan mudah bergaul dengan semuanya. Dia selalu excite pada hal-hal yang baru yang ditemukan dalam keseharian kami di EV. Ilham juga jadi sasaranku ketika aku hendak 'curhat', karena dia selalu punya penyelesaian yang bijak (maaf yaa hehe kamu jadi kerepotan mendengarkan ceritaku 😅) . Di hari-hari terakhir program, Ilham membelikan kami semua para partisipan laki-laki makanan seblak yang membuatku hampir bolos kelas Ms. Susan keesokan harinya gara-gara sakit perut hahaha. Tapi itu malam yang menyenangkan, kami mengobrol banyak hal sambil makan-makan.

Temanku 'nakal' ketika di EV ini adalah seorang muslim yang baik pribadinya daripadaku. Aku selalu terdiam saat dia membaca ayat Al-Qur'an dengan tartil di kelas interfaith dialogue.

Fibert 'Fillie Fish' Elian, the quiet.
Dengan persona awal saja aku tahu dia seorang yang jenius, ini terbukti ketika Filbert menyelesaikan-mengkomunikasikan ide tentang penampilan yang kami rencanakan pada dua Ms. Landy dan Katy. Filbert adalah anggota kami yang paling pendiam. Aku juga seorang pendiam dan penyendiri, tapi dia lebih pendiam haha. Matanya memaknai banyak hal, dia orang yang pertama sadar saat diantara kami kelihatan bengong. Dia pasti bertanya 'apa kau baik-baik saja ?', sebuah atensi yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Tapi pada awal-awal, aku selalu kebingungan menebak perangainya. Dia bisa tiba-tiba sangat diam dan tidak berbicara sedikitpun setelah dia terlihat menikmati momen sebelumnya. Maksudku jika memang dia memiliki sesuatu yang tidak menyenangkan aku-kami bisa mendengarkannya.. Tapi seringkali dia hanya menggunakan isyarat angguk kepala atau bagian alis dan mata. Kadang dia mengirimkan chat yang panjang hanya karena dia 'malas' berbicara. Belakangan aku mulai mengerti kepribadiannya karena kami mulai dekat satu sama lain.

Fillie yang memeluk kepercayaan Buddha adalah temanku bangun di pagi hari. Dia selalu bangun lebih dulu daripadaku yang wajib shalat shubuh. Dia kentara sering berkeliaran dini hari hanya untuk berterimakasih pada pepohonan, binatang-binatang, tempat dan alam sekitar. Dibalik sifatnya yang pendiam, aku menemukan bahwa dia yang paling menjaga keterikatan.

'Baby' Rezal Alfarizky, the cheerful youngest tiger.
Si kesayangan Ms. Landy karena mungkin si Bungsu di Tiger Lairs, dan dikenal semua orang di EV. Rezal adalah seorang dengan perangainya yang selalu riang, dia bisa mencerahkan keadaan sesuram apapun dengan prilaku dan cara bicaranya. Semua akan tersenyum tertawa dengan kehadirannya. Kadang-kadang aku suka lupa umur ketika bersamanya haha. Meski begitu, Rezal ternyata adalah seorang volunteer di suatu yayasan sosial di Bandung, Rezal punya kepedulian tinggi dengan mengajar bahasa inggris pada anak-anak yatim dan kurang mampu. Selain itu dia adalah super stars Tiger Lairs, dia mengguncang EV saat panggung karaoke night bersama partnernya Celine Sophia !

-

Ini foto kami saat hari terakhir di pembelajaran bahasa inggris dengan Ms. Susan.


Ini foto kami saat malam terakhir setelah refleksi. Masing-masing dari kami mendapat penghargaan dengan bermacam-macam predikat dari dua leader kami.

Ada yang jadi pikiranku tentang tim ini, maksudku kami dikelompokkan secara acak, tapi rasanya kami tiba-tiba merasa cocok dan melengkapi satu sama lain.. Ini membantu kami juga belajar dengan lebih baik saat di EV. Sempat kutanyakan pada panitia registrasi pendaftaran, saat kami menulis nama kami ketika registrasi, mereka mendoakan setiap dari kami supaya mendapat companion yang pas dengan kepribadian kami. Dan aku bersyukur dengan itu.. Kami masih berkomunikasi satu sama lain meskipun program EV telah selesai..

Aku beruntung ada diantara mereka. Terimakasih..