Excerpt from the other sight Time has wonderful way of showing us what really matters

Jumat, 17 Mei 2024

An Exchange Experience : Nu Ngumbara Suka Betah


Tanah Sunda gemah ripah

Nu ngumbara suka betah

Urang Sunda sing toweksa

Nyangga darma anu nyata

 

-Koko Koswara, maestro kawih


Selasa. Mei 7, 2024. Aku, Pa Asep Muharam dan Yudi Guntara diminta oleh MAN 2 Tasikmalaya (CIpasung) lewat guru seni budayanya A. Raiz Shidiq untuk membantu salah satu pembelajaran kelas seni tradisional dalam rangkaian program pertukaran pelajar yang diadakan 1-10 Mei 2024. Ini sebenarnya kali ketiga ku membantu program ini, MAN 2 Tasikmalaya sudah menjalankan program pertukaran pelajar ini lebih dari lima tahun sejak kepala sekolahnya masih ibu Hj. Neng Ida Nurhalida M.Si, puteri kedua Alm. KH Ilyas Ruhiat. Kini yang menjabat sebagai kepala sekolah adalah KH. Atam Rustam dari Sukamanah yang kini juga memiliki posisi sebagai ketua PCNU Kab. Tasikmalaya.

Pertukaran pelajar kali ini diikutsertai oleh sekolah dari tiga negara. CRPAO School – Thailand, Shizuoka Seiko Academy – Jepang, dan Sunbeam School Lahartara – India. Sebagai tuan rumah, MAN 2 Tasikmalaya kukira sudah cukup berpengalaman untuk mengorganisir program intercultural yang bisa dibilang progresif di lingkungan yang belum bisa dikatakan urban di Kab. Tasikmalaya. Kendati berbasis islam-pesantrenan, MAN 2 Tasikmalaya ‘teu jorokan’ untuk dapat menerima para pelajar luar negeri yang notabene berbeda secara agama dan adat kebudayaan. Diketahui, MAN 2 Tasikmalaya memiliki ekskul International Relation dan program English Speaking Program (ESP) untuk menunjang, mempersiapkan dan mempraktikan hubungan edu-sosial secara internasional.

Guru seni budayanya, A. Raiz Shidiq awalnya memintaku untuk hanya menjadi interpreter-translator saja. Pada praktiknya “Sok we ku Eki, riweuh ku bapa heula terus diterjemahkeunmah”, ujar Pa Rais. Ini adalah ‘Sok we’ yang tidak sederhana. Ya keder, aku tidak mempersiapkan apapun secara redaksi atau bahan. Akhirnya kita briefing dengan (sangat) singkat, setelahnya barulah aku mendapat sedikit gambaran tentang apa yang akan kulakukan haha. Aku dilbagian opening-introducing (yang harusnya bagian Pa Rais huee), Pa Asep di pembelajaran Titi Laras-Notasi nada pentatonic Sunda, Pa Rais di workshop meniup suling sunda, dan Yudi Guntara sebagai instrument representator yang memperlihatkan permainan instrument-instrumen ansambel karawitan Sunda.

Aku memulai kegiatan dengan salam dari tiga negara supaya lebih mudah akrab, memperkenalkan semua tim pengajar, lalu mengabsen semua negara dengan nama sekolahnya. Aku bercerita sedikit tentang Sunda itu sendiri (sebagai salah satu suku di Indonesia yang ada di Jawa Barat), lalu meperkenalkannya tentang Iket. Iket Sunda sebagai salah satu identitas-ciri orang sunda, motif-motif, dan tentang fungsinya. Untuk cara memakai Pa Rais dan Pa Asep yang menerangkan, aku menerjemahkannya saja. Lalu kami sama-sama belajar memakaikannya pada semua perserta didik.




Para peserta antusias belajar melipat sebelum memakai iket.

Aku sedikit-sedikit membantu saja.

Si Bungsueee, peserta termuda dan paling kocak haha.

Setelah para peserta memakai iket, Pa Asep mulai menerangkan notasi, nada-nada yang umum digunakan dalam music karawitan Sunda. Bagaimana bunyinya, apa perbedaannya dengan notasi dalam nada-nada music  modern.

Para peserta didik membunyikan nada-nada pelog dengan vocal sesuai arahan Pa Asep.

Daaa Miii Naaa Tiiii Laaaaaa


Pembelajaran notasi selesai. Kami mulai memperkenalkan instrument-instrument yang ada dalam ansambel Karawitan Sunda.

Sarasvati. Pa Asep menunjukkan penggunaan notasi pelog pada saron.

"It’s soothing sounds !"

Yudi Guntara mengenalkan cara memetik kecapi.

Thai studs, “We got it !”

Setelah para pelajar ‘mengeksplorasi’ instrument-instrumen, kami merepresentasikan Ketika ansambel dimainkan secara Bersama.

Memasuki pembelajaran tentang suling sunda, aku menerangkan tentang suling berdasar pada keterangan dari Pa Rais yang kuterjemahkan.




“Ini berbeda dengan alat tiup yang kami miliki di India, sulit tapi menyenangkan !”, ujar Ancika.

Setelah setengah jam, kami sebenarnya merencanakan lagu “Tanah Sunda” bisa dimainkan secara unisono dengan suling, tapi ternyata sulit hehe. Yah aku juga teu bisa sih, akhirnya kami memilih alternatif untuk menyanyikan kawihnya dengan menggunakan vocal dan lirik saja.


Mendengar lagu “Tanah Sunda” dari mang Koko, oleh para pelajar luar, kami semua merasa wa’as sekaligus sedih. Kami berkesempatan mengajarkan sedikit hal tentang tanah kelahiran kami, juga sedih lagu ini malah lebih dihargai oleh orang luar.

Tidak begitu sulit untuk pelajar India dan Thailand ketika menyanyikan kawih sunda ini, barangkali sesama asia tenggara kami punya sora 'laeu' nu teu jauh-jauh teuing hehe, juga mungkin efek akulturasi yang sudah terjadi di masa lalu aw hehe.

Dua jam lebih kelas berlangsung, kami mengakhiri kelas dengan berfoto Bersama.

CRPAO School Thailand !

Kenapa kami mesti nurut untuk berpose begini sesuai permintaan para pelajar dari Jepang ini hahaha

Sunbeam School Lahartara – India


Its smile after fun teaching !

Oohh tentu dengan makan Bersama, camilan tradisional Sunda !

“Mr, Thankyou for this fun class today !”, merasa tiba-tiba jadi kolot hueeee

“It’s refresh me after the Biology class ! I enjoed, later I need more !”

 


Ini cuplikan video yang dikirim tim dokumentasi International Relation MAN 2 Tasikmalaya