Tanah Sunda gemah ripah
Nu ngumbara suka betah
Urang Sunda sing toweksa
Nyangga darma anu nyata
-Koko Koswara, maestro kawih
Selasa. Mei 7, 2024. Aku, Pa Asep Muharam dan Yudi Guntara diminta
oleh MAN 2 Tasikmalaya (CIpasung) lewat guru seni budayanya A. Raiz Shidiq
untuk membantu salah satu pembelajaran kelas seni tradisional dalam rangkaian
program pertukaran pelajar yang diadakan 1-10 Mei 2024. Ini sebenarnya kali
ketiga ku membantu program ini, MAN 2 Tasikmalaya sudah menjalankan program
pertukaran pelajar ini lebih dari lima tahun sejak kepala sekolahnya masih ibu
Hj. Neng Ida Nurhalida M.Si, puteri kedua Alm. KH Ilyas Ruhiat. Kini yang
menjabat sebagai kepala sekolah adalah KH. Atam Rustam dari Sukamanah yang kini
juga memiliki posisi sebagai ketua PCNU Kab. Tasikmalaya.
Pertukaran pelajar kali ini diikutsertai oleh sekolah dari tiga negara. CRPAO School – Thailand, Shizuoka Seiko Academy – Jepang, dan Sunbeam School Lahartara – India. Sebagai tuan rumah, MAN 2 Tasikmalaya kukira sudah cukup berpengalaman untuk mengorganisir program intercultural yang bisa dibilang progresif di lingkungan yang belum bisa dikatakan urban di Kab. Tasikmalaya. Kendati berbasis islam-pesantrenan, MAN 2 Tasikmalaya ‘teu jorokan’ untuk dapat menerima para pelajar luar negeri yang notabene berbeda secara agama dan adat kebudayaan. Diketahui, MAN 2 Tasikmalaya memiliki ekskul International Relation dan program English Speaking Program (ESP) untuk menunjang, mempersiapkan dan mempraktikan hubungan edu-sosial secara internasional.
Guru seni budayanya, A. Raiz Shidiq awalnya memintaku untuk
hanya menjadi interpreter-translator saja. Pada praktiknya “Sok we ku Eki,
riweuh ku bapa heula terus diterjemahkeunmah”, ujar Pa Rais. Ini adalah ‘Sok
we’ yang tidak sederhana. Ya keder, aku tidak mempersiapkan apapun secara
redaksi atau bahan. Akhirnya kita briefing dengan (sangat) singkat, setelahnya
barulah aku mendapat sedikit gambaran tentang apa yang akan kulakukan haha. Aku
dilbagian opening-introducing (yang harusnya bagian Pa Rais huee), Pa Asep di
pembelajaran Titi Laras-Notasi nada pentatonic Sunda, Pa Rais di
workshop meniup suling sunda, dan Yudi Guntara sebagai instrument representator
yang memperlihatkan permainan instrument-instrumen ansambel karawitan Sunda.
Aku memulai kegiatan dengan salam dari tiga negara supaya lebih mudah akrab, memperkenalkan semua tim pengajar, lalu mengabsen semua negara dengan nama sekolahnya. Aku bercerita sedikit tentang Sunda itu sendiri (sebagai salah satu suku di Indonesia yang ada di Jawa Barat), lalu meperkenalkannya tentang Iket. Iket Sunda sebagai salah satu identitas-ciri orang sunda, motif-motif, dan tentang fungsinya. Untuk cara memakai Pa Rais dan Pa Asep yang menerangkan, aku menerjemahkannya saja. Lalu kami sama-sama belajar memakaikannya pada semua perserta didik.
Para peserta antusias belajar melipat sebelum memakai iket.
Aku sedikit-sedikit membantu saja.
Si Bungsueee, peserta termuda dan paling kocak haha.
Setelah para peserta memakai iket, Pa Asep mulai menerangkan
notasi, nada-nada yang umum digunakan dalam music karawitan Sunda. Bagaimana
bunyinya, apa perbedaannya dengan notasi dalam nada-nada music modern.
Para peserta didik membunyikan nada-nada pelog dengan vocal
sesuai arahan Pa Asep.
Daaa Miii Naaa Tiiii Laaaaaa
Pembelajaran notasi selesai. Kami mulai memperkenalkan
instrument-instrument yang ada dalam ansambel Karawitan Sunda.
Sarasvati. Pa Asep menunjukkan penggunaan notasi pelog pada
saron.
"It’s soothing sounds !"
Yudi Guntara mengenalkan cara memetik kecapi.
Thai studs, “We got it !”
Setelah para pelajar ‘mengeksplorasi’ instrument-instrumen,
kami merepresentasikan Ketika ansambel dimainkan secara Bersama.
Memasuki pembelajaran tentang suling sunda, aku menerangkan tentang suling berdasar pada keterangan dari Pa Rais yang kuterjemahkan.
“Ini berbeda dengan alat tiup yang kami miliki di India,
sulit tapi menyenangkan !”, ujar Ancika.
Setelah setengah jam, kami sebenarnya merencanakan lagu
“Tanah Sunda” bisa dimainkan secara unisono dengan suling, tapi ternyata sulit
hehe. Yah aku juga teu bisa sih, akhirnya kami memilih alternatif untuk
menyanyikan kawihnya dengan menggunakan vocal dan lirik saja.
Mendengar lagu “Tanah Sunda” dari mang Koko, oleh para
pelajar luar, kami semua merasa wa’as sekaligus sedih. Kami berkesempatan
mengajarkan sedikit hal tentang tanah kelahiran kami, juga sedih lagu ini malah
lebih dihargai oleh orang luar.
Tidak begitu sulit untuk pelajar India dan Thailand ketika
menyanyikan kawih sunda ini, barangkali sesama asia tenggara kami punya sora 'laeu' nu teu jauh-jauh teuing hehe, juga mungkin efek akulturasi yang sudah terjadi di masa lalu aw hehe.
Dua jam lebih kelas berlangsung, kami mengakhiri kelas
dengan berfoto Bersama.
CRPAO School Thailand !
Kenapa kami mesti nurut untuk berpose begini sesuai
permintaan para pelajar dari Jepang ini hahaha
Sunbeam School Lahartara – India
Its smile after fun teaching !
Oohh tentu dengan makan Bersama, camilan tradisional Sunda !
“Mr, Thankyou for this fun class today !”, merasa tiba-tiba
jadi kolot hueeee
“It’s refresh me after the Biology class ! I enjoed, later
I need more !”
Ini cuplikan video yang dikirim tim dokumentasi
International Relation MAN 2 Tasikmalaya